PENGOBATAN ALTERNATIF ONLINE RSBI

PENGOBATAN ALTERNATIF ONLINE RSBI
TABIB BERIJIN RESMI, HERBAL 100% ALAMI, AMAN SUDAH IJIN B-POM DAN HALAL MUI, PENGOBATAN MENGGUNAKAN HERBAL YANG SUDAH DIPERKAYA DENGAN RUQYAH ISLAMI YANG SYAR'I. HARGA TERJANGKAU. INFO LENGKAP KLIK PADA GAMBAR. SMS/WA TABIB UNTUK KONSULTASI DAN PEMESANAN OBAT DI: 08121341710 ATAU 0811156812

Wednesday, October 12, 2016

Pembahasan Tentang Zakat, Islam, shalat, tarbiyah,bekam, pendidikan islami, keluarga sakinah, thibbun nabawi, hadis nabi, rukun islam, rukun iman, rukun shalat, al quran, kisah islami, asmaul husna, kisah para nabi

Terminologi Umum
Zakat
Volume tertentu yang diambil dari jenis harta yang telah ditentukan untuk dibayarkan kepada pihak-pihak tertentu sebagai kewajiban harta yang merupakan salah satu rukun Islam yang lima yang legalitasnya diperoleh dari Alquran, sunah serta konsensus (ijmak) para ahli fikih (fukaha).

Harta zakat
Harta yang telah memenuhi syarat-syarat untuk dizakati, seperti syarat hak milik, berkembang, mencapai nisab, melebihi kebutuhan pokok pemiliknya serta telah mencapai haul (masa satu tahun penuh) selain pada tanaman, buah-buahan, barang tambang serta rikaz (harta karun yang ditemukan).

Nisab zakat
Standar minimum jumlah harta zakat yang telah ditentukan syariat Islam. Bila kurang dari jumlah tersebut maka suatu harta tidak wajib dizakati, bila telah mencukupi atau lebih, maka harta-harta itu harus dizakati. Setiap jenis harta zakat memiliki nisab tersendiri.

Haul
Berlalunya masa 12 bulan (1 tahun) sejak harta itu mencapai nisab baik menurut tahun kamariah ataupun syamsiah dengan memperhatikan perbedaan jumlah harinya.

Volume zakat
Kadar harta zakat yang harus dibayar apabila telah mencapai nisab dan haul.

Sepersepuluh
Satu dari sepuluh satuan harta yang dizakati (1/10 atau 10%).

Seperduapuluh
Satu dari dua puluh satuan harta yang dizakati (1/20 atau 5%).

Seperempatpuluh
Satu dari empat puluh satuan harta yang dizakati (1/40 atau 2,5%).

Pembayar zakat (muzaki)
Orang yang hartanya dikenakan kewajiban zakat. Seorang pembayar zakat disyaratkan harus muslim dan tidak disyaratkan balig atau berakal menurut pendapat jumhur ulama fikih.

Mustahik zakat
Mereka adalah kelompok masyarakat yang berhak menerima zakat yang telah ditentukan dalam Alquran lewat firman Allah swt.:
"(Sesungguhnya zakat-zakat itu hanya disalurkan untuk orang-orang fakir orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf, memerdekakan budak, orang-orang yang berutang, fi sabilillah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah. Sungguh Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (Q.S. At-Taubah:60)

Zakat ganda (membayar zakat dua kali)
Secara etimologi kata ini berarti mengerjakan sesuatu dua kali. Sedangkan dalam bidang zakat maksudnya adalah menduakalikan pembayaran zakat. Hal ini tidak wajib berdasarkan hadis Nabi saw. yang artinya: (Tidak ada penggandaan dalam pembayaran zakat).

Jizyah
Pembayaran harta yang diwajibkan atas warga negara non-muslim, berdasarkan firman Allah swt. dalam surah At-Taubah:29 yang artinya: (Sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk). (Q.S. At-Taubah:29)

Sedekah
Harta yang didermakan kepada orang miskin secara sukarela demi mengharapkan pahala dari Allah swt. Sedekah ini tidak sama dengan zakat namun dalam bahasa Arab terkadang zakat dinamakan juga dengan "shadaqah" yang diwajibkan Allah swt.

Amil zakat
Orang yang mengurusi pengambilan harta zakat dan penyalurannya (distribusi) kepada golongan masyarakat yang mustahik. Dalam bahasa Arab terkadang petugas ini dinamakan dengan "mushaddiq" atau "jabi".

Makus (pungutan liar)
Pajak yang ditagih oleh seseorang secara tidak legal, biasanya dari pedagang-pedagang kecil. Konon pajak ini dipungut dari para pedagang pada masa jahiliah sebesar beberapa dirham. Nabi saw. bersabda yang artinya: (Tidak akan masuk surga seorang pemungut liar). (H.R. Bukhari Muslim)


Terminologi Zakat Uang
Nuqud (uang)
Yang dimaksud dengan `nuqud` adalah logam emas dan perak serta uang logam dan kertas lain yang digunakan sebagai alat transaksi dan standar nilai.

Nuqud mutlak (uang murni)
Yaitu uang logam emas dan perak yang sering juga disebut dengan dua mata uang (naqdani).

Nuqud muqayyad (uang terbatas)
Uang logam pipih (seperti kertas) yang nilainya tergantung dengan nilai emas dan perak yang melapisinya yang disahkan oleh departemen keuangan pemerintah. Uang ini berbeda dari satu negeri ke negeri lain.

Fulus (mata uang kartal)
Uang logam kecil terbuat selain dari emas dan perak yang dikeluarkan oleh departemen keuangan pemerintah untuk memudahkan pembayaran. Uang ini berfungsi sama dengan nuqud muqayyad.

Naqdani (dua mata uang)
Yang dimaksud dengan naqdani adalah emas dan perak baik yang berbentuk uang logam atau yang masih berupa batangan serta bijih.

Riqah
Yaitu uang dirham yang dicetak dari perak. Dalam sebuah hadis dikatakan: (Dalam uang dirham perak dikenakan zakat sebanyak seperempat puluh). (H.R. Bukhari)

Wariq
Yang dimaksud dengan wariq adalah perak. Dalam sebuah hadis dikatakan: (Perak yang kurang dari lima uqiyah tidak diwajibkan zakat). (H.R. Ahmad)

Mitsqal
Yaitu sejenis satuan timbangan emas yang didasarkan dari hadis Nabi saw. yang artinya: (Kamu tidak diwajibkan membayar zakat emasmu kecuali bila telah mencapai 20 mitsqal, jika telah mencapai 20 mitsqal zakatnya adalah setengah mitsqal). Satu mitsqal sama dengan 4,25 gram dan sering juga disebut dengan istilah "dinar" karena satu dinar biasa dicetak dengan emas seberat satu mitsqal.

Perhiasan
Yaitu benda-benda perhiasan dari emas, perak dan lainnya seperti mutiara, marjan serta intan yang dipakai oleh kaum wanita untuk mempercantik diri.

Emas
Yaitu barang tambang berharga yang telah sama-sama kita kenal.

Utang
Silakan lihat definisinya pada bab "zakat komoditas dagang".

Dirham
Yaitu uang logam perak.
Berat 1 dirham sama dengan 7/10 dinar atau sama dengan 2,975 gram.

Dinar
Yaitu uang logam emas. Berat 1 dinar sama dengan 1 mitsqal emas
atau sama dengan 4,25 gram.

Terminologi Zakat Perdagangan Dan Industri
Perdagangan
Yaitu kegiatan mengembangkan modal untuk mendapatkan keuntungan. Termasuk juga praktek jual-beli dan kegiatan lain yang sejenis dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan.

Pedagang
Orang yang membeli dan menjual barang dengan niat dagang.

Barang-barang (komoditas)
Yang dimaksud dengan barang adalah semua harta kekayaan selain uang.

Barang dagang (komoditas dagang)
Barang yang diperuntukkan buat jual-beli yang akan diedarkan dalam aktifitas dagang guna memperoleh keuntungan. Dalam istilah perdagangan modern disebut "aset yang beredar".

Properti
Harta kekayaan yang dibeli untuk dipakai tidak untuk diperdagangkan kembali. Dalam istilah perdagangan modern disebut "aset tetap".

Perdagangan tunai
Transaksi perdagangan kontan. Hal ini berdasar pada firman Allah swt. yang artinya: (Kecuali jika transaksi itu dalam bentuk perdagangan tunai yang kamu lakukan sesama kamu). (Q.S. Al-Baqarah:282)

Komoditas
Segala jenis komoditas yang dibeli atau dipesan dengan tujuan untuk dijual kembali tetapi tidak terjual juga sampai tiba waktu pembayaran zakat.

Komoditas laku (laris)
Komoditas yang banyak diinginkan (dibeli) di pasaran.

Komoditas tidak laku
Komoditas yang tidak diinginkan (dibeli) di pasaran dengan banyak.

Taksiran harga
Yaitu keterangan (taksiran) harga komoditas yang dilakukan oleh seorang ahli yang di dalam istilah perzakatan dimaksudkan untuk menentukan nilai (harga) barang-barang yang dikenakan zakat.

Nilai (harga)
Harga taksiran suatu barang komoditas.

Harga beli
Menaksir harga komoditas barang yang ada berdasarkan harga belinya yang di dalam istilah perdagangan disebut juga dengan "harga tertulis" atau "harga terdaftar".

Harga pasaran
Menaksir harga komoditas barang berdasarkan harga pasaran pada waktu pembayaran zakat. Dalam istilah dagang disebut "harga yang berlaku" atau "harga pasar".

Harga eceran
Harga penjualan barang berdasarkan sistem penjualan eceran.

Harga grosiran
Harga penjualan barang berdasarkan cara penjualan grosir.

Tandid
Yaitu barang yang berubah menjadi alat penukar (likuidasi). Kata tandid ini diambil dari `niddl` dalam bahasa Arab yang berarti emas dan perak.

Utang
Sejumlah harta yang menjadi tanggungan untuk dilunasi karena sebab legal yang dapat dibuktikan.

Utang perdagangan
Sejumlah harta yang menjadi tanggungan untuk dilunasi karena berbagai macam transaksi perdagangan.

Piutang yang diharapkan
Piutang yang ada pada orang lain yang diharapkan dapat dilunasi karena pengakuan dan kemampuan finansial debitor yang cukup terpercaya. Piutang ini disebut juga "piutang yang baik atau kuat".

Piutang tidak diharapkan
Piutang yang ada pada orang lain yang tidak diharapkan dapat dilunasi karena ketidakmampuan finansial debitor atau pengingkarannya. Piutang ini disebut juga dengan "piutang yang diragukan atau piutang lemah".

Utang pribadi
Sejumlah harta yang terbukti menjadi tanggungan untuk dilunasi karena berhubungan dengan kebutuhan dasar (primer).

Piutang yang hilang
Piutang yang tidak bisa dilunasi pada masa jatuh temponya karena debitor mengalami kebangkrutan finansial, menghilang atau tidak bisa dihubungi.

Piutang yang sah
Piutang yang tidak bisa gugur kecuali setelah dilunasi atau dibebaskan oleh kreditor.

Piutang yang disangka
Piutang yang tidak diketahui oleh pemiliknya apakah akan sampai kepadanya atau tidak. Dalam sebuah hadis riwayat Umar disebutkan: (Tidak ada kewajiban zakat atas piutang yang disangka).

Obligasi utang
Surat-surat berharga (uang giral) yang dikeluarkan oleh debitor sebagai tanda peminjaman uang yang dapat ditarik dari rekening debitor sendiri. Surat ini disebut juga "surat pengambilan uang".

Obligasi piutang
Surat-surat berharga (uang giral) yang dikeluarkan oleh kreditor yang merupakan bukti pemberian pinjaman uang yang dapat ditarik dari rekening debitor. Surat ini disebut juga "surat pembayaran".

Rekening investasi berjangka
Sejenis rekening investasi pada bank yang tidak boleh ditarik oleh pemiliknya kecuali setelah berlalu jangka waktu yang ditentukan di mana pemiliknya akan memperoleh bunganya.

Rekening tabungan investasi
Sejenis rekening deposito tabungan pada bank di mana pemiliknya boleh memasukkan tambahan deposito atau menariknya dan ia mendapat bunganya.

Rekening berjalan
Sejenis rekening deposito di mana seorang nasabah mendepositokan sejumlah uang pada bank dan boleh melakukan penarikan melalui cek atau perintah pembayaran lain ketika diminta.

Deposito investasi
Deposito uang pada bank sekaligus untuk diinvestasikan. Istilah ini lebih tepat disebut dengan "rekening investasi".

Hiwalah (wesel)
Transfer utang dari tanggungan seorang menjadi tanggungan pihak lain.

Investasi
Kegiatan penggunaan uang untuk memperoleh keuntungan.

Obligasi (uang giral)
Sertifikat yang memiliki nilai keuangan yang dapat dipakai untuk tujuan investasi.

Cek
Dokumen resmi sebagai bukti hak keuangan bagi pemiliknya.

Saham
Sertifikat keuangan yang merupakan bagian dari modal perusahaan.

Nilai nominal saham
Nilai yang tertera pada saham ketika dikeluarkan.

Harga pasaran saham
Nilai saham yang berlaku di pasaran bursa pada waktu tertentu.

Kuota
Bagian dari sesuatu. Dalam kaitannya dengan perusahaan istilah ini berarti bagian tertentu dari modal atau dari keuntungan.

Laba
Keuntungan yang diperoleh dari perdagangan.


Terminologi Zakat Pertanian.
Tanaman
Hasil yang diperoleh dari tumbuh-tumbuhan selain pohon.

Buah-buahan
Hasil yang diperoleh dari pohon.

Hari panen
Waktu di mana tanaman dan pohon-pohonan dapat dipetik hasil dan buahnya. Sesuai dengan firman Allah swt. yang artinya: (Tunaikanlah haknya di hari panennya (dengan membayar zakatnya). (Q.S. Al-An`am:141)

Air mata air
Air yang berasal dari perut bumi.

Irigasi buatan
Yaitu irigasi dengan menggunakan alat atau perlengkapan lain yang sejenis untuk menyiram tanaman.

Taksiran
Dalam istilah zakat maksudnya adalah menaksir volume zakat tanaman dan buah-buahan ketika telah mendekati masa panennya tanpa harus melalui proses penakaran atau penimbangan. Cara ini berdasarkan hadis Nabi saw. yang artinya: (Jika kamu ingin menaksir (hasil tanaman atau pohon) maka ambilah dua pertiganya dan kurangilah sepertiganya atau seperempatnya). (H.R. Abu Daud)

Juru taksir
Orang yang melakukan penaksiran.

Biaya tanaman dan buah-buahan
Yaitu biaya yang dikeluarkan untuk merawat tanaman dan buah-buahan sampai masa panen seperti biaya penyemaian, insektisida, pupuk dan lain-lain.

Pajak tanah (kharaj)
Yaitu besar pajak yang dipungut dari tanah yang terdiri dari dua jenis: pertama "pajak tugas" dengan cara menentukan jumlah tertentu yang diambil dari produksinya dan "pajak persentasi" dengan cara menentukan persentasi tertentu.

Sepersepuluh
Kadar zakat yang diambil dari tanaman dan buah-buahan yang pengairannya tidak memerlukan biaya. Istilah ini juga dipakai untuk persentasi yang diambil dari pajak komoditas warga negara non-muslim.

Seperduapuluh
Kadar zakat yang diambil dari tanaman dan buah-buahan yang pengairannya menelan biaya.

Sha` (gantang)
Satuan takaran sebanyak 4 mud yang dipakai oleh penduduk Madinah. Kadar ini sama dengan 5 1/3 ritel atau 3,176 kilogram.

Wasaq
Satuan takaran sebanyak 60 gantang (gantang Nabi) yaitu kira-kira 132,6 kilogram gandum. Dalam sebuah hadis dikatakan: (Korma yang kurang dari 5 wasaq tidak dikenai kewajiban zakat). (H.R. Bukhari Muslim)

Musaqat (pemeliharaan tanaman)
Sejenis transaksi di mana seseorang menyerahkan pohonnya kepada orang lain untuk dirawat dengan imbalan yang diambil dari sebagian hasilnya.

Muzara`ah (penanaman dan pemeliharaan tanaman)
Perjanjian antara dua pihak di mana pihak pertama menyerahkan sebidang tanah untuk dikelola kepada pihak lain dengan cara membagi hasil sesuai yang disepakati.

Tanah sepersepuluh
Tanah yang penghasilannya baik tanaman atau buah-buahan dikenakan zakat sebesar sepersepuluh atau seperdua puluh.

Tanah kharaj (areal pertanian yang kena pajak)
Tanah yang telah direklamasi dan siap ditanami kemudian dikenakan kharaj (pajak tanah) kepada pengelolanya.

Kharaj (pajak tanah)
Pajak yang dipungut dari tanah kharaj atau pajak yang dikenakan atas tanah yang dimiliki warga non-muslim atau pajak tanah secara umum.

Ariah
Dalam peristilahan zakat maksudnya adalah pohon yang buahnya dihibahkan untuk orang fakir selama satu tahun.

Wathi`ah
Yaitu pihak yang melakukan pencarian terhadap tanah pertanian kemudian mendapatkan areal tanah yang baik, siap ditanami.

Akilah
Yaitu pihak yang berhak memakan buah-buahan dari pohon yang dikenakan zakat, mereka adalah pemilik buah, keluarga dan tetamu yang kebetulan berada di tempat sebelum panen.


Terminologi Zakat Ternak
Hewan ternak lepas
Hewan ternak yang sepanjang tahun konsumsi makanannya terdiri dari rumput-rumputan, daun-daunan serta sampah tanaman dan buah-buahan tanpa harus dibeli (tanpa biaya).

Hewan ternak peliharaan
Hewan ternak yang konsumsi makanannya dibeli oleh pemiliknya (dengan biaya).

Hewan konsumsi
Hewan yang dibeli untuk dikonsumsi sendiri sebagai pemenuhan kebutuhan primer pembeli.

Hewan pekerja
Hewan yang digunakan sebagai tenaga kerja seperti unta untuk mengangkut air, sapi untuk membajak serta memutar roda irigasi.

Hewan dagangan
Hewan yang dibeli untuk dijual kembali sebagai upaya mencari keuntungan.

Usaha menyatukan hewan yang terpisah atau memisahkan hewan yang telah bersatu
Yaitu usaha menyatukan hewan-hewan yang berbeda tempat dan pemiliknya atau kebalikannya dengan tujuan menghindari kewajiban zakat atau mengurangi volume zakat hewan yang akan dibayarkan. Perilaku ini telah dilarang oleh Nabi saw. dalam suatu hadis yang artinya: (Sesungguhnya kami tidak mengambil zakat dari binatang yang sedang menyusui dan tidak juga memisahkan binatang yang terhimpun serta tidak menghimpun binatang yang terpisah). (H.R. Ahmad)

Hewan gabungan
Yaitu dua orang atau lebih memiliki sejumlah kambing, unta atau sapi yang sama-sama tergabung dalam tempat penggembalaan, minuman dan kandang untuk mengurangi biaya perawatannya. Ternak seperti ini dianggap seperti milik satu orang dalam penghitungan nisab dan volume zakat yang wajib dibayar.

Kambing yang mencukupi syarat zakat
Yaitu yang telah berusia satu tahun penuh.

Tabi`/tabi`ah
Sapi jantan atau betina yang telah berusia satu tahun dan memasuki tahun kedua.

Musannah
Sapi betina yang telah berusia dua tahun dan memasuki tahun ketiga.

Bintu makhad
Unta betina yang telah berusia satu tahun dan memasuki tahun kedua.

Bintu labun
Unta betina yang telah berusia dua tahun dan memasuki tahun ketiga.

Hiqqah
Unta betina yang telah berusia tiga tahun dan memasuki tahun keempat.

Jaza`ah
Unta betina yang telah berusia empat tahun dan memasuki tahun kelima.


Terminologi Zakat Barang Tambang Dan Hasil Laut
Hasil galian (rikaz)
Harta yang terpendam di perut bumi. Dalam sebuah hadis disebutkan: (Harta rikaz dikenakan zakat seperlima). (H.R. Jemaah)

Barang tambang
Barang-barang yang ditambang dari perut bumi yang mempunyai nilai ekonomis dan dapat dimanfaatkan manusia.

Harta karun yang terpendam
Harta kekayaan yang berharga yang dipendam dalam perut bumi oleh seseorang baik dalam bentuk emas, perak atau barang berharga lainnya.

Seperlima rikaz
Kadar zakat yang wajib dibayar dari harta galian, yaitu sebesar 20%.

Harta rampasan perang (ghanimah)
Rikaz juga termasuk dalam katagori ghanimah.

Hasil pertambangan laut
Setiap barang berharga yang memiliki nilai ekonomis yang diambil dari laut seperti mutiara, marjan, ikan paus dan lainnya.


Terminologi Zakat Hasil Eksploitasi
Barang eksploitasi
Yaitu barang-barang yang tidak diperjual-belikan tapi dipersiapkan agar dapat menghasilkan keuntungan. Barang-barang ini dimiliki dengan niat untuk menghasilkan pemasukan.

Produksi
Yaitu yang dihasilkan dari barang-barang eksploitasi seperti uang sewa real-estate dan peralatan industri, madu yang diambil dari lebah dan susu dari hewan ternak yang dalam istilah perdagangan modern disebut "profit (laba)" atau "income".

Pertumbuhan
Yaitu pertambahan. Harta ini dapat diklasifikasikan ke dalam : (laba perdagangan) yang diperoleh dari berbagai macam kegiatan perdagangan, (laba produksi) yang diperoleh dari macam-macam komoditas sebelum dijual dan (jasa/manfaat) yaitu yang diperoleh dari barang-barang pembelian yang khusus untuk dipakai.

Hasil pendapatan
Harta yang diperoleh secara tidak menentu seperti dari warisan, hadiah, hibah dan lain-lain, tanpa ada usaha.

Biaya kebutuhan pokok
Yaitu biaya hidup yang terdiri dari kebutuhan sandang, pangan, papan, pendidikan, pengobatan dan lainnya untuk merealisasi tujuan-tujuan utama syariat Islam yaitu pemeliharaan atas agama, jiwa, akal, keturunan dan harta.


Terminologi Mustahik Zakat
Mustahak zakat
Yaitu pihak yang berhak menerima zakat yang terdiri dari 8 golongan masyarakat seperti tercantum dalam firman Allah swt. yang artinya: (Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanya disalurkan kepada orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana). (S. At-Taubat:60)

Fakir
Yaitu kelompok masyarakat yang tidak dapat memenuhi kebutuhan pokoknya (primer). Sebagian ulama berpendapat orang yang tidak memiliki nisab zakat.

Miskin
Kelompok masyarakat yang memiliki kurang dari biaya yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri, keluarga serta orang lain yang berada dalam tanggungannya. Ada juga ulama yang berpendapat orang yang tidak mempunyai harta sama sekali.

Petugas zakat (amil)
Pihak yang diangkat pemerintah untuk menangani urusan pemungutan zakat dari sumbernya dan menyalurkannya kepada mustahak.

Mualaf
Kelompok masyarakat dari orang-orang yang baru memeluk Islam yang diberikan zakat untuk membujuk hati mereka untuk tetap dalam Islam atau memantapkan keimanan mereka.

Budak
Mereka adalah hamba sahaya yang diberikan zakat untuk memerdekakan diri mereka dari perbudakan.

Orang yang berutang
Mereka adalah kelompok masyarakat yang dibebani utang pribadi dan tidak mempunyai harta untuk melunasinya atau orang yang menanggung pembayaran diyat pembunuhan untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan atau orang yang menanggung utang tertentu.

Fisabilillah (memperjuangkan agama)
Jihad di jalan Allah swt. dan kegiatan sejenisnya dalam rangka dakwah Islam.

Ibnu sabil (musafir)
Musafir yang jauh dari negerinya dan telah tertutup semua sumber rezekinya.

Pekerja
Orang yang dapat memenuhi kebutuhannya karena memiliki kemampuan bekerja. Dalam sebuah hadis dikatakan: (Tidak dihalalkan zakat bagi orang kaya dan orang yang memiliki kemampuan bekerja). (H.R. Perawi yang empat)

Hamalah
Yaitu tanggung jawab yang diemban oleh seseorang yang berusaha memperbaiki hubungan antara sesama manusia.

Bencana
Yaitu musibah atau kejadian yang menimpa seseorang sehingga merusak harta kekayaannya seperti kebakaran dan lainnya.

Paceklik
Yaitu kemiskinan dan keadaan sangat membutuhkan.

Pengalihan (pengiriman) zakat
Yaitu penyaluran zakat di luar tempat pemungutannya.

Defisit zakat
Apabila zakat tidak cukup untuk dibayarkan kepada semua mustahaknya yang 8 golongan masyarakat.

Tauzif
Maksud istilah ini dalam kaitan zakat adalah mewajibkan pemungutan pajak atas orang-orang kaya dengan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh syariat Islam apabila harta zakat tidak mencukupi. Sistem ini diambil dari hadis Nabi saw. yang artinya: (Sesungguhnya dalam harta itu ada kewajiban lain di luar kewajiban zakat). (H.R. Ibnu Majah dan Tirmizi)

Anggaran dana zakat
Yaitu daftar yang memuat keterangan perkiraan pemasukan dan pengeluaran zakat selama satu tahun mendatang.

Defisit anggaran dana zakat
Yaitu keadaan zakat pada masa tertentu di mana pengeluaran lebih besar dari pemasukan.

Surplus anggaran dana zakat
Yaitu keadaan zakat pada masa tertentu di mana pemasukan lebih besar dari pengeluaran.


Zakat menurut etimologi
Zakat menurut etimologi berarti, berkat, bersih, berkembang dan baik. Dinamakan zakat karena, dapat mengembangkan dan menjauhkan harta yang telah diambil zakatnya dari bahaya. Menurut Ibnu Taimiah hati dan harta orang yang membayar zakat tersebut menjadi suci dan bersih serta berkembang secara maknawi.

Zakat menurut terminologi Zakat menurut terminologi berarti, sejumlah harta tertentu yang diwajibkan oleh Allah swt. untuk diberikan kepada para mustahik yang disebutkan dalam Alquran. Atau bisa juga berarti sejumlah tertentu dari harta tertentu yang diberikan untuk orang tertentu. Lafal zakat dapat juga berarti sejumlah harta yang diambil dari harta orang yang berzakat.

Zakat dalam Alquran dan hadis kadang-kadang disebut dengan sedekah, seperti firman Allah swt. yang berarti, "Ambillah zakat (sedekah) dari harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka dan berdoalah buat mereka, karena doamu itu akan menjadi ketenteraman buat mereka." (Q.S. At Taubah, 103). Dalam sebuah hadis sahih, Rasulullah saw. ketika memberangkatkan Muaz bin Jabal ke Yaman, beliau bersabda, "Beritahulah mereka, bahwa Allah mewajibkan membayar zakat (sedekah) dari harta orang kaya yang akan diberikan kepada fakir miskin di kalangan mereka." (Hadis ini diketengahkan oleh banyak perawi)

Syarat-Syarat Wajib Zakat
Zakat diwajibkan atas beberapa jenis harta dengan berbagai syarat yang harus dipenuhi. Syarat-syarat ini dibuat untuk membantu pembayar zakat agar dapat membayar zakat hartanya dengan rela hati sehingga target suci disyariatkannya zakat dapat tercapai.

Syarat-syarat tersebut adalah:
1. Milik sempurna (milik 100 %)
2. Berkembang secara real atau estimasi
3. Sampai nisab
4. Melebihi kebutuhan pokok
5. Cukup haul
6. Tidak terjadi zakat ganda


Milik Sempurna
Yang dimaksud dengan milik sempurna (milik 100 %) adalah kemampuan pemilik harta mentransaksikan barang miliknya tanpa campur tangan orang lain. Hal ini disyaratkan karena pada dasarnya zakat berarti pemilikan dan pemberian untuk orang yang berhak, ini tidak akan terealisir kecuali bila pemilik harta betul-betul memiliki harta tersebut secara sempurna. Dari sinilah, maka harta yang telah berada di luar kekuasaan pemilik (harta dhimar) atau cicilan mas kawin yang belum dibayar tidak wajib zakat.

Hal ini sesuai dengan hadis yang diriiwayatkan oleh sekelompok sahabat yang berarti: "Tidak ada zakat pada harta dhimar, tidak ada zakat pada cicilan maskawin yang tertunda, karena wanita tidak dapat menggunakannya, tidak ada zakat pada piutang atas orang yang kesulitan. Bila sudah berada di tangan, baru wajib dizakati untuk satu tahun berjalan saja, meskipun piutang itu, atau maskawin tersebut telah berada di tangan orang lain/ suaminya bertahun-tahun, demikian juga piutang atas orang yang susah dari sejak beberapa tahun."


Berkembang Secara Real Atau Estimasi
Dengan artian bahwa harta tersebut harus dapat berkembang secara real atau secara estimasi. Yang dimaksud dengan pertumbuhan real adalah pertambahan akibat kelahiran, perkembang biakan atau niaga.

Sedangkan yang dimaksud dengan pertumbuhan estimasi adalah harta yang nilainya mempunyai kemungkinan bertambah seperti emas, perak dan mata uang yang semuanya mempunyai kemungkinan pertambahan nilai dengan memperjualbelikannya, sebab itu, semua jenis harta di atas mutlak harus dizakati, berbeda dengan lahan tidur yang tidak dapat berkembang baik secara real maupun secara estimasi, maka tidak wajib dizakati.


Sampai Nisab
Nisab adalah jumlah harta yang ditentukan secara hukum, di mana harta tidak wajib dizakati jika kurang dari ukuran tersebut. Syarat ini berlaku pada uang, emas, perak, barang dagangan dan hewan ternak.

Dalam sebuah hadis Nabi saw. bersabda, "Tidak ada kewajiban zakat atas harta emas yang belum sampai 20 dinar (1 dinar= 4,25 gram, jadi 20 dinar=85 gram). Apabila telah sampai 20 dinar, maka zakatnya adalah setengah dinar. Demikian juga perak tidak diambil zakatnya sebelum sampai 200 dirham (1 dirham=2,975 gram, jadi 200 dirham=595 gram) yang dalam hal ini zakatnya adalah 5 dirham."

Nisab emas adalah 20 mitsqal=85 gram emas murni. Nisab perak adalah 200 dirham=595 gram perak murni. Nisab zakat barang dagangan adalah senilai 85 gram emas murni. Barang-barang zakat lainnya sudah ditetapkan juga nisabnya masing-masing. Termasuk dalam barang zakat adalah barang yang telah lengkap satu nisab berikut kelebihannya.

Adapun barang yang kurang dari satu nisab, tidak termasuk barang yang wajib dizakati. Kesempurnaan nisab dilihat pada awal dan akhir haul, kekurangan dan kelebihan di antara awal dan akhir haul tidak mempengaruhi nisab. Harta zakat beserta penghasilannya digabungkan di akhir haul. Pendapat ini dianut mazhab Hanafi, Maliki dan mayoritas ulama dan cara ini nampaknya lebih mudah diterapkan.

Pengaruh Penggabungan Harta Terhadap Kadar Yang Wajib Dibayar
Harta campuran adalah harta milik beberapa orang yang diperlakukan sebagai harta seorang, dengan alasan kesamaan sifat dan kondisi, seperti kesamaan tempat penggembalaan, tempat minum dan kandang hewan ternak, kesamaan jaminan, urusan dan pembiayaan pada harta perusahaan. Prinsip percampuran ini pada dasarnya diterapkan pada zakat hewan ternak, namun sebagian mazhab menggeneralisasikannya pada selain hewan ternak seperti pertanian, buah-buahan dan mata uang.

Bila kaidah ini diaplikasikan pada harta perusahaan, Anda akan memperlakukan seolah-olah harta itu harta satu orang, baik dalam perhitungan nisab dan kalkulasi kadar yang wajib dibayar. Bila diaplikasikan pada nisab kekayaan ternak, Anda akan mengatakan bahwa nisab hewan ternak yang dimiliki oleh tiga orang, masing-masing memiliki 15 ekor domba telah memenuhi satu nisab, karena jumlah kekayaan ternak 45 ekor, telah melebihi nisab, yaitu 40 ekor kambing. Dalam hal ini, wajib dibayar satu ekor kambing sebagai zakat, di mana jika diaplikasikan secara perorangan, maka nisabnya tidak mencukupi dan tidak wajib dibayar zakatnya.


Melebihi Kebutuhan Pokok
Barang-barang yang dimiliki untuk kebutuhan pokok, seperti rumah pemukinan, alat-alat kerajinan, alat-alat industri, sarana transportasi dan angkutan, seperti mobil dan perabot rumah tangga, tidak dikenakan zakat. Demikian juga uang simpanan yang dicadangkan untuk melunasi utang (akan dijelaskan kemudian), tidak diwajibkan zakat, karena seorang kreditor sangat memerlukan uang yang ada di tangannya untuk melepaskan dirinya dari cengkeraman utang.

Oleh sebab itu, maka harta yang dipersiapkan untuk memenuhi kebutuhan pokok tidak wajib dizakati


Cukup Haul
Haul adalah perputaran harta satu nisab dalam 12 bulan kamariah. Jika terdapat kesulitan akuntasi karena biasanya anggaran dibuat berdasarkan tahun syamsiah, maka boleh dikalkulasikan berdasarkan tahun syamsiah dengan penambahan volume (rate) zakat yang wajib dibayar, dari 2,5 % menjadi 2,575 % sebagai akibat kelebihan hari bulan syamsiah dari bulan qamariah

Khusus hasil pertanian, tidak disyaratkan haul, sesuai dengan firman Allah swt. yang artinya, "Bayarlah zakatnya pada waktu panen." (Q.S. Al An`am,141). Demikian juga kekayaan tambang dan barang galian juga tidak disyaratkan haul, sesuai konsensus para ulama


Tidak Terjadi Zakat Ganda
Apabila suatu harta telah dibayar zakatnya kemudian harta tersebut berubah bentuk, seperti hasil pertanian yang telah dizakati kemudian hasil panen tersebut dijual dengan harga tertentu, atau kekayaan ternak yang telah dizakati kemudian dijual dengan harga tertentu. Dalam hal ini, harga penjualan barang yang telah dizakati di akhir haul tidak wajib dizakati lagi agar tidak terjadi zakat ganda pada satu jenis harta. Hal ini sesuai dengan hadis Rasulullah saw. yang berarti, "Tidak ada ganda dalam zakat". (H.R. Bukhari dan Muslim)

Harta Umum, Wakaf Dan Kebajikan Sosial
Harta umum tidak wajib dibayar zakatnya, karena harta itu dimiliki oleh orang banyak, mungkin di antara mereka terdapat fakir miskin. Dalam hal ini tidak terdapat pemilik khusus, sehingga tidak ada urgensinya pemerintah mengambil zakat dari hartanya sendiri untuk disalurkan kepada pihaknya juga.

Hal yang sama berlaku pula untuk harta wakaf yang diperuntukkan buat kepentingan umum, seperti untuk para fakir miskin, mesjid-mesjid, yatim-piatu dan lain sebagainya, mengingat karena pemilik harta tersebut telah mewakafkannya untuk kepentingan umum. Demikian juga tidak wajib dizakati harta yayasan bakti sosial, karena harta tersebut adalah milik sekelompok orang-orang fakir yang hanya disalurkan kepada orang-orang yang memerlukan di samping harta tersebut tidak dimiliki oleh satu orang tertentu.


Sumber Zakat

Zakat Uang (Emas, Perak Dan Mata Uang)

Definisi uang

Yang dimaksud dengan uang ialah semua jenis uang kertas dan uang logam yang berlaku di tempat pengumpulan zakat atau pun di negeri lain.

Kewajiban zakat uang

Kewajiban zakat uang telah ditetapkan dalam Alquran, hadis dan ijmak. Allah swt. berfirman, "Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahanam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu." (Q.S. At-Taubah:34-35)

Adapun dalam hadis telah dinyatakan dalam sabda Rasulullah saw., "Harta yang telah dibayarkan zakatnya tidak lagi dinamakan harta simpanan (kanzun)." (H.R. Hakim yang disahihkan oleh Zahabi) Dan sabda Nabi saw. lain yang berbunyi, "Tidak seorang pemilik emas dan perak pun yang tidak melaksanakan haknya (zakatnya) kecuali pada hari kiamat nanti emas dan perak tersebut akan dijadikan lempengan-lempengan api yang dipanaskan dalam neraka Jahanam kemudian akan disetrikakan ke sisi tubuhnya, keningnya dan punggungnya." (H.R. Muslim)

Sepanjang masa, para ulama fikih telah sepakat atas kewajiban menunaikan zakat emas dan perak serta kekayaan mata uang lain yang dikiaskan dan mempunyai hukum yang sama dengan kedua jenis logam mulia itu. Lembaga Fikih Islam yang berkantor pusat di Jedah telah menetapkan dalam surat keputusan no. 9, priode ke-3 yang berbunyi: (Uang kertas juga dianggap sebagai kekayaan uang yang memiliki harga (daya beli) sepenuhnya sehingga berlaku padanya hukum syariat yang ditetapkan terhadap emas dan perak, seperti riba, zakat, transaksi silim dan lain-lain).

Nisab zakat uang

Harta kekayaan yang akan dikeluarkan zakatnya itu harus mencapai nisab, yaitu batas minimal yang telah ditetapkan syariat Islam di mana bila kurang dari batas tersebut tidak wajib dizakati namun jika telah mencapai batas tersebut, maka wajib dizakati.

Nisab emas dan mata uang emas lainnya ialah sebanyak 20 misqal, yaitu sama dengan 85 gram emas murni. (1 misqal = 4,25 gram)

Sedangkan nisab perak serta mata uang perak lainnya adalah 200 dirham, atau sama dengan 595 gram perak murni. (1 dirham = 2,975 gram)

Dalam muktamarnya yang ke-2, Lembaga Riset Islam telah mengambil suatu keputusan yang berbunyi: (Nisab kekayaan uang logam, mata uang, giral serta komoditas perdagangan dihitung berdasarkan harga nisab emas. Yang telah mencapai harga 20 misqal emas, maka harus dibayarkan zakatnya karena nilai emas lebih stabil dibandingkan yang lainnya).

Untuk mengetahui harga pasaran 1 misqal emas yang berlaku sekarang dapat ditanyakan kepada para spesialis yang ahli dalam bidang ini.

Para ahli ekonomi Islam memberikan alasan lain mengapa nisab emas, dijadikan standar dalam menentukan nisab zakat uang. Yaitu karena emas merupakan logam mulia yang dijadikan jaminan untuk uang yang dikeluarkan suatu negara dan atas dasar harga emas itulah nilai uang kertas dihitung sehingga emas merupakan mata uang internasional sekaligus standar menilai mata uang dunia walaupun harganya terkadang mengalami perubahan sesuai dengan kondisi pasar.

Menurut mazhab Hanafiah emas dapat digunakan untuk melengkapi nisab perak yang ada, yaitu harganya bukan bendanya. Sehingga dihitung harga emas yang ada sesuai perbandingan dengan nisabnya kemudian dihitung pula harga perak yang ada, bila sudah mencapai nisab, maka harus dizakati. Karena pengertian "kaya" telah terwujud dengan memiliki nilai sebesar nisab. Begitu juga halnya dengan komoditas perdagangan lain harus digabungkan dengan emas dan perak yang ada untuk melengkapi nisab. Nisab uang, baik uang kertas dan uang logam, dihitung berdasarkan emas, yaitu yang sama dengan harga 85 gram emas murni. Yang dimaksud dengan emas murni ialah yang masih berupa batangan dengan kadar karat 99,9% sesuai dengan harga pada waktu mencapai haul di negeri si pembayar zakat.

Adapun emas yang tidak murni harus dikurangi sesuai dengan berat campurannya.
Dalam emas 18 karat (6/24 = 1/4), umpamanya, harus dikurangi seperempat, kemudian selebihnya dizakati. Dan dalam emas 21 karat (3/24 = 1/8), umpamanya, seperdelapan harus dikurangi, kemudian selebihnya dizakati. Demikian pula cara penghitungan perak tidak murni.

Syarat kewajiban zakat emas, perak dan uang

Zakat uang, emas dan perak itu hanya wajib apabila telah memenuhi syarat-syaratnya sesuai dengan yang telah dijelaskan sebelumnya.

Volume zakat emas, perak dan uang

Volume yang wajib dibayarkan dari zakat emas, perak dan uang ialah sebesar 1/40 (2,5%).

Cara menghitung volume zakat emas dan perak dengan nilai mata uang

Jika si pembayar zakat ingin mengeluarkan zakat emas atau pun peraknya dengan uang, maka hasil perkalian volume zakat yang wajib dibayarkan dengan harga per gramnya itulah jumlah yang harus dibayarkan. Contohnya, 25 gram emas volume zakat dengan harga 4 dinar per gram, jadi 25 x 4 = 100 dinar.


Zakat Perhiasan, Barang Emas Dan Perak
Perhiasan wanita yang dikhususkan untuk pemakaian pribadi tidak wajib dizakati selama tidak melebihi batas yang wajar di antara kaum wanita lain yang berada dalam status sosial yang sama. Sedangkan perhiasan yang melebihi batas kewajaran, harus dibayar zakatnya karena itu sama dengan menimbun dan menyimpan harta. Seorang wanita juga harus membayar zakat perhiasan yang sudah tidak ia pakai lagi karena sudah lama atau sebab lainnya.

Kedua perhiasan di atas zakatnya dihitung berdasarkan berat emas dan perak murni, tanpa mempertimbangkan mahal murahnya perhiasan tersebut karena desain bentuk atau batu permata serta aksesoris lain yang menghiasinya.

Lain halnya dengan emas dan perak yang ada di tangan para pedagang, dalam hal ini yang dijadikan dasar dalam penghitungan zakatnya adalah harga keseluruhan berikut batu-batu permata yang ada.

Perhiasan Emas Dan Perak Yang Haram Dipakai Harus Dizakati
Perhiasan emas yang haram dipakai tetapi dimiliki oleh kaum lelaki harus dikeluarkan zakatnya, seperti gelang dan jam tangan. Begitu juga wanita yang memakai perhiasan kaum lelaki harus membayarkan zakatnya karena haram bagi dirinya. Adapun cincin perak tidak dikenakan kewajiban zakat karena halal dipakai kaum lelaki.

Singkatnya, seluruh perhiasan emas dan perak yang haram dipakai, wajib dizakati bila telah mencapai nisab dengan sendirinya atau pun dengan cara digabungkan dengan yang lain. Sebagaimana kekayaan yang berupa uang harus digabungkan dengan emas dan perak untuk melengkapi nisabnya begitu juga komoditas dagang harus disatukan dengan kekayaan lainnya agar mencapai nisab.

Volume zakat perhiasan emas dan perak yang harus dikeluarkan adalah sebesar 2,5% atau 1/40.


Zakat Obligasi
Hukum jual beli obligasi

Obligasi merupakan bagian dari pinjaman yang diberikan kepada perusahaan atau pihak yang mengeluarkannya. Perusahaan atau pihak yang bersangkutan memberikan suku bunga tertentu terhadap obligasi tersebut tanpa mengaitkannya dengan keuntungan atau kerugian dan ia berkewajiban melunasinya pada waktu yang telah ditentukan. Obligasi itu memiliki harga nominal, yaitu harga asli ketika pertama kali dikeluarkan dan harga pasaran yang disesuaikan dengan kondisi penawaran dan permintaan (supply dan demand).

Hukum jual beli obligasi adalah haram menurut syariat Islam karena mengandung suku bunga riba yang diharamkan dan juga termasuk kategori penjualan utang kepada yang tidak berwenang yang tidak dibolehkan.

Cara membayar zakat obligasi

Meskipun jual beli obligasi itu diharamkan karena mengandung unsur riba, namun si pemilik tetap berkewajiban membayar zakat dari total nilai nominal obligasi yang dia miliki dengan cara menggabungkannya dengan kekayaan yang lain dalam pertimbangan nisab dan haul, kemudian membayar 2,5% dari jumlah keseluruhan, tanpa suku bunga. Suku bunga yang diharamkan itu harus dinafkahkan untuk kepentingan bakti sosial dan maslahat umum, di luar pembangunan mesjid dan pencetakan Alquran dan lain-lain.

Pembelanjaan bunga riba yang sedemikian itu adalah untuk menghindari penghasilan haram yang tidak boleh dimasukkan dalam pembayaran zakat dan tidak boleh dinafkahkan untuk kepentingan diri sendiri dan keluarga tetapi sebaiknya disumbangkan kepada orang-orang yang sedang tertimpa kelaparan, bencana alam dan musibah lainnya.


Zakat Saham
Hukum jual beli saham

Saham termasuk bagian dari modal suatu perusahaan yang bisa mengalami keuntungan dan kerugian sesuai dengan keuntungan dan kerugian perusahaan yang bersangkutan. Pemilik saham termasuk di antara orang-orang yang berserikat dalam permodalan perusahaan, atau sebagai pemilik kekayaan perusahaan sesuai dengan besar sahamnya dan ia berhak menjual saham tersebut kapan saja dia kehendaki.

Saham mempunyai harga nominal yang ditetapkan ketika pertama kali dikeluarkan dan juga harga pasaran yang ditentukan berdasarkan kondisi penawaran dan permintaan (supply dan demand) di bursa efek di mana saham-saham itu beredar.

Halal atau haramnya saham suatu perusahaan, tergantung pada aktifitas ekonomi yang dijalankan perusahaan bersangkutan. Dari itu, diharamkan membeli saham dari suatu perusahaan yang bergerak dan mempraktekkan sesuatu yang diharamkan, seperti riba dan pembuatan serta penjualan minuman-minuman beralkohol. Atau mempraktekkan sistem penjualan yang diharamkan, seperti sistem penjualan dengan sampel komoditas dan penjualan beresiko.

Cara membayar zakat saham

Jika perusahaan yang bersangkutan telah membayar zakat sahamnya sesuai dengan yang telah diterangkan dalam pasal zakat perusahaan, maka si pemilik saham tidak lagi berkewajiban mengeluarkan zakat sahamnya, agar tidak terjadi pembayaran zakat ganda.

Bila perusahaan itu belum mengeluarkan zakatnya, maka si pemilik saham wajib membayar zakatnya dengan cara sebagai berikut:
Bila si pemilik bermaksud memperjualbelikan sahamnya, maka volume zakat yang wajib dikeluarkan ialah sebesar 2,5% dari harga pasaran yang berlaku pada waktu kekayaan mencapai haul seperti komoditas dagang yang lain.

Jika si pemilik hanya mengambil keuntungan dari laba tahunan saham itu, maka cara pembayaran zakatnya adalah sebagai berikut:

1. Jika ia bisa mengetahui, melalui perusahaan yang mengeluarkan saham atau pihak lain, nilai setiap saham dari total kekayaan perusahaan yang wajib dia zakati, maka ia wajib membayar zakatnya sebesar 2,5% dari nilai saham itu.

2. Jika ia tidak dapat mengetahuinya, maka ia harus menggabungkan laba saham tersebut dengan kekayaan yang lain dalam penghitungan haul dan nisab kemudian membayar zakatnya sebesar 2,5%.


Zakat Piutang
Piutang ialah sejumlah uang yang dipinjamkan kepada orang lain yang wajib dikeluarkan zakatnya jika kemungkinan besar dapat dilunasi orang itu. Piutang digabungkan dengan kekayaan uang yang lain dalam penghitungan nisabnya. Sedangkan utang yang ditanggung oleh seorang pembayar zakat dapat merubah hukum zakat seperti berikut:

1. Utang itu dapat mencegah kewajiban zakat dari orang yang menanggungnya sesuai dengan besar utang tersebut bila telah ada sebelum waktu wajib membayar zakat, bila tidak dapat dilunasi dengan selain harta zakat yang melebihi kebutuhan primernya.

2. Jika si penanggung utang itu memiliki harta zakat yang berbeda-beda jenisnya, maka ia harus menggunakan salah satunya untuk melunasi utang tersebut dan menzakati harta zakat yang lain. Hal ini dianggap lebih bermanfaat bagi mereka yang berhak menerima zakat.

3. Utang-utang jangka panjang yang berhubungan dengan kredit tempat tinggal dan lain-lain yang biasa dilunasi dengan cara cicilan tidak wajib dizakati, bahkan dapat mengurangi harta zakat sesuai dengan besar cicilan tahunan sehingga orang yang bersangkutan hanya berkewajiban menzakati sisa harta yang di tangannya, jika masih mencapai nisab atau lebih.

4. Harta yang wajib dizakati, terlebih dahulu dikurangi dengan seluruh utang yang berhubungan dengan modal niaga, bila tidak terdapat aset lain yang melebihi kebutuhan primernya.

5. Harta yang wajib dizakati itu terlebih dahulu dikurangi dengan utang-utang investasi pembiayaan suatu proyek industri bila tidak ada aset lain yang melebihi kebutuhan primernya yang dapat digunakan untuk melunasi utang-utang tersebut. Jika ada, maka aset itulah yang digunakan untuk melunasi utang sehingga harta zakat di atas tidak perlu dikurangi.

Bila aset itu tidak cukup untuk melunasi utang, maka diambil dari harta zakat untuk melunasi sisa utang itu. Seandainya utang investasi itu berjangka panjang, maka harta zakat diambil hanya untuk melunasi cicilan tahunan berjalan saja.


Definisi Komoditas Dagang
Yang dimaksud dengan komoditas dagang ialah seluruh barang yang dibeli dengan tujuan untuk diperdagangkan, baik dengan cara mengimpor dari luar negeri atau dibeli dari pasar setempat. Komoditas itu bisa berupa real estate, bahan makanan, bahan pertanian, hewan ternak dan lain sebagainya, baik dilakukan oleh perseorangan atau beberapa orang dalam sebuah usaha bersama.

Perbedaan Antara Barang Milik Pribadi Dan Komoditas Dagang
Yang dimaksud dengan barang milik pribadi ialah semua barang yang dibeli untuk digunakan secara pribadi, bukan untuk diperdagangkan yang dalam ilmu akuntansi dinamakan aset tetap, yaitu yang dibeli oleh seorang pedagang atau pengusaha dengan niat untuk ditahan sebagai alat produksi, seperti mesin, bangunan, mobil, peralatan, areal tanah, perabotan, gudang, rak pajang, meja dan perlengkapan kantor dan lain-lain yang tidak untuk diperjualbelikan. Seluruh benda-benda itu merupakan aset yang tidak wajib dizakati dan tidak termasuk harta zakat.

Sedangkan komoditas dagang adalah barang-barang yang sengaja dipersiapkan untuk diperjualbelikan yang di dalam istilah akuntansi dinamakan dengan aset berkembang. Yaitu segala sesuatu yang dibeli oleh seorang pedagang atau pengusaha dengan niat untuk diperdagangkan. Seperti barang dagangan, alat-alat, mobil, tanah dan lain-lain. Semua komoditas itu harus dizakati bila telah memenuhi syarat wajibnya.

Syarat Wajib Zakat Komoditas Dagang
Syarat wajib zakat komoditas dagang sama dengan syarat wajib zakat kekayaan uang ditambah dua syarat lain yaitu usaha dan niat.

1. Usaha, yaitu memiliki komoditas dagang dengan cara transaksi pertukaran.
Baik melalui transaksi pembelian kontan atau barter, atau dengan utang biasa dan berjangka. Seperti seorang wanita yang memperoleh suatu komoditas sebagai mahar kawin atau pengganti khuluk.
Tetapi bila komoditas itu diperoleh dengan cara warisan, hibah, menarik kembali barang yang cacat atau memanfaatkan tanah yang dimiliki untuk pertanian, maka berarti ia tidak menzakatinya sebagai komoditas dagang namun sebagai barang-barang ekploitasi karena diperoleh tidak dengan proses pertukaran.

2. Niat, yaitu dengan merencanakan akan memperdagangkan komoditas yang telah diperoleh.
Berdagang ialah menjual komoditas yang telah dibeli dengan tujuan mendapatkan keuntungan. Agar niat dapat dianggap sah harus dikukuhkan ketika pertama kali membeli suatu komoditas. Seandainya seseorang membeli sebuah mobil dengan niat untuk pemakaian pribadi tetapi akan dijual juga bila mendatangkan keuntungan, maka mobil itu tidak termasuk komoditas dagang yang wajib dizakati. Berbeda dengan seandainya ia membeli beberapa unit mobil dengan niat diperdagangkan dan untuk mencari laba lalu salah satu dipakai sendiri, maka mobil tersebut tetap sebagai komoditas dagang yang wajib dizakati, karena yang dijadikan tolak ukur adalah niat pertama ketika membeli.

Dengan demikian segala barang yang dibeli dengan niat untuk dimanfaatkan sendiri, tidak bisa dianggap sebagai komoditas dagang hanya karena ingin menjual jika mendatangkan laba. Segala barang yang diniatkan untuk diniagakan tidak akan berubah menjadi barang milik pribadi hanya karena digunakan untuk pemakaian sendiri sewaktu-waktu.

Namun bila seorang telah membeli suatu barang dengan niat untuk diperdagangkan kemudian sebelum dijual ia merubah niat dan memanfaatkannya buat kepentingan pribadi, maka niat itu telah cukup untuk merubah status barang di atas dari komoditas dagang menjadi barang milik pribadi sehingga tidak wajib dizakati. Begitu juga sebaliknya, jika ia membeli sebuah barang untuk dipakai sendiri kemudian berubah niat untuk diniagakan, maka barang itu wajib dizakati.

Termasuk komoditas dagang yang wajib dizakati adalah laba yang dihasilkan dari kegiatan-kegiatan berikut>
1. Praktek jual beli dengan tujuan mencari keuntungan yang mencakup proyek-proyek perdagangan baik berupa usaha individual atau pun mudarabah, atau perusahaan pribadi atau pun perseroan dan lain sebagainya.
2. Praktek mediasi antara pedagang, seperti para broker dan makelar yang mendapatkan komisi.
3. Praktek tukar-menukar mata uang dan berbagai macam bentuk investasi.

Cara Membayar Zakat Komoditas Dagang
Apabila waktu pembayaran zakat telah tiba, maka wajib bagi seorang pedagang muslim atau pemilik suatu perusahaan menginventarisir aset usahanya yang berupa komoditas dagang lalu menggabungkannya dengan kekayaan uang lain, baik yang dikembangkan dalam perniagaan maupun tidak, ditambah dengan piutang-piutang yang kemungkinan besar dapat dilunasi lalu dikurangi utang-utang yang harus dilunasi kepada pihak lain kemudian sisanya dizakati sebesar 2,5% (lihat kembali: haul sebagai syarat wajib zakat).

Dalam masalah ini Imam Abu Ubaid telah meriwayatkan pendapat Maimun bin Mahran sebagai berikut: "(Bila telah tiba waktu pembayaran zakat, maka hitunglah kekayaan uang dan barang perniagaan yang kamu miliki kemudian taksir seluruhnya dalam bentuk uang setelah ditambah dengan piutang yang ada dan dikurangi dengan utang yang harus dilunasi kemudian zakatilah sisanya)."

Bagaimana Seorang Pedagang Menaksir Aset Dagangnya?
Setiap pedagang harus menaksir kekayaan niaganya dengan harga pasaran yang berlaku ketika itu baik lebih rendah dari harga pembelian atau pun lebih tinggi karena harga saat itulah yang dijadikan standar. Yang dimaksud dengan harga pasaran ialah harga penjualan pada saat kewajiban zakat itu tiba. Di sini tidak diterapkan prinsip akuntansi lama yang memperhitungkan biaya atau harga pasaran yang lebih murah karena hal itu hanya berlaku dalam usaha bersama di mana para partner yang berserikat berhak memilih apakah akan menghitung seluruh keuntungan untuk dibagikan atau akan menyisihkan sebagiannya dengan cara memilih biaya atau harga pasar yang lebih rendah. Sedangkan zakat bukan hak si pembayar zakat namun hak mustahik di antara delapan golongan masyarakat yang telah ditentukan. Dari situ, maka harus diyakinkan bahwa kewajiban itu dibayarkan dengan memperhitungkan harga pasaran yang telah mencakup biaya produksi dan keuntungan yang dikandungnya.

Apabila harga pasaran lebih rendah dari biaya produksi, maka untuk mencegah kerugian si pembayar zakat, harta perniagaan itu ditaksir dengan harga grosir meskipun nanti akan dijual secara grosir atau eceran sebagaimana yang diputuskan oleh Lembaga Fikih di Mekah.

Mengeluarkan Zakat Dalam Bentuk Barang Atau Harganya
Pada dasarnya zakat komoditas dagang, dibayar dalam bentuk uang berdasarkan harga yang berlaku pada waktu kewajiban zakat itu tiba, bukan berupa barang. Pendapat ini berdasarkan riwayat dari Umar bin Khatthab r.a. yang berkata kepada Hammas, "Bayarlah zakat hartamu!" Hammas menjawab, "Saya hanya memiliki beberapa buah kantong kulit." Umar menyuruh, "Taksir harganya lalu bayar zakatnya." Pendapat ini lebih berguna bagi kaum fakir supaya mereka dapat memenuhi hajat hidupnya yang bermacam-macam.

Walau demikian, boleh mengeluarkan zakat dalam bentuk barang untuk mempermudah dan meringankan si pembayar zakat ketika kondisi perdagangan sedang lesu atau arus likuidasi lemah, dengan syarat barang tersebut harus dapat dimanfaatkan oleh kaum miskin.

Piutang Pedagang Di Tangan Orang Lain
Piutang seperti ini dibagi ke dalam dua bagian.

1. Piutang yang diharapkan dapat dilunasi:
Yaitu piutang yang berada pada seorang yang mengaku berutang dan mampu melunasinya atau mengingkari utang tersebut namun terdapat bukti dan dalil jika seandainya perkara itu dihadapkan ke pengadilan niscaya si pedagang akan berhasil memenangkannya. Piutang ini dikenal dengan istilah piutang baik. Piutang seperti ini harus dibayar zakatnya setiap tahun oleh pedagang atau pun perusahaan.

2. Piutang yang tidak diharapkan dapat dilunasi:
Yaitu piutang yang ada di tangan orang yang mengingkari utangnya dan tidak terdapat bukti apa pun. Atau piutang yang terdapat pada seseorang yang mengakui dirinya berutang tetapi senantiasa menunda pembayaran atau dalam keadaan kesulitan keuangan sehingga tidak mampu melunasinya. Piutang ini dikenal dengan istilah piutang yang diragukan dapat dilunasi. Piutang yang seperti ini tidak wajib dizakati oleh pedagang atau pun perusahaan kecuali setelah benar-benar diterima, ketika itu, wajib dizakati untuk satu tahun, walaupun sudah berada di tangan si pengutang beberapa tahun lamanya.


Zakat Industri
Aktifitas industri lebih mirip dengan perdagangan dibandingkan dengan aktifitas ekonomi lain yang bertujuan untuk mencari keuntungan. Industri juga tidak terlepas dari pembelian beberapa komoditas yang akan diperjualbelikan. Oleh karena itu padanya diterapkan hukum zakat komoditas dagang.

Adapun badan-badan usaha lain yang hanya menawarkan jasa pengolahan kepada orang lain, maka segala peralatan yang dia gunakan tidak termasuk dalam komoditas dagang, seperti perusahaan-perusahaan kontraktor yang membangun untuk pihak lain. Perusahaan seperti ini termasuk dalam kategori industri walaupun klasifikasi ini tidak banyak digunakan.

Jadi setiap perusahaan yang bergerak dalam jasa pembuatan untuk pihak lain, seperti perusahaan besi dan baja, bengkel pandai besi dan pengrajin kayu, semua termasuk perusahaan industri. Tetapi jika perusahaan-perusahaan industri itu membeli suatu komoditas atau bahan mentah dengan tujuan untuk dijual kembali setelah diolah menjadi barang jadi, maka barang-barang itu termasuk komoditas dagang yang harus dizakati.

Kegiatan Industri Terbagi Dua Bagian
Pertama

Barang yang dibeli sudah berbentuk barang jadi dengan tujuan untuk diperdagangkan. Barang seperti ini harus ditaksir dengan harga pasar dan disatukan dengan kekayaan uang lain serta piutang-piutang yang diharapkan dapat dilunasi kemudian dikurangi dengan utang-utangnya baru setelah itu ia mengeluarkan zakat dari sisanya.

Kedua

Barang yang dibeli masih berupa bahan mentah kemudian diolah menjadi barang jadi oleh si pembayar zakat dengan tujuan untuk dijual. Dengan demikian barang itu telah mengalami pengolahan dengan kreatifitasnya sehingga menjadi lebih berharga. Zakat barang seperti ini hanya diwajibkan atas bahan mentah dan bahan tambahan yang bendanya tetap seperti ketika pertama kali dibeli.

Perlu diperhatikan bahwa bahan mentah/baku yang dipakai dalam suatu industri bila telah mencapai haul atau disatukan dengan haul nisab yang lain, seperti uang dan komoditas dagang. Maka bila bahan baku itu, contohnya bahan pakaian pada industri garmen, telah mencapai enam bulan kemudian baru diolah menjadi pakaian harus dizakati berdasarkan haul yang lama. Volume zakat yang wajib dikeluarkan dari masing-masing jenis ini ialah 2,5%.


Zakat Perusahaan Dagang Dan Industri
1. Zakat perusahaan industri disamakan dengan perdagangan dengan pertimbangan sama-sama subjek hukum abstrak dalam kondisi-kondisi sebagai berikut:

a. Adanya peraturan yang mengharuskan pembayaran zakat perusahaan tersebut.
b. Aturan Dasar perusahaan memuat hal tersebut.
c. Dewan Umum mengeluarkan keputusan yang berkaitan dengan hal itu.
d. Kerelaan para pemegang saham menyerahkan pengeluaran zakat sahamnya kepada dewan direksi perusahaan.

Pendapat ini berdasarkan prinsip usaha bersama yang diterangkan dalam hadis Nabi saw. tentang zakat binatang ternak yang penerapannya digeneralisasikan oleh beberapa mazhab fikih dan yang disetujui pula dalam Muktamar Zakat I. Sebaiknya perusahaan yang bersangkutan itulah yang membayar zakat dalam keempat kondisi yang disebutkan di atas. Jika tidak, maka perusahaan harus menghitung seluruh zakat kekayaannya kemudian memasukkan ke dalam anggaran tahunan catatan yang menerangkan nilai zakat setiap saham untuk mempermudah pemegang saham mengetahui berapa zakat sahamnya.

2. Perusahaan yang bersangkutan menghitung zakat kekayaannya dengan cara yang sama seperti zakat individu biasa.

Sehingga masing-masing jenis kekayaan dikeluarkan zakatnya sesuai dengan volume yang ditentukan baik berupa uang, hewan ternak, hasil pertanian, komoditas atau pun yang lainnya.

Namun perlu diketahui bahwa saham yang dimiliki oleh negara, badan wakaf, lembaga zakat atau yayasan sosial lainnya, tidak wajib dizakati.


Zakat Hasil Pertanian
Hasil Pertanian Yang Wajib Dizakati
Zakat diwajibkan pada setiap hasil tanaman yang tumbuh, yaitu pada seluruh hasil pertanian dan buah-buahan yang ditanam dengan tujuan memanfaatkan serta mengembangkan tanah miliknya.

Pendapat ini diambil sesuai dengan mazhab Abu Hanifah dan beberapa ahli fikih lain yang didasari atas generalitas nas Alquran dan hadis. Allah swt. berfirman, "Hai orang-orang yang beriman! Nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu." (Q.S. Al-Baqarah:267) Dan sabda Rasulullah saw. yang berbunyi, "(Hasil tanaman) yang disirami air hujan dan mata air atau yang menyerap air dengan akarnya dari perut bumi zakatnya adalah sebesar 1/10. Dan hasil tanaman yang disiram dengan irigasi zakatnya adalah 1/20." (H.R. Ibnu Majah dan Tirmizi)

Hasil tanaman yang tumbuh dengan sendirinya tidak wajib dizakati, seperti kayu bakar, bambu dan lain-lain, kecuali jika diperdagangkan, maka harus dizakati sebagai komoditas dagang.


Zakat Hasil Tumbuh-Tumbuhan
Hasil kekayaan tumbuh-tumbuhan (cocok tanam) tidak wajib dizakati kecuali apabila dimaksudkan untuk perdagangan, maka dikeluarkan zakatnya sebagai komoditas dagang.


Nisab Zakat Hasil Pertanian
Dalam sebuah hadis sahih disabdakan, "Hasil pertanian yang kurang dari lima wasak tidak wajib dizakati." (H.R. Jemaah) Lima wasak sama dengan 653 kilogram gandum atau sejenisnya. Kebernasan jenis hasil pertanian harus diperhatikan. Pada biji-biji dan buah-buahan yang lazimnya dikeringkan, maka ukuran tadi adalah berat setelah kering bukan sebelumnya.


Waktu Wajib Zakat Hasil Pertanian
Dalam zakat hasil pertanian tidak perlu ada haul, yang dijadikan standar adalah waktu panen berdasarkan firman Allah swt., "Dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya)." (Q.S. Al-An`am:141)
Dengan demikian, seandainya suatu tanaman dapat dipanen lebih dari sekali dalam setahun, maka pemiliknya harus mengeluarkan zakatnya setiap kali panen.

Hasil buah-buahan wajib dizakati bila telah tampak matang dan begitu juga dengan hasil pertanian. Kewajiban itu bisa gugur kecuali bila buah-buahan atau biji-bijian itu telah dipetik dan dikirik. Seandainya tanaman itu rusak sebelumnya tanpa kesengajaan dan kelalaian maka tidak ada kewajiban zakat atas pemiliknya. Orang yang menjual, menghibahkan atau yang wafat setelah hasil tanamannya tampak matang tetap harus menzakatinya. Jika masalah itu terjadi sebelumnya, maka si pembeli, penerima hibah atau waris harus membayar zakatnya.


Volume Zakat Hasil Pertanian
Volume yang wajib dikeluarkan dalam zakat hasil pertanian dan buah-buahan dibedakan berdasarkan sistem pengairannya:

1. Bila pengairannya dilaksanakan tanpa biaya tinggi, maka volume zakat yang harus dikeluarkan adalah sebesar 10%.

2. Jika pengairannya dilakukan dengan cara yang memakan biaya tinggi, seperti dengan menggali sumur lalu mengalirkan airnya dengan alat atau dengan membeli air, maka volume zakat yang wajib dibayar adalah sebesar 5%.

3. Bila pengairannya dilakukan dengan kedua cara di atas maka volume zakatnya berdasarkan cara yang lebih dominan. Jika sama, zakatnya sebanyak 7,5%.

4. Bila sistem pengairannya tidak diketahui, maka volume zakat yang wajib dibayar adalah sebesar 10%.


Menaksir Zakat Hasil Pertanian
Hasil pertanian dapat ditaksir oleh mereka yang berpengalaman dalam bidang ini untuk menentukan volume zakat yang wajib dikeluarkan. Untuk memberikan keleluasaan bertindak bagi pemiliknya setelah diketahui berapa besar hak orang fakir dari hasil tersebut. Cara ini boleh diterapkan pada semua jenis buah-buahan dan hasil pertanian menurut pendapat Imam Auzai dan Laits dan lainnya.

Penaksiran itu dilakukan ketika buah-buahan dan biji-bijian telah tampak matang namun volume zakat yang harus dikeluarkan adalah sesudah dikeringkan dan dibersihkan. Juru taksir harus menyisakan seperempat atau sepertiga hasil pertanian atau sesuai dengan penilaiannya yang tidak menjadi harta zakat.


Diperkenankan Buat Pemilik Hasil Pertanian
Pemilik hasil pertanian dan buah-buahan tidak berkewajiban mengeluarkan zakat dari:

1. Hasil pertanian yang dia makan sendiri beserta keluarganya ketika masih hijau.

2. Yang dimakan oleh binatang yang digunakan untuk membajak tanah pertaniannya.

3. Yang dimakan oleh orang-orang yang melewati tanah pertaniannya.

4. Hasil tanaman yang disedekahkan buat orang fakir sepanjang tahun.


Pemotongan Biaya Pertanian
Biaya lain yang dikeluarkan karena perawatan tanaman selain untuk pengairan dipotong terlebih dahulu, seperti biaya penyemaian, pupuk, pembajakan dan pemetikan hasil panen, berdasarkan mazhab Ibnu Abbas r.a. Kemudian sisanya baru dizakati dengan syarat biaya itu tidak melebihi sepertiga dari hasil panen sesuai dengan hasil keputusan Seminar Fikih Ekonomi Ke-6 yang diselenggarakan oleh Perusahaan Dallah & El-Barakah.


Zakat Hasil Pertanian Dari Tanah Sewaan:
Jika tanaman dan buah-buahan dihasilkan dari tanah sewaan, maka kewajiban zakat ditanggung oleh si penyewa karena dialah yang menjadi pemilik hasil tanaman dan buah-buahan itu. Sedangkan si pemilik tanah sendiri harus menyatukan semua pendapatan bersih dari sewa-sewa tanahnya dengan kekayaan yang lain, kemudian membayar zakatnya sebesar 2,5% bila telah cukup haul.

Bila tanaman dan buah-buahan itu dihasilkan dari kontrak bagi hasil antara pemilik tanah dengan petani yang melaksanakannya, maka kewajiban zakatnya ditanggung sesuai persentasi masing-masing pihak jika mencapai nisab.


Prinsip Umum Zakat Pertanian:
1. Semua jenis hasil tanaman dikumpulkan secara terpisah, seperti buah-buahan dipisahkan dari sayuran, dan lain-lain.

2. Jika kualitas hasil tanaman bervariasi, maka zakatnya diambil dari yang bermutu pertengahan ke atas, bukan dari yang di bawah pertengahan.

3. Semua hasil pertanian milik seorang petani harus digabungkan, walaupun berasal dari tanah pertanian yang berbeda.

4. Pada dasarnya petani membayar zakatnya dari hasil panen tanamannya, namun sebagian ulama fikih membolehkan pembayaran zakat dengan harganya, yaitu dengan menaksir harga pasaran kuantitas tanaman yang dizakati kemudian membayarnya dalam bentuk uang.


Zakat Binatang/Kekayaan Ternak

Kekayaan Ternak
Yang dimaksud dengan kekayaan ternak ialah unta, kerbau (sapi) dan kambing.


Syarat Wajib Zakat Ternak
Terdapat beberapa syarat wajib zakat ternak yang ditetapkan untuk melindungi kemaslahatan mustahik fakir dan miskin serta kemaslahatan pemilik hewan itu sendiri sehingga ia menunaikannya dengan senang hati. Syarat-syarat itu adalah sebagai berikut:

1. Cukup nisab>
Yang dimaksud dengan nisab ialah batas minimal wajib zakat. Orang yang memiliki sejumlah hewan ternak yang belum cukup nisab tidak wajib membayar zakatnya karena zakat hanya diwajibkan atas mereka yang kaya. Nisab unta adalah 5 ekor, kambing 40 ekor dan nisab kerbau sebanyak 30 ekor.

2. Mencapai haul
Yaitu telah lewat masa waktu satu tahun sejak nisab itu dimiliki.Yang belum mencapai satu tahun tidak wajib membayar zakatnya berdasarkan sabda Rasulullah saw., "Tiada kewajiban zakat pada harta yang belum mencapai satu tahun)." (H.R. Tirmizi dan Malik) Hikmah penetapan syarat ini adalah agar harta tersebut dapat berkembang terlebih dahulu.

Anak-anak hewan ternak tersebut disatukan dan mengikuti haul induknya. Jika hak miliknya terhadap hewan ternak itu hilang karena dijual atau sebab lain kemudian diperoleh kembali lewat pembelian atau pertukaran, maka haulnya dimulai baru dengan syarat tidak berniat untuk menghindari kewajiban zakat. Karena haul semula telah terputus dengan transaksi yang dilakukan sehingga hewan itu menjadi hak miliknya yang baru berdasarkan hadis di atas.

3. Tidak dipekerjakan
Yaitu unta atau kerbau yang dipakai oleh pemiliknya untuk membajak sawah, mengairi tanaman, mengangkut barang dan pekerjaan lainnya. Hewan-hewan ternak seperti ini tidak kena kewajiban zakat berdasarkan sabda Rasulullah saw., "Hewan-hewan pekerja tidak wajib dizakati." (H.R. Abu Daud)


Nisab Dan Volume Zakat
Nisab dan volume zakat unta

Nisab dan volume zakat unta adalah sebagai berikut:
1. Dari 1 sampai 4 = belum diwajibkan. Dari 5 sampai 9 = 1 ekor kambing. Dari 10 sampai 14 = 2 ekor kambing. Dari 15 sampai 19 = 3 ekor kambing. Dari 20 sampai 24 = 4 ekor kambing. Sampai di sini dapat kita lihat bahwa yang zakat yang dibayarkan adalah berupa kambing bukan unta karena kalau yang harus dibayarkan berupa unta, akan merugikan si pemilik sementara bila tidak diwajibkan sama sekali akan menelantarkan hak orang-orang fakir.

2. Dari 25 sampai 35 = 1 ekor unta makhad. Dari 36 sampai 45 = 1 ekor unta labun. Dari 46 sampai 60 = 1 ekor unta hiqqah. Dari 61 sampai 75 = 1 ekor unta jaz`ah. Dari 76 sampai 90 = 2 ekor unta labun. Dari 91 sampai 120 = 2 ekor unta hiqqah. Dari 121 sampai 129 = 3 ekor unta labun. Dari 130 sampai 139 = 1 ekor unta hiqqah + 2 ekor labun. Dari 140 sampai 149 = 2 ekor unta hiqqah + 1 ekor labun. Dari 150 sampai 159 = 3 ekor unta hiqqah. Dari 160 sampai 169 = 4 ekor unta labun. Dari 170 sampai 179 = 3 ekor unta labun + 1 ekor hiqqah. Dari 180 sampai 189 = 2 ekor unta labun + 2 ekor hiqqah. Dari 190 sampai 199 = 3 ekor unta hiqqah + 1 ekor labun. Dari 200 sampai 209 = 4 ekor unta hiqqah atau 5 ekor labun

3. Demikian seterusnya, setiap kali bertambah 50 ekor maka zakatnya ditambah seekor unta hiqqah dan setiap bertambah 40 ekor, zakatnya ditambah seekor unta labun.

Nisab dan volume zakat sapi

Nisab dan volume zakat sapi adalah sebagai berikut:
1. Dari 1 sampai 29 = belum wajib zakat. Dari 30 sampai 39 = 1 ekor sapi tabi jantan atau betina. Dari 40 sampai 59 = 1 ekor sapi musannah. Dari 60 sampai 69 = 2 ekor sapi tabi jantan atau betina. Dari 70 sampai 79 = 1 ekor sapi musannah dan 1 ekor tabi jantan. Dari 80 sampai 89 = 2 ekor sapi musannah. Dari 90 sampai 99 = 3 ekor sapi tabi. Dari 100 sampai 109 = 1 ekor sapi musannah dan 2 ekor tabi jantan atau betina. Dari 110 sampai 119 = 2 ekor sapi musannah dan 1 ekor tabi. Dari 120 sampai 129 = 3 ekor sapi musannah atau 4 ekor tabi.

2. Demikian seterusnya, setiap kali bertambah 30 ekor maka zakatnya ditambah 1 ekor sapi tabi dan setiap kali bertambah 40 ekor, ditambah 1 ekor musannah.

Nisab dan volume zakat kambing

Nisab dan volume zakat kambing adalah sebagai berikut:
1. Dari 1 sampai 39 = belum diwajibkan zakat. Dari 40 sampai 120 = 1 ekor kambing. Dari 121 sampai 200 = 2 ekor kambing. Dari 201 sampai 399 = 3 ekor kambing. Dari 400 sampai 499 = 4 ekor kambing. Dari 500 sampai 599 = 5 ekor kambing.

2. Demikian seterusnya, setiap kali bertambah 100 ekor, zakatnya ditambah 1 ekor kambing.


Ternak Yang Diperdagangkan
Ternak yang diperjualbelikan dianggap sebagai komoditas dagang sehingga tidak disyaratkan jumlah nisab seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Namun cukup apabila harga seluruhnya telah mencapai nilai nisab zakat uang (seharga 85 gram emas murni) maka harus dizakati. Hewan-hewan itu digabungkan dengan kekayaan uang dan komoditas dagang lain yang dia miliki kemudian dizakati sebesar 2,5% sesudah memenuhi syarat-syarat wajib zakat, seperti nisab dan haul.

Apabila harga hewan itu tidak mencapai nisab zakat uang tetapi jumlahnya mencapai jumlah nisab ternak, maka si pemilik harus mengeluarkan zakatnya seperti hewan ternak biasa yang tidak untuk diperdagangkan.


Zakat Barang Tambang dan Galian

Zakat Barang Tambang
1. Kekayaan tambang mencakup seluruh barang tambang yang ada dalam perut bumi baik cair seperti minyak, atau padat seperti garam, atau berupa benda gas seperti butana, atau yang dapat dicetak seperti besi dan yang tidak dapat dicetak seperti sulfur.

2. Nisab zakat barang tambang adalah seharga nisab emas, yaitu 85 gram emas murni. Nisab ini berlaku terus baik barang tambang itu dikelola sekaligus dalam sekali penggalian ataupun dengan beberapa kali penggalian.

Hasil barang tambang yang digali berkali-kali harus digabungkan untuk dihitung nisabnya. Jika usaha eksploitasi barang tambang itu terhenti karena halangan yang timbul secara tiba-tiba, seperti reparasi peralatan atau aksi mogok kaum pekerja, maka hal itu tetap tidak mempengaruhi kewajiban menggabungkan hasil penggalian yang satu dengan lainnya.

Jika usaha eksploitasi terhenti disebabkan beralih ke profesi lain karena tidak ada kandungan barang tambang yang memuaskan misalnya atau faktor lain, maka kondisi ini dapat mempengaruhi sehingga nisabnya dihitung ketika usaha penggalian tersebut dimulai kembali.

3. Barang tambang tidak disyaratkan haul, jadi zakatnya harus segera dibayar ketika barang tambang itu digali dan dibersihkan karena haul ditetapkan untuk memberikan kesempatan barang itu berkembang dan hal itu telah terpenuhi seperti hasil tanaman dan buah-buahan yang keduanya juga tidak disyaratkan haul.

4. Volume zakat barang tambang yang wajib dibayar adalah sebesar 2,5% menurut pendapat sebagian besar ulama fikih.

5. Barang tambang itu mencakup segala yang digali dari perut bumi ataupun dari dasar laut. Adapun yang dieksploitasi dari dalam laut, seperti mutiara, ikan, ambar dan marjan, maka harus dizakati sebagai komoditas dagang.


Zakat Barang Galian
Yang dimaksud dengan harta galian (rikaz) ialah segala harta karun yang ditemukan terpendam di perut bumi.
Kewajiban zakat harta galian ini tidak disyaratkan haul dan nisab.
Volume zakat yang wajib dikeluarkan ialah sebesar seperlima atau 20% menurut kesepakatan para ulama fikih berdasarkan hadis yang berbunyi, "Dalam harta galian diwajibkan (zakat) seperlima)." (H.R. Jemaah)


Zakat Hasil Eksploitasi
Hasil eksploitasi ialah barang yang dapat diambil manfaatnya dengan catatan zat barang tersebut tetap, yaitu harta yang tidak untuk diperjualbelikan namun tetap memberikan penghasilan kepada pemiliknya dengan cara disewakan, seperti real estate, mobil, kapal laut dan pesawat.

Seluruh kekayaan yang termasuk dalam jenis ini tidak wajib dizakati zat bendanya, gedung atau mobil misalnya, karena kekayaan ini dianggap sebagai harta milik (aset tetap) yang tidak diperdagangkan. Namun diwajibkan zakat atas pemasukan yang dihasilkan. Pemsukan itu disatukan dengan kekayaan uang dan komoditas dagang lain yang dimiliki hingga mencapai nisab dan haul, kemudian dibayar zakatnya sebesar 2,5%.

Ketentuan ini diambil berdasarkan kesepakatan para ulama fikih yang disimpulkan dari kitab-kitab karang mereka dan yang dianut oleh Badan Fatwa dan Pengawasan Syariat milik Lembaga Zakat Kuwait.


Zakat Pendapatan Dan Propesi
Hasil pendapatan ialah harta yang menjadi milik si pembayar zakat yang sebelumnya tidak dia miliki. Jika seorang pembayar zakat telah memiliki suatu harta yang mencukupi nisab kemudian sebelum sampai haul dia mendapatkan harta dari jenis yang sama, seperti keuntungan dagang atau produksi hewan ternak, maka harta yang didapatkan tersebut digabung dengan modal pokok saat sampai haulnya, kemudian dizakati, baik harta yang didapat berasal dari pertumbuhan dan penambahan dari modal pokok atau bukan.

Pendapat ini diadopsi dari pendapat mazhab Hanafi, dalam upaya menghindari kesulitan akibat dari berpencarnya harta yang wajib dizakati, perbedaan waktu pembayaran zakat dan untuk memudahkan mengetahui volume zakat dari setiap bagian dari harta miliknya. Jika pendapatan tersebut berasal dari jenis yang berbeda, bukan sejenis modal pokok, seperti dia memiliki uang kemudian dia mendapatkan penghasilan hewan ternak, maka penghasilan ini tidak digabungkan untuk melengkapi nisab modal pokok, jika masih kurang dan tidak digabungkan ke haul modal pokok tersebut, jika haulnya belum lengkap tetapi haulnya dimulai di saat ia memperoleh pendapatan tersebut dan telah sampai nisab.

Hasil pendapatan yang diperoleh dari selain pertambahan modal pokok atau karena sebab lain, tetapi jenisnya sama dengan jenis harta pokok, seperti upah dan gaji (berupa uang), semuanya digabung dengan kekayaan pokok milik si wajib zakat untuk melengkapi nisab dan haul, kemudian dizakati.

Bagi orang yang ingin kehati-hatian, dapat mengalkulasikan jumlah yang diperkirakan akan melebihi kebutuhan keluarganya satu tahun, kemudian membayar zakatnya, (dalam catatan). Artinya mempercepat pembayaran zakat sebelum haul, dengan syarat nanti dia akan tetap mengalkulasikan hartanya di akhir haul, berapa yang wajib dizakati secara real, kemudian membayar kekurangannya. Jika ternyata lebih, maka lebihnya menjadi sedekah suka rela.


Zakat Harta Haram
1. Harta haram adalah semua harta yang secara hukum syariat dilarang dimiliki atau memanfaatkannya, baik haram karena bendanya mengandung mudarat atau kotoran seperti mayit dan minuman keras, atau haram karena faktor luar, seperti adanya kesalahan dalam cara pengalihan milik, seperti mengambil sesuatu dari pemiliknya tanpa izin (merampok), mengambil dari pemilik dengan cara yang tidak dibenarkan hukum, meskipun dengan kerelaan pemiliknya, seperti transaksi riba dan sogok.

2. a. Pemegang harta haram yang mendapat harta dengan cara yang tidak beres, tidak dianggap pemilik barang tersebut selama-lamanya. Dia diwajibkan mengembalikannya kepada pemilik aslinya atau kepada ahli warisnya jika diketahui. Jika tidak diketahui lagi, dia diwajibkan mendermakan harta tersebut kepada kepentingan sosial dengan meniatkan bahwa derma tersebut adalah atas nama pemilik aslinya.

2. b. Jika ia mendapatkan harta haram itu sebagai upah dari pekerjaan yang diharamkan maka ia harus mendermakannya untuk kepentingan sosial dan tidak boleh dikembalikan kepada orang yang memberinya.

2. c. Harta haram tidak dikembalikan kepada pemilik semula, selama dia masih tetap melakukan transaksi yang tidak legal tersebut, seperti harta yang diperoleh dari transaksi riba, akan tetapi diharuskan mendermakannya kepada kepentingan sosial.

2. d. Bila terdapat kesulitan dalam mengembalikan harta, pemegangnya diwajibkan mengembalikan nilainya kepada pemiliknya semula jika diketahui, bila tidak, maka nilai tersebut didermakan kepada kepentingan sosial dengan meniatkan derma tersebut atas nama pemilik semula.

3. Harta yang haram karena zatnya sendiri, tidak wajib dibayar zakatnya, karena menurut hukum tidak dianggap harta yang berharga. Untuk menyelesaikannya harus dilalui cara-cara yang dibenarkan dalam agama.

4. Pemegang harta yang haram karena terdapat ketidakberesan dalam cara mendapatkannya tidak wajib membayar zakatnya, karena tidak memenuhi kriteria "dimiliki dengan sempurna" yang merupakan syarat wajib zakat. Bila sudah kembali kepada pemiliknya semula, yang bersangkutan wajib membayar zakatnya untuk satu tahun yang telah lalu, walaupun hilangnya sudah berlalu beberapa tahun. Hal ini sesuai dengan pendapat yang lebih kuat.

5. Pemegang harta haram yang tidak mengembalikannya kepada pemilik aslinya, kemudian membayarkan sejumlah zakat dari harta tersebut, masih tetap berdosa menyimpan dan menggunakan sisa harta tersebut dan tetap diwajibkan mengembalikan keseluruhannya kepada pemiliknya selama diketahui, bila tidak, maka dia diwajibkan mendermakan sisanya. Adapun harta yang dibayarkan itu tidak dinamakan zakat.


Pembayaran Zakat

Waktu Pembayaran Zakat:
1. Zakat harus segera dibayar bila telah memenuhi semua syarat wajibnya, tidak boleh ditunda apalagi telah memiliki kemampuan melaksanakannya. Jika hartanya masih berada di pihak lain (gaib) maka pembayarannya dapat ditunda sampai harta itu sampai di tangan pemiliknya. Para amil yang mengurus pemungutan dan penyaluran zakat juga dilarang menundanya. Jika amil telah mengetahui orang-orang yang mustahik zakat dan dapat membagikan secara merata kepada mereka namun tidak juga dibayar hingga harta zakat itu rusak, maka amil tersebut bertanggung jawab menggantinya.

2. Kewajiban zakat tidak gugur dengan kematian pemilik harta, tetapi tetap menjadi utang yang harus dilunasi dari harta peninggalan baik diwasiatkan ataupun tidak.

3. Kewajiban zakat juga tidak gugur dengan lewat masa waktunya (kedaluarsa). Jika seorang pembayar zakat terlambat membayar zakat hartanya di akhir haul dan telah memasuki tahun baru (haul baru), maka ketika menghitung zakat tahun kedua harus dikurangi sebesar kewajiban zakat yang harus dibayar untuk tahun pertama dan sisanyalah yang harus dizakati pada tahun berikutnya. Orang itu tetap berkewajiban membayar zakat tahun pertama karena dianggap utang yang harus dilunasi.

4. Bila harta yang akan dizakati itu rusak setelah mencukupi haul, maka kewajiban zakat akan gugur dengan dua syarat:
a. Harta itu rusak sebelum mampu membayar zakatnya.
b. Tidak karena kelalaian pemilik harta.

5. Apabila hasil pertanian atau buah-buahan rusak sebelum dipetik karena suatu sebab (hama, musibah), maka kewajiban zakatnya gugur, kecuali jika masih tersisa kuantitas yang mencapai nisab, dari sisa itulah harus dibayar zakat.

6. Wajib bagi seorang amil yang bertugas memungut dan mendistribusikan zakat untuk menjaga harta zakat itu sebaik-baiknya, tetapi bila rusak tidak karena kelalaiannya maka ia tidak berkewajiban menjamin (mengganti).


Cara Membayar Zakat:
1. Kewajiban si pembayar zakat telah terlaksana dengan menyerahkan volume zakat harta yang wajib dibayar kepada empat golongan mustahik zakat yang pertama, yaitu orang fakir, orang miskin, amil dan mualaf. Penyerahan ini merupakan syarat terlaksananya kewajiban zakat, yaitu dengan menyerahkan uang kepada mustahik, atau membelikan suatu alat produksi, seperti peralatan kerajinan dan mesin industri lalu diserahkan kepada mustahik yang mampu bekerja sebagai miliknya. Adapun keempat golongan mustahik zakat yang lain, seperti hamba sahaya, orang yang berutang, pejuang fisabilillah dan ibnu sabil dapat diserahkan harta zakat kepada mereka dengan cara apa pun (tanpa syarat).

2. Syarat berhak menerima zakat bagi orang fakir, miskin, amil dan mualaf cukup ketika tiba waktu pembayarannya saja, jika syarat itu hilang setelah dibayarkan kepada mereka, tidak boleh diminta kembali .

3. Orang yang menerima zakat dari golongan berutang, pejuang fisabilillah dan ibnu sabil karena telah memenuhi syarat berhak pada saat zakat itu dibayarkan kepada mereka kemudian syarat itu hilang atau mereka tidak menggunakannya untuk kepentingan tersebut, maka harta zakat itu ditarik kembali dari mereka.

4. Membebaskan kewajiban melunasi utang dari seorang mustahik zakat tidak bisa dijadikan sebagai pembayaran zakat. Misalnya, bila seorang pemberi utang yang tidak dapat menarik uangnya dari si pengutang yang dalam keadaan kesulitan finansial lalu membebaskan utang tersebut, maka hal tersebut tidak bisa dijadikan sebagai pembayaran zakat walaupun si pengutang itu seorang mustahik zakat. Ini adalah pendapat sebagian besar para ulama fikih.

Di antara contoh yang berhubungan dengan masalah ini adalah:

a. Jika si pembayar zakat yang memberi pinjaman membayar zakatnya kepada si peminjam lalu dengan itu si peminjam melunasi utangnya tanpa kesepakatan dan syarat apa-apa sebelumnya, maka yang demikian itu sudah sah sebagai pembayaran zakat.

b. Jika si pemberi utang membayarkan zakatnya kepada si pengutang dengan syarat ia harus melunasi utangnya dengan harta yang diperoleh dari zakat itu, atau jika keduanya telah sepakat untuk pembayaran itu, maka hal itu tidak sah sebagai pembayaran zakat dan tidak menggugurkan kewajiban zakat berdasarkan pendapat mayoritas para ulama fikih.

c. Bila si pengutang mengatakan kepada pihak pemberi utang yang berkewajiban membayar zakat itu, "Bayarkanlah zakat hartamu kepada saya agar saya bisa melunasi utang saya kepadamu." Lalu si pemberi utang itu melaksanakannya, maka hal itu telah sah sebagai pembayaran zakat namun si pengutang tidak harus mengembalikan harta itu sebagai pembayaran utangnya kepada pihak pemberi utang.

d. Bila pihak pemberi utang berkata kepada si pengutang, "Lunasilah utangmu kepada saya, nanti akan saya kembalikan kepadamu sebagai pembayaran zakat harta saya." Kemudian dikerjakannya, maka hal itu telah sah sebagai pembayaran utang namun si pemberi utang tidak wajib mengembalikan harta itu kepada pengutang (sebagai pembayaran zakat).


Yang Tidak Berhak Menerima Zakat
1. Zakat tidak boleh disalurkan kepada orang yang terbukti mempunyai hubungan nasab (darah) dengan Nabi saw. karena mereka memiliki sumber pemasukan lain dalam syariat Islam, yaitu dari seperlima harta rampasan perang.

2. Zakat tidak boleh dibayar kepada orang yang wajib dinafkahi oleh si pembayar zakat.

3. Zakat tidak boleh dibayar kepada selain orang muslim kecuali yang dikhususkan untuk jatah golongan orang-orang mualaf.


Mentransfer Zakat Keluar Daerah Pemungutan
Walaupun zakat merupakan salah satu dasar terciptanya solidaritas sosial di seluruh wilayah negara Islam dan juga sebagai sumber dana untuk dakwah dan usaha mempekenalkan hakikat ajaran Islam selain untuk membantu para tentara yang berjuang merebut kemerdekaan negeri Islam namun telah menjadi ketentuan pokok berdasarkan hadis dan sunah para khulafaurrasyidin untuk memulai menyalurkan harta zakat itu kepada orang-orang mustahik yang ada di dalam wilayah pemungutannya. Kemudian sisanya baru dialihkan ke wilayah lain kecuali bila terjadi musibah kelaparan, bencana alam atau kebutuhan yang sangat mendesak, maka ketika itu zakat boleh dialihkan kepada yang lebih membutuhkan. Prinsip ini dapat diterapkan pada tingkat perorangan maupun kelompok masyarakat.

Pengalihan zakat dari suatu wilayah ke wilayah lain itu berdasarkan ketentuan-ketentuan berikut ini:

1. Pada dasarnya zakat disalurkan di tempat harta yang dizakati, bukan di tempat si pembayar zakat sehingga harta itu boleh dialihkan dari tempatnya untuk kemaslahatan yang lebih besar.

Di antara maslahat pengalihan zakat itu adalah:

a. Dialihkan ke wilayah-wilayah tempat terjadinya perang fisabilillah.
b. Dialihkan ke lembaga-lembaga dakwah dan pendidikan maupun pusat kesehatