PENGOBATAN ALTERNATIF ONLINE RSBI

PENGOBATAN ALTERNATIF ONLINE RSBI
TABIB BERIJIN RESMI, HERBAL 100% ALAMI, AMAN SUDAH IJIN B-POM DAN HALAL MUI, PENGOBATAN MENGGUNAKAN HERBAL YANG SUDAH DIPERKAYA DENGAN RUQYAH ISLAMI YANG SYAR'I. HARGA TERJANGKAU. INFO LENGKAP KLIK PADA GAMBAR. SMS/WA TABIB UNTUK KONSULTASI DAN PEMESANAN OBAT DI: 08121341710 ATAU 0811156812

Wednesday, October 12, 2016

Wanita Dan Mahrom, Islam, shalat, tarbiyah,bekam, pendidikan islami, keluarga sakinah, thibbun nabawi, hadis nabi, rukun islam, rukun iman, rukun shalat, al quran, kisah islami, asmaul husna, kisah para nabi

Wanita bepergian atau menginap, harus dengan mahrom

(Catatan:
Mahrom adalah pendamping yang syar'i bagi wanita yang hendak bepergian. Sedangkan Muhrim, adalah orang yang sedang melakukan Ihram). Hal ini perlu diketahui untuk mencegah kesalahan penyebutan yang umum terjadi di tengah masyarakat.


Kajian Ke-1

Wanita yang bepergian dan atau menginap di suatu tempat, atau biasa disebut dengan melakukan Safar, harus disertai oleh Mahrom.

Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya fitnah, dan kemungkinan terjadinya pelecehan, atau tindakan yang dapat menjurus kepada hal asusila.

Sangatlah disayangkan, bahwa Ummat Islam pada saat ini banyak yang menyepelekan hak ini, sehingga mereka membiarkan saja anak-anak gadis mereka untuk melakukan berbagai kegiatan yang menuntut perjalanan jauh, hingga harus menginap di suatu tempat, atau mungkin perjalanan dekat, tetapi menuntut untuk menginap atau bermalam, tanpa didampingi oleh mahromnya.

Kegiatan-kegiatan tersebut seperti acara dharmawisata, kegiatan berkemah, tahajjud bersama, dan lain-lainnya yang mensyaratkan untuk menginap. Walaupun seringkali penyelenggara menyatakan bahwa turut mengundang orang tua, akan tetapi berapa prosen orang tua yang bisa hadir untuk ikut bermalam, dan kalaupun penyelenggara berdalih bahwa banyak anak wanita lainnya yang ikut, hal itu tidak menggugurkan kemungkinan terjadinya fitnah, dan juga tidak menggugurkan dalil syar’i nya. Hal tersebut juga bisa menimbulkan kemudharatan, seperti menimbulkan syak wasangka dan cemas dikalangan para orang tua.

Para Ulama berpendapat bahwa jika sebuah perjalanan tidak terlalu jauh, dan sang wanita tidak perlu menginap, maka hal tersebut tidaklah terlarang. Akan tetapi jika perjalanan adalah cukup jauh, sehingga membuat sang wanita harus menginap atau bermalam, atau perjalanan sebenarnya dekat, tetapi diharuskan untuk bermalam, maka sang wanita haruslah ditemani oleh mahromnya. Hal ini untuk menghindari fitnah yang mungkin terjadi jika si wanita bermalam di suatu tempat.

Berikut adalah pembahasan yang selengkapnya.

Telah termaktub dlm Al Qur’an ayat yg berbunyi :

وَقَرْنَ فِي بُيُوْتِكُنَّ
“Dan tetaplah kalian tinggal di rumah-rumah kalian.”

Perintah utk berdiam di dlm rumah ini datang dari Dzat Yang Maha Memiliki Hikmah Dzat yg lbh tahu tentang perkara yg memberikan maslahat bagi hamba-hamba-Nya.

Ketika Dia menetapkan wanita harus berdiam dan tinggal di rumah Dia sama sekali tdk berbuat zalim kepada wanita bahkan ketetapan-Nya itu sebagai tanda akan kasih sayang-Nya kepada hamba-Nya.

Walaupun syariat menetapkan engkau harus tinggal di rumahmu namun bila ada kepentingan darurat dibolehkan bagimu keluar rumah dgn memperhatikan adab-adab berikut ini:

- Kenakanlah hijabmu yg syar’i

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِيْنَ يُدْنِيْنَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلاَبِيْبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلاَ يُؤْذَيْنَ

“Wahai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu dan putri-putrimu serta wanita-wanita kaum mukminin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbab mereka di atas tubuh mereka. Yang demikian itu lbh pantas bagi mereka utk dikenali sehingga mereka tdk diganggu…”

- Hindari memakai wangi-wangian karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

كُلُّ عَيْنٍ زَانِيَةٌ. وَالْمَرْأَةُ إِذَا اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ بِالْمَجْلِسِ فَهِيَ كَذَا وَكَذَا

“Setiap mata itu berzina. Bila seorang wanita memakai wewangian kemudian ia melewati majelis laki-laki maka wanita itu begini dan begitu.”

Dalam riwayat Ahmad :

أَيُّمَا امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ بِقَوْمٍ لِيَجِدُوْا رِيْحَهَا فَهيِ َ زَانِيَةٌ

“Wanita mana saja yg memakai wangi-wangian kemudian ia melewati satu kaum agar mereka mencium wangi maka wanita itu pezina.”


- Ketika berjalan janganlah menggesek-gesekkan sandal/sepatumu dgn sengaja dan jangan pula menghentak-hentakkan kakimu agar terdengar suara gelang kaki yg engkau kenakan

karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَلاَ يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِيْنَ مِنْ زِيْنَتِهِنَّ

“Dan janganlah mereka memukulkan kaki-kaki mereka ketika berjalan agar diketahui apa yg disembunyikan dari perhiasan mereka.”


- Jangan pula engkau berlenggak lenggok ketika berjalan sehingga mengundang pandangan lelaki sementara Rasulmu Shallallahu ‘alaihi wa sallam yg mulia telah mengabarkan:

الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ فَإذَا خَرَجَتْ اِسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ

“Wanita itu aurat maka bila ia keluar rumah syaitan menyambutnya.”
Setan menjadikan pandangan lelaki tertuju kepada si wanita menghias-hiasi dan mempercantik dlm pandangan lelaki sehingga mereka terfitnah dgn wanita tersebut.


- Apabila engkau berjalan bersama saudaramu ataupun temanmu sesama wanita sementara di sana ada lelaki maka tahanlah untuk berbicara bukan karena suara wanita itu aurat namun karena kekhawatiran lelaki akan terfitnah ketika mendengar suara wanita. Bila terpaksa berbicara dgn lelaki berbicaralah dgn wajar tanpa mendayu-dayu dan melembut-lembutkan suaramu.

Demikianlah yg Allah Subhanahu wa Ta’ala perintahkan dlm firman-Nya:

فَلاَ تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلاً مَعْرُوْفًا

“Maka janganlah kalian melembut-lembutkan suara ketika berbicara sehingga berkeinginan jeleklah orang yang ada penyakit dalam hati dan ucapkanlah perkataan yg baik.”


- Apabila engkau telah menikah minta izinlah kepada suamimu ketika keluar rumah sampaipun engkau hendak keluar utk shalat di masjid sebagaimana diisyaratkan permintaan izin ini dlm sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

إِذَا اسْتَأْذَنَتِ امْرَأَةُ أَحَدِكُمْ إِلَى الْمَسْجِدِ فَلاَ يَمْنَعْهَا

“Apabila istri salah seorang dari kalian minta izin ke masjid mk janganlah ia melarangnya.”


