PENGOBATAN ALTERNATIF ONLINE RSBI

PENGOBATAN ALTERNATIF ONLINE RSBI
TABIB BERIJIN RESMI, HERBAL 100% ALAMI, AMAN SUDAH IJIN B-POM DAN HALAL MUI, PENGOBATAN MENGGUNAKAN HERBAL YANG SUDAH DIPERKAYA DENGAN RUQYAH ISLAMI YANG SYAR'I. HARGA TERJANGKAU. INFO LENGKAP KLIK PADA GAMBAR. SMS/WA TABIB UNTUK KONSULTASI DAN PEMESANAN OBAT DI: 08121341710 ATAU 0811156812

Tuesday, October 11, 2016

BAB BEJANA-BEJANA (24-26), Islam, shalat, tarbiyah,bekam, pendidikan islami, keluarga sakinah, thibbun nabawi, hadis nabi, rukun islam, rukun iman, rukun shalat, al quran, kisah islami, asmaul husna, kisah para nabi

BAB BEJANA-BEJANA (24-26)


Oleh
Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat


Tulisan ini merupakan syarah dan takhrij terhadap kitab Bulughul Maram karya Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqalani. Insya Allah akan kami muat secara berseri. Mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta'ala memudahkan kami dan juga Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat dalam menuangkan tinta penanya untuk pembaca.

وَعَنْ أَبِيْ ثَعْلَبَةَ الخُشْنِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسولَ اللهِ، إِنَّا بِأَرْضِ قَوْمٍ أَهْلِ كِتَابٍ، أَفَنَأْكُلُ فِيْ آنِيَتِهمْ؟ قَالَ: "لاَ تَأْكُلُوْا فِيْهَا، إِلاَّ أَنْ لاَ تَجِدُوْا غَيْرَهَا، فَاغْسِلُوْهَا، وَكُلُوْا فِيْهَا" متفق عليه.

24. Dari Abu Tsa’labah Al Khusyani Radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Aku pernah bertanya,”Wahai, Rasulullah. Sesungguhnya kami berada di suatu negeri Ahli Kitab, apakah kami boleh makan dengan piring-piring mereka?” Beliau menjawab,”Janganlah kamu makan dengannya, kecuali bila kamu tidak mendapatkan yang selainnya, maka cucilah, lalu makanlah dengannya.” (Muttafaq ‘alaihi).

TAKHRIJUL HADITS
Shahih. Riwayat Bukhari, no. 5478, 5488, 5496 dan Muslim, 6/58 dalam kitab Ash Shaid, dan lain-lain dengan lafazh:

عَنْ أَبِيْ ثَعْلَبَةَ الْخُشَنِيِّ قَالَ: قُلْتُ يَانَبِيَّ اللهِ، إِنَّا بِأرْضِ قَوْمٍ أَهْلِ كِتَابٍ أَفَنَأكُلُ فِيْ آنِيَتِهِمْ؟
قَالَ: فَإِنْ وَجَدْتُمْ غَيْرَهَا فَلاَ تَأكُلُوْا فِيْهَا، وَإِنْ لَمْ تَجِدُوْا فَاغْسِلُوْهَا وَكُلُوْا فِيْهَا.

Dari Abu Tsa’labah Al Khusyani, ia berkata: Aku pernah bertanya,”Ya, Nabi Allah. Sesungguhnya kami berada di negeri kaum Ahli Kitab, maka bolehkah kami makan dengan bejana mereka (yakni dengan memakai piring-piring mereka)?” Beliau menjawab,”Maka jika kamu mendapatkan yang selainnya, maka janganlah kamu makan dengan bejana mereka, dan jika kamu tidak mendapatkan (yang lain, kecuali bejana mereka), maka cucilah lalu makanlah dengan bejana tersebut.” (Lafazh Bukhari dalam salah satu riwayatnya).

Dalam lafazh yang lain: Berkata Abu Tsa’labah Al Khusyani:

يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنَّا بِأرضِ قَوْمٍ أَهْلِ كِتَابٍ نَأكُلُ فِيْ آنِيَتِهِمْ؟
فَقَالَ: فَإِنْ وَجَدْتُمْ غَيْرَآنِيَتِهِمْ فَلاَ تَأكُلُوْا فِيْهَا، وَإِنْ لَمْ تَجِدُوْا فَاغْسِلُوْهَا ثُمَّ كُلُوْا فِيْهَا.

“Wahai, Rasulullah. Sesungguhnya kami berada di negeri kaum Ahli Kitab, bolehkah kami makan dengan bejana-bejana mereka?” Beliau menjawab,”Maka jika kamu mendapatkan (bejana) selain dari bejana-bejana mereka, maka janganlah kamu makan dengannya. Dan jika kamu tidak dapat, maka cucilah bejana tersebut, kemudian makanlah dengannya.” (Lafazh Bukhari).

Dan dalam lafazh yang lain: Berkata Abu Tsa’labah Al Khusyani:

يَارَسُوْلَ اللهِ إِنَّا بِأَرْضِ أَهْلِ الكِتَابٍ فَنَأكُلُ فِيْ آنِيَتِهِمْ؟ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: فَلاَ تَأكُلُ فِيْ آنِيَتِهِمْ ، إِلاَّ أَنْ لاَ تَجِدُوْا بُدًّا. فَإِنْ لَمْ تَجِدُوْا بُدًّا فَاغْسِلُوْهَا وَكُلُوْا فِيْهَا.

“Ya, Rasulullah. Sesungguhnya kami berada di negeri Ahli Kitab, maka bolehkah kami memakan dengan bejana-bejana mereka?” Jawab Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam,”Janganlah kamu makan dengan bejana-bejana mereka, kecuali kalau kamu tidak mendapatkan sama sekali (bejana yang lain), maka kalau kamu tidak mendapatkannya, cucilah bejana tersebut, lalu makanlah dengannya.” (Lafazh Bukhari. Demikian juga dengan lafazh Muslim; Tirmidzi, no. 1560 dan 1797; Ibnu Majah, no. 3207 dan Ahmad, 4/194-195 kurang lebih sama.

Saya turunkan beberapa lafazh di atas, agar kita mengetahui, bahwa lafazh yang dibawakan Al Hafizh Ibnu Hajar tidak sama persis dengan lafazh yang ada di Bukhari, Muslim dan lain-lain. Wallahu a’lam.

Dalam salah satu lafazh Tirmidzi, no. 1797 dan Ahmad 4/195:

عَنْ أَبِيْ ثَعْلَبَةَ الْخُشَنِيِّ أَنَّهُ قَالَ: يَارَسُوْلَ اللهِ إِنَّا بِأَرْضِ أَهْلِ الكِتَابٍ فَنَطْبُخُ فِيْ قُدُوْرِهِمْ وَنَشْرَبُ فِيْ آنِيَتِهِمْ؟ فَقَالَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنْ لَمْ تَجِدُوْا غَيْرَهَا فَارْحَضُوْهَا بِالمَاءِ فَاغْسِلُوْهَا وَكُلُوْا فِيْهَا. (وَاطْبَخُوْا فِيْهَا).

Dari Abu Tsa’labah Al Khusyani, ia berkata,”Ya, Rasulullah. Sesungguhnya kami berada di negeri Ahli Kitab, maka bolehkah kami memasak dengan memakai periuk-periuk mereka dan kami minum dengan bejana-bejana mereka?” Jawab Rasulullah n ,”Jika kamu tidak mendapatkan yang selainnya, maka cucilah dengan air dan masaklah dengannya (yakni dengan memakai panci-panci mereka).”

Dan dalam salah satu riwayat Ahmad, 4/194, berkata Abu Tsa’labah:

يَانَبِيَّ اللهِ، إِنَّ أَرْضَنَا أَرْضُ أَهْلِ كِتَابٍ وَإنَّهُمْ يَأكُلُوْنَ لَحْمَ الْخِنْـزِيْرِ وَ يَشْرَبُوْنَ الْخَمْرَ، فَكَيْفَ أَصْنَعُ بِآنِيَتِهِمْ وَقُدُوْرِهِمْ؟ قَالَ: إِنْ لَمْ تَجِدُوْا غَيْرَهَا فاَرْحَضُوْهَا وَاطْبَخُوْا فِيْهَا وَاشْرَبُوْا.

“Ya, Nabi Allah. Sesungguhnya negeri kami negeri Ahli Kitab, dan sesungguhnya mereka biasa memakan daging babi dan meminum khamr, maka apa yang harus aku perbuat dengan bejana-bejana mereka dan panci-panci mereka?” Beliau menjawab,”Jika kamu tidak mendapatkan yang selainnya, maka cucilah dan masaklah dengannya dan minumlah.”

Abu Dawud, no. 3839, meriwayatkan dari jalan yang lain dengan sanad yang shahih dengan lafazh:

عَنْ أَبِيْ ثَعْلَبَةَ الْخُشَنِيِّ أَنَّهُ سًأَلَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِنَّا نُجَاوِرُ وَهُمْ يَطْبَخُوْنَ فِيْ قُدُوْرِهِمْ الْخِنْـزِيْرِ وَ يَشْرَبُوْنَ فِيْ آنِيَتِهِمْ الْخَمْرَ؟ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنْ وَجَدْتُمْ غَيْرَهَا فَكُلُوْا فِيْهَا وَاشْرَبُوْا وَإِنْ لَمْ تَجِدُوْا غَيْرَهَا فاَرْحَضُوْهَا بِالْمَاءِ وَكُلُوْا وَاشْرَبُوْا.

Dari Abu Tsa’labah Al Khusyani, ia pernah bertanya kepada Rasullullah Shallallahu 'alaihi wa sallam,”Sesungguhnya kami bertetangga dengan Ahli Kitab, sedangkan mereka memasak (daging babi) di panci-panci mereka dan meminum di bejana-bejana mereka?” Jawab Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam,”Jika kamu mendapatkan (panci dan bejana) yang selainnya, maka makanlah dan minumlah dengannya. Jika kamu tidak mendapatkan yang selainnya, maka cucilah dengan air, lalu makanlah dan minumlah (dengan bejana mereka).”

FIQIH HADITS
- Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang mempergunakan atau memakai panci (tempat memasak), piring dan gelas dari Ahli Kitab (Yahudi dan Nashara) dan orang-orang kafir secara umum apabila mereka biasa memakainya untuk memasak daging babi, memakannya dan meminum khamr dengannya. Sebagaimana telah dijelaskan dalam salah satu riwayat Ahmad dan riwayat Abu Dawud di atas dengan bentuk muqayyad. Sedangkan lafazh yang sebelumnya mutlak, maka yang mutlak harus dibawa kepada yang muqayyad. Kecuali bila kita tidak mendapatkan yang lain, maka cucilah dengan air kemudian makanlah dan minumlah dengan piring dan gelas mereka.

Inilah ‘illat atau sebab larangan di atas. Maka, apabila sebabnya telah hilang, yakni misalnya Ahli Kitab dan orang-orang kafir itu tidak memakan babi –qiaskanlah dengan segala binatang yang haram- dan meminum khamr di piring dan gelas mereka, maka kembali kepada hukum asal bejana mereka, yaitu suci yang dapat dimanfaatkan dan dipakai oleh kaum muslimin; berdasarkan kepada perbuatan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan taqrir atau persetujuan beliau:

عَنْ أَنَسٍ أَنَّ يَهُودِيًّا دَعَا النَّبِيَّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى خُبْزِ شَعِيرٍ وَإِهَالَةٍ سَنِخَةٍ فَأَجَابَهُ
رواه أحمد (رقم: 13896)

Dari Anas Radhiyallahu 'anhu, (ia berkata),”Bahwa seorang Yahudi pernah mengundang Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk makan roti dari gandum dan lemak yang telah berubah baunya. Lalu beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam mengabulkan undangannya. (Dikeluarkan oleh Ahmad, no. 13896 dengan sanad yang shahih).

عَنْ جَابِرٍ قَالَ كُنَّا نَغْزُو مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنُصِيبُ مِنْ آنِيَةِ الْمُشْرِكِينَ وَأَسْقِيَتِهِمْ فَنَسْتَمْتِعُ بِهَا فَلاَ يَعِيبُ ذَلِكَ عَلَيْهِمْ رواه أبوداود (رقم: 3838)

Dari Jabir Radhiyalahu 'anhu, ia berkata,”Kami pernah berperang bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu kami memperoleh sebagian dari bejana-bejana orang-orang musyrikin dan tempat-tempat air minum mereka, lalu kami memanfaatkannya, maka beliau tidak mencela perbuatan mereka. (Dikeluarkan oleh Abu Dawud, no. 3838 dengan sanad yang shahih).

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُم قَالَ لَمَّا فُتِحَتْ خَيْبَرُ أُهْدِيَتْ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَاةٌ فِيهَا سُمٌّ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اجْمَعُوا لِيْ مَنْ كَانَ هَا هُنَا مِنْ يَهُودَ فَجُمِعُوا لَهُ...ثُمَّ قَالَ هَلْ أَنْتُمْ صَادِقِيَّ عَنْ شَيْءٍ إِنْ سَأَلْتُكُمْ عَنْهُ فَقَالُوا نَعَمْ يَا أَبَا الْقَاسِمِ! قَالَ: هَلْ جَعَلْتُمْ فِي هَذِهِ الشَّاةِ سُمًّا ؛ قَالُوْا: نَعَمْ ؛ قَالَ: مَا حَمَلَكُمْ عَلَى ذَلِكَ قَالُوا أَرَدْنَا إِنْ كُنْتَ كَاذِبًا نَسْتَرِيحُ وَإِنْ كُنْتَ نَبِيًّا لَمْ يَضُرَّكَ رواه البخاري (رقم: 3169 و 44249 و 5777)

Dari Abu Hurairah, ia berkata: Ketika Khaibar telah dimenangkan, dihadiahkan kepada Nabi n daging kambing yang telah diberi racun, kemudian Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda (kepada para sahabat),”Kumpulkanlah kepadaku semua orang yang ada di sini dari orang-orang Yahudi,” lalu mereka dikumpulkan menghadap beliau. Kemudian beliau bersabda,”Apakah kamu (orang-orang Yahudi) akan membenarkan tentang sesuatu yang akan aku tanyakan kepada kamu?” Mereka menjawab,”Benar, ya Abul Qasim.” Beliau bertanya,”Apakah kamu yang memasukkan racun ke dalam daging kambing ini?” Mereka menjawab,”Betul” Beliau bertanya lagi,”Apa yang membawa kamu untuk melakukan hal yang demikian?” Mereka menjawab,”Kalau engkau seorang pembohong, maka kami akan istirahat (dari kebohonganmu). Dan kalau engkau memang sebagai seorang Nabi, pasti tidak akan membahayakanmu.” (Dikeluarkan oleh Bukhari, no. 3169, 4249, 5777).

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ امْرَأَةً يَهُودِيَّةً أَتَتْ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِشَاةٍ مَسْمُومَةٍ فَأَكَلَ مِنْهَا فَجِيءَ بِهَا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَأَلَهَا عَنْ ذَلِكَ. فَقَالَتْ: أَرَدْتُ لأَقْتُلَكَ. فَقَالَ: مَا كَانَ اللَّهُ لِيُسَلِّطَكِ عَلَى ذَلِكَ أَوْ قَالَ عَلَيَّ. فَقَالُوْا: أَلاَ نَقْتُلُهَا؟ قَالَ: لاَ فَمَا زِلْتُ أَعْرِفُهَا فِي لَهَوَاتِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رواه البخاري (رقم: 2617) ومسلم (7/14-15 واللفظ له)

Dari Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu, (ia berkata),”Bahwasanya seorang perempuan Yahudi pernah datang menemui Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan membawa daging kambing yang telah diberi racun, lalu beliau memakan sebagiannya (setelah beliau mengetahui, bahwa daging itu beracun), lalu perempuan itu segera dibawa menghadap Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, kemudian beliau bertanya,”Kepadanya apa maksudnya!” Maka perempuan itu menjawab,”Aku mau membunuhmu.” Beliau bersabda,”Allah tidak akan memberikan kekuasaan kepadamu melaksanakan maksudmu untuk membunuhku.” Para sahabat bertanya,”Bolehkah kami membunuhnya?” Beliau menjawab,”Jangan!” Berkata Anas bin Malik,”Senantiasa aku mengetahui bekas racun itu nampak di langit-langit mulut Rasulullah n .” (Diriwayatkan oleh Bukhari, no. 2617 dan Muslim, 7/14-15 dan ini lafazh-nya).

Dari beberapa hadits di atas, kita mengetahui dengan sejelas-jelasnya, bahwa bejana orang-orang kafir itu, baik Ahli Kitab dan yang selain mereka pada dasarnya atau pada hukum asalnya suci yang dapat kita manfaatkan seperti makan dengan piring mereka atau minum dengan gelas mereka. Demikian juga badan dan air liur orang-orang kafir, karena Allah telah membolehkan memakan sembelihan Ahli Kitab. Al Qur’an surat Al Maidah ayat 5 menyebutkan:

الْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَهُمْ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ إِذَا ءَاتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ وَلاَ مُتَّخِذِي أَخْدَانٍ وَمَنْ يَكْفُرْ بِالإِيمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ المائدة

Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (Dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi. (Al Maidah : 5).

Sebagaimana juga telah ditunjukkan oleh beberapa hadits di atas dari perbuatan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang telah memakan sembelihan mereka dan memenuhi undangan mereka, dan Allah juga telah membolehkan menikahi perempuan Ahli Kitab (Yahudi dan Nashara), yang tentu saja tidak akan selamat dari keringat dan air liurnya. Dari sini kita mengetahui, alangkah lemahnya pendapat sebagian ulama yang menyatakan najisnya bejana orang-orang kafir berdasarkan hadits di atas dan najisnya badan dan air liur mereka berdasarkan firman Allah (At Taubah ayat 28):

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ فَلاَ يَقْرَبُوا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ بَعْدَ عَامِهِمْ هَذَا وَإِنْ خِفْتُمْ عَيْلَةً فَسَوْفَ يُغْنِيكُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ إِنْ شَاءَ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidil Haram sesudah tahun ini. Dan jika kamu khawatir menjadi miskin, maka Allah nanti akan memberimu kekayaan kepadamu dari karuniaNya, jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (At Taubah : 28).

Jawaban jumhurul ulama:
Pertama. Telah saya terangkan dengan panjang lebar di atas dengan melihat sebab (‘illat) larangan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan beberapa hadits di atas sebagai penguatnya. Dan lagi, kalau pada dasarnya dzat dari bejana orang-orang kafir itu najis, maka untuk apa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan mencucinya?! Tentu tidak ada faidahnya. Karena, kalau memang dzat dari bejana itu najis, meskipun dicuci, tidak akan hilang najisnya. Dengan perintah Nabi n untuk mencucinya, menunjukkan bahwa dzat dari bejana orang-orang kafir itu suci dan tidak najis.

Kedua. Adapun yang dimaksud dengan firman Allah di atas (At Taubah ayat 28) bukanlah najis badan, akan tetapi najis agama dan keyakinan mereka. (Tafsir Ibnu Katsir, 2/331-332).

- Apabila kita telah mengetahui, bahwa ‘illat atau sebab larangan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam di atas karena kebiasaan mereka memakan babi dan minum khamr di piring dan gelas mereka, maka apakah larangan beliau disebabkan karena najisnya babi dan khamr, atau dikhawatirkan termakan sisa dari makanan mereka, yaitu babi dan khamr?

Yang hak adalah yang kedua, karena hukum asal segala sesuatu itu suci, sampai ada dalil yang mengatakannya najis. Seperti khamr, maka tidak ada satu pun dalil yang mengatakannya najis. Oleh karena itu kembali kepada hukum asal, yaitu suci. Masalah najis dan tidaknya khamr akan saya ulang kembali ketika mensyarah hadits no. 27.

Di sini saya ingin menegaskan, bahwa menjadikan hadits Abu Tsa’labah di atas sebagai dalil tentang najisnya khamr merupakan satu kekeliruan. Karena, sebab dari larangan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam di atas masuk dalam kaidah ushul “saddudz-dzari’ah.” Adapun tentang najisnya babi berdasarkan nash Al Quran surat Al An’am ayat 145:

قُلْ لاَ أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلاَّ أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلاَ عَادٍ فَإِنَّ رَبَّكَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi -karena sesungguhnya semua itu kotor- atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa, sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al An'am:145).

وَعَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: أنَّ النَّبِيَّ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَصْحَابَهُ تَوَضَّئُوْا مِنْ مَزَادَةِ إِمْرَأَةٍ مُشْرِكَةٍ. متفق عليه. في حديث طويل

25. Dari Imran bin Husain Radhiyallahu 'anhu,”Bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah berwudhu’ bersama dengan para sahabatnya dari tempat air kepunyaan seorang wanita musyrik.” (Muttafaq ‘alaihi, potongan dari hadits yang panjang).

TAKHRIJUL HADITS
Shahih. Dikeluarkan oleh Bukhari, no. 334 dan Muslim, 2/140-141. Akan tetapi, lafazh yang dibawakan oleh Al Hafizh yaitu bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersama para sahabat berwudhu dari mazadah (tempat air) kepunyaan seorang perempuan musyrik ini, tidak ada. Yang ada, terdapat di Bukhari dan Muslim dalam hadits yang panjang, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersama para sahabat mengambil air untuk minum dari mazadah (tempat air) kepunyaan seorang perempuan musyrik. Yang menunjukkan sucinya bejana dan air liur mereka, sebagaimana madzhab jumhur ulama yang telah saya terangkan di hadits Abu Tsa’labah, no. 24 dan hadits ini sebagai penguatnya.

وَعَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: أَنَّ قَدَحَ النَّبيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّم إِنْكَسَرَ، فَاتَّخَذَ مَكَانَ الشّعْبِ سَلْسَلَةً مِنْ فِضَّةٍ. أَخْرَجَهُ البُخَارِيُّ.

26. Dari Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu,”Bahwasanya tempat minum Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam retak, maka beliau pun menjadikan perak sebagai penyambung pada bagian yang retak dari tempat minum beliau tersebut. (Diriwayatkan oleh Bukhari).

TAKHRIJUL HADITS
Shahih. Dikeluarkan oleh Bukhari, no. 3109 dan 5638. Hadits yang mulia ini sebagai pengecualian dari hadits yang sebelumnya, no. 18 dan 19.

(Sumber: Al-Manhaj)