- Bila jarak perjalanan yg ditempuh adalah jarak safar maka engkau harus didampingi mahrammu krn Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

وَلاَ تُسَافِرِ الْمَرْأَةُ إِلاَّ مَعَ ذِيْ مَحْرَمٍ

“Tidak boleh seorang wanita safar kecuali bersama mahramnya.”

- Hindarilah dari berdesak-desakan dengan lelaki

- Berhiaslah dgn rasa malu

- Tundukkanlah pandangan matamu jangan melemparkan ke kiri dan ke kanan kecuali bila ada kebutuhan krn Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ

“Dan katakanlah kepada wanita-wanita mukminat: Hendaklah mereka menundukkan pandangan-pandangan mereka…”

Demikianlah beberapa adab Islami yg sepatut engkau pegangi saat keluar dari rumahmu sungguh kemuliaan kan kau raih bila senantiasa berpegang dgn adab yg diajarkan agamamu. Sebalik kehinaan kan kau terima ketika ajaran agamamu engkau tinggalkan jauh di belakang punggungmu.

Semoga Allah memberi taufik kepada kita utk selalu mengikuti kebenaran dan berpegang teguh dengan sampai tiba saat pertemuan dgn Allah.


Kajian Ke-2

Yang Dianggap Mahrom Padahal Bukan Dan Hal-Hal Yang Tidak Boleh Dilakukan

Pada kesempatan lalu telah dikupas masalah mahrom bagi wanita.

Nah pada kesempatan kali ini, kita simak pembahasan tentang beberapa kekeliruan sebagian kalangan dalam memahami mahrom.

DIANGAP MAHROM PADAHAL BUKAN

Disebabkan kemalasan dalam mendalami ilmu agama Islam, maka banyak kita jumpai adanya beberapa anggapan keliru dalam mahrom.

Otomatis berakibat fatal, orang-orang yang sebenarnya bukan mahrom dianggap sebagai mahromnya. Sangat ironis memang, tapi demikianlah kenyataannya. Oleh karena itu dibutuhkan pembenahan secepatnya.

Berikut ini beberapa orang yang dianggap mahrom tersebut:
[1]. Ayah Dan Anak Angkat.

Hal ini berdasarkan firman Allah :
“Dan Allah tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu.”
[Al-Ahzab: 4]

[2]. Sepupu (Anak Paman/Bibi).

Hal ini berdasarkan firman Allah setelah menyebutkan macam-macam orang yang haram dinikahi:

“Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian.
[An-Nisa': 24]

Menjelaskan ayat tersebut, Syaikh Abdur Rohman Nasir As-Sa’di berkata:
” Hal itu seperti anak paman/bibi (dari ayah) dan anak paman/bibi (dari ibu)”. [Lihat Taisir Karimir Rohman hal 138-139]

[3]. Saudara Ipar.

Hal ini berdasarkan hadits berikut:

“Waspadailah oleh kalian dari masuk kepada para wanita, berkatalah seseorang dari Anshor: “Wahai Rasulullah bagaimana pendapatmu kalau dia adalah Al-Hamwu (kerabat suami)? Rasulullah bersabda; “Al-Hamwu adalah merupakan kematian”.
[HR Bukhori; 5232 dan Muslim 2172]

Imam Baghowi berkata; ” Yang dimaksud dalam hadits ini adalah saudara suami (ipar) karena dia tidak termasuk mahrom bagi si istri.

Dan seandainya yang dimaksud adalah mertua padahal ia termasuk mahrom, lantas bagaimanakah pendapatmu terhadap orang yang bukan mahrom?” Lanjutnya: “Maksudnya, waspadalah terhadap saudara ipar sebagaimana engkau waspada dari kematian”.


Mahrom Titipan.

Kebiasaan yang sering terjadi, apabila ada seorang wanita ingin bepergian jauh seperti berangkat haji, dia mengangkat seorang lelaki yang ‘berlakon’ sebagai mahrom sementaranya.

Ini merupakan musibah yang sangat besar. Bahkan Syaikh Muhammad Nasiruddin Al-Albani menilai dalam Hajjatun Nabi (hal 108) ; “Ini termasuk bid’ah yang sangat keji, sebab tidak samar lagi padanya terdapat hiyal (penipuan) terhadap syari’at. Dan merupakan tangga kemaksiatan”.


WANITA DENGAN MAHROMNYA

Setelah memahami macam-macam mahrom, perlu diketahui pula beberapa hal yang berkenaan tentang hukum wanita dengan mahromnya adalah:

[1]. Tidak Boleh Menikah

Allah berfirman :

“Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruknya jalan (yang ditempuh). saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isteri kamu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya;(dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu);,dan menghimpunkan (dalam perkawinan)dua perempuan yang bersaudara,kecuali yang telah terjadi pada masa lampau sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, [An-Nisa' :22-23]

[2]. Boleh Menjadi Wali Pernikahan

Wali adalah syarat saya sebuah pernikahan, sebagaiman diriwayatkan oleh ‘Aisyah bahwasannya Rasulullah bersabda:
“Siapa saja wanita yang menikah tanpa izin walinya, maka nikahnya batil (tidak sah), maka nikahnya batil, maka nikahnya batil.” [HSR Abu Daud 2083, lihat Irwaul Golil 6/243]

Juga riwayat dari Abi Musa Al Asy’ari berkata Rasulullah shallallahu ‘alaih wassallam bersabda :

“Tidak sah nikah kecuali ada wali. [HSR Abu Daud 2085,lihat Irwaul Gholil 6/235]

Berkata Imam At-Tirmidzi: “Yang diamalkan oleh para sahabat Nabi dalam masalah wali pernikahan adalah hadits ini, diantaranya adalah Umar bin Khothob, Ali bin Abi Tholib, Ibnu Abbas, Abu Hurairah dan juga selain mereka.” [Lihat Sunan Tirmidzi 3/410 Tahqiq Muhammad Fu'ad Abul Baqi]

Namun tidak semua mahrom berhak menjadi wali pernikahan begitu juga sebaliknya tidak semua wali itu harus dari mahromnya.

Contoh wali yang bukan dari mahrom seperti anak laki-laki paman (saudara sepupu laki-laki), orang yang telah memerdekakannya, sulthon. Adapun Mahrom yang tidak bisa menjadi wali seperti karena sebab mushoharoh.

[3]. Tidak Boleh Safar (Bepergian Jauh) Kecuali Dengan Mahromnya

Banyak sekali hadits yang melarang wanita mengadakan safar kecuali dengan mahromnya, diantaranya:

Dari Abu Sa’id Al Khudri berkata:

Berkata Rasulullahu shallallahu ‘alahi wassallam: “Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk mengadakan safar lebih dari tiga hari kecuali bersama ayah, anak laki-laki, suami, saudara laki-laki atau mahrom lainnya.” [HR Muslim 1340]

Dari Abdullah bin Amr bin Ash رضى الله عنهما dari Rasulullahu صلی الله عليه وسلم berkata: ”

Janganlah seorang wanita muslimah bepergian selama dua hari kecuali bersama suaminya atau mahromnya.” [HR Ibnu Khuzaimah: 2522]

Dari Abu Hurairah رضي الله عنه bersabsa Rasulullahi صلی الله عليه وسلم :

“Tidak halal bagi wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk mengadakan safar sehari semalam tidak bersama mahromnya.” [HR Bukhori: 1088, Muslim 1339]

Dari beberapa hadits ini, kita ketahui bahwa terlarang bagi wanita muslimah untuk mengadakan safar kecuali bersama mahromnya, baik safar itu lama ataupun sebentar.

Adapun batasan beberapa hari yang terdapat dalam hadits di atas tidak dapat di fahami sebagai batas minimal.

Berkata Syaikh Salim Al Hilali: “Para Ulama’ berpendapat bahwa batasan hari dalam beberapa hadits di atas tidak dimaksudkna untuk batasan minimal.

Dikarenakan ada riwayat yang secara umum melarang wanita safar kecuali bersama mahromnya, baik lama maupun sebentar, seperti riwayat Ibnu Abbas رضى الله عنهما beliau berkata: Saya mendengar Rasulullahi صلی الله عليه وسلم bersabda:

“Jangan seorang laki-laki berkholwat (berduaan) dengan seorang wanita kecuali bersama mahromnya, juga jangan safar dengan wanita kecuali bersama mahromnya, maka ada seorang lelaki berdiri lalu berkata :

“Wahai Rasulullah, sesungguhnya istri saya pergi haji padahal saya ikut dalam sebuah peperangan. Maka Rasulullah menjawab: “Berangkatlah untuk berhaji dengan istrimu.”[HR Bukhori: 3006,523, Muslim 1341, Lihat Mausu'ah Al Manahi Asy Syari'ah 2/102]


Berkata Al Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah: “Kebanyakan ulama’ memberlakukan larangan ini untuk semua safar karena pembatasn yang terdapat dalam hadits-hadits tersebut sangat berbeda-beda.” [Lihat Fathul Bari 4/75]

Syaikh sholeh Al Fauzan Hafidzuhullah ditanya tentang hukum wanita safar dengan naik pesawat domestik dalam negeri tanpa mahrom, apakah itu diperbolehkan?

Jawab beliau:

“Tidak boleh bagi seorang wanita mengadakan safar tanpa mahrom, baik naik pesawat atau mobil, karena Rasulullahi صلی الله عليه وسلم bersabda: “Tidak halal bagi wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir mengadakan safar sehari semalam kecuali bersama mahrom.”

Maka safar wanita tanpa mahrom itu tidak boleh meskipun dengan alat transportasi yang cepat, karena pesawat atau mobil itu mungkin saja bisa terlambat, rusak, atau terjadi hal-hal lain yang mengharuskan wanita itu harus bersama mahromnya agar bisa menjaganya saat terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.”
[Al Muntaqo min Fatwa Syaikh Sholeh Al Fauzan 5/387]


[4]. Tidak Boleh Kholwat (Berdua-Duaan) Kecuali Bersama Mahromnya

[5]. Tidak Boleh Menampakkan Perhiasannya Kecuali Kepada Mahromnya

[6]. Tidak Boleh Berjabat Tangan Kecuali Dengan Mahromnya


Jabat tangan dengan wanita di zaman ini sudah menjadi sesuatu yang lumrah, padahal Rasullah صلی الله عليه وسلم sangat mengancam keras pelakunya: Dari Ma’qil bin Yasar رضي الله عنه :
Bersama Rasulullah صلی الله عليه وسلم: “Seandainya kepala seseorang di tusuk dengan jarum dari besi itu lebih baik dari pada menyentuh wanita yang tidak halal baginya.”

(Hadits hasan riwayat Thobroni dalam Al-Mu’jam Kabir 20/174/386 dan Rauyani dalam Musnad: 1283 lihat Ash Shohihah 1/447/226)

Berkata Syaikh Al Albani rahimahullah: “Dalam hadits ini terdapat ancaman keras terhadap orang-orang yang menyentuh wanita yang tidak halal baginya, termasuk malsaha berjabat tangan, karena jabat tangan itu termasuk menyentuh.”
[Ash Shohihah 1/448]


Dan Rasulullahi صلی الله عليه وسلم tidak pernah berjabat tangan dengan wanita, meskipun dalam keadaan-keadaan penting seperti membai’at dan lain-lain.

Dari Umaimah bintih Ruqoiqoh رضي الله عنها: Bersabda Rasulullahi صلی الله عليه وسلم: “Sesungguhnya saya tidak berjabat tangan dengan wanita.”
[HR Malik 2/982, Nasa'i 7/149, Tirmidzi 1597, Ibnu Majah 2874, ahmad 6/357, dll]

Dari Aisyah رضي الله عنها: “Demi Allah, tangan Rasulullah صلی الله عليه وسلم tidak pernah menyentuh tangan wanita sama sekali meskipun dalam keadaan membai’at.

Beliau tidak memba’iat mereka kecuali dengan mangatakan: “Saya ba’iat kalian.”
[HR Bukhori: 4891]

Keharaman berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahromnya ini berlaku umum, baik wanita masih muda ataupun sudah tua, cantik ataukah jelek, juga baik jabat tangan tersebut langsung bersentuhan kulit ataukah dilapisi dengan kain.

Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah pernah ditanya tentang hal tersebut, maka beliau menjawab: Tidak boleh berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahromnya secara mutlak, baik wanita tersebut masih muda ataukah sudah tua renta, baik lelaki yang berjabat tangan tesebut masih muda ataukah sudah tua, karena berjabat tangan ini bisa menimbulkan fitnah.

Juga tidak dibedakan apakah jabat tangan ini ada pembatasnya atau tidak, hal ini dikarenakan keumuman dalil (larangan jabat tangan), juga untuk mencegah timbulnya fitnah”.
[Fatawa Islamiyah 3/76 disusun Muahmmad bin Abdul Aziz Al Musnid]



Kajian Ke-3

Larangan Bepergian Tanpa Adanya Muhrim Yang Mendampinginya

Dari Ibnu Umar Radhiyallahu anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, telah bersabda.

"Artinya : Tidak diperbolehkan seorang wanita bepergian selama tiga hari melainkan bersamanya ada seorang muhrim". [Hadits Riwayat Muttafaqun 'alaihi]

Dan dari Abu Said Al-Khudri Radhiyallahu anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya : Tidak diperbolehkan seorang wanita bepergian selama dua hari melainkan bersamanya seorang muhrim darinya atau suaminya".
[Hadits Riwayat Muttafaqun 'alaihi]

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda.

"Artinya : Tidak boleh bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk bepergian menempuh perjalanan satu hari melainkan bersamanya seorang muhrimnya". [Hadits Riwayat Muttaffaqun 'alaihi]


"Wahai Rasulullah, isteriku keluar rumah untuk menunaikan ibadah haji dan aku bertugas di perang ini dan ini".

Beliau pun bertutur. "Pergi dan berhajilah bersama isterimu". [Hadits Riwayat Muttafaqun 'alaihi]

Dalam riwayat lain disebutkan.

"Artinya : Janganlah wanita bepergian selama tiga hari kecuali bersama mahramnya".
Dalam setiap kondisinya, wanita Muslimah harus selalu mengikuti langkah-langkah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, berusaha semampunya melaksanakan perintah-perintah beliau dan menjauhi apa yang dilarangnya.

Perkataan beliau, "La Yakhilu", maksudnya "La Yajuzu", tidak diperbolehkan.

Perkataan beliau, "Bagi wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhirat", menurut sebagian ulama, pengertiannya bahwa larangan tersebut hanya dikhususkan bagi wanita Mukminah, tidak termasuk wanita-wanita kafir.

Pendapat ini disanggah bahwa imanlah yang terus menerus menjadi seruan pembuat syari'at terhadap orang yang memiliki iman itu, sehingga dia dapat mengambil manfaat darinya dan dapat selamat.

Islam yang hanif menghendaki untuk melindungi wanita dan menjaganya dengan berbagai cara serta sarana, yang pada akhirnya ada manfaat yang kembali kepada wanita tersebut.

Dari uraian ini kita bisa mengambil beberapa faidah di antaranya.
1. Diharamkannya wanita bepergian tanpa disertai mahram atau suaminya.
2. Perhatian Islam terhadap wanita untuk menjaganya, tidak memancing kekhawatiran apabila ada gangguan terhadap dirinya.

Imam Nawawi Rahimahullah mengatakan [Syarhu Shahihi Muslim, III/484] "Yang jelas, segala macam bentuk bepergian (safar) sampai bermalam/menginap, dilarang bagi seorang wanita tanpa dibarengi oleh suami atau muhrimnya, baik itu selama satu, dua maupun tiga hari atau bepergian singkat tetapi mengharuskan bermalam, dan lain sebagainya, hal itu didasarkan pada hadits dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu di atas".


Memang sangat sulit untuk menerapkan berbagai Sunnah dizaman seperti sekarang ini. Modernisasi dan Emansipasi wanita serta dalih hak asasi manusia, seringkali menjadikan para pemegang sunnah, seringkali dicibir sebagai orang yang kolot, picik dan tidak mengacuhkan hak asasi.

Tapi Ikhwanul Muslimin, ingatlah Hadist Rasulullah dibawah ini,

Berkata Abu Tsa’labah:

“Demi Allah, aku telah bertanya kepada Rasulullah ‘alaihisshalaatu wasallam tentang ayat itu, maka beliau ‘alaihisshalaatu wasallam bersabda yang artinya:
“Beramar ma’ruf dan nahi mungkarlah kalian sehingga (sampai) kalian melihat kebakhilan sebagai perkara yang dita’ati, hawa nafsu sebagai perkara yang diikuti; dan dunia (kemewahan) sebagai perkara yang diagungkan (setiap orang mengatakan dirinya di atas agama Islam dengan dasar hawa nafsunya masing-masing.Dan Islam bertentangan dengan apa yang mereka sandarkan padanya), setiap orang merasa ta’jub dengan akal pemikirannya masing-masing, maka peliharalah diri-diri kalian (tetaplah di atas diri-diri kalian) dan tinggalkanlah orang-orang awam karena sesungguhnya pada hari itu adalah hari yang penuh dengan kesabaran (hari dimana seseorang yang sabar menjalankan al haq dia akan mendapatkan pahala yang besar dan berlipat).

“ Seseorang yang bersabar pada hari itu seperti seseorang yang memegang sesuatu di atas bara api, seseorang yang beramal pada hari itu sama pahalanya dengan 50 orang yang beramal sepertinya.

Seseorang bertanya kepada Rasulullah ‘alaihisshalaatu wasallam yang artinya: “Ya, Rasulullah, pahala 50 orang dari mereka?”

Rasulullah ‘alaihisshalaatu wasallam berkata: “Pahala 50 orang dari kalian (para Sahabat Rasulullah ‘alaihis shalaatu wasallam)”
{HR.Abu Daud: 4341, At Tirmizi: 3058, dan dihasankan olehnya; Ibnu Majah: 4014, An Nasai dalam kitab Al Kubro: 9/137-Tuhfatul Asyrof, Ibnu Hibban: 1850-Mawarid, Abu Nuaim dalam Hilyatul Aulia: 2/30, Al Hakim: 4/322-dishohihkan dan disetujui oleh Adz Dzahabi, Ath Thahawi dalam Misykalul Atsar: 2/64-65, Al Baghowi dalam Syarhu Sunnah: 14/347-348 dan dalam Ma’alimul Tanzil: 2/72-73, Ibnu Jarir Ath Thabari dalam Jamiul Bayan: 7/63, Ibnu Wadloh Al Qurtubi dalam Al bida’u wa nahyuanha: 71, 76-77; Ibnu Abi Dunya dalam Ash Shobr: 42/1} Hadits Tsabit dari Rasulullah dengan syawahidnya (jalan lainnya).

Semoga kita semua termasuk orang yang sabar dalam menegakkan Sunnah, dan tetap berusaha menjaga diri kita, keluarga kita, dan saudara kita sesama Muslim, dari segala perbuatan Munkar, dan selalu berusaha untuk menyuruh melakukan Amar Ma'ruf. Insya Allah, Amiin.

(Sumber: Al-Qur'an, Hadis, dan berbagai sumber penulisan, serta fatwa ulama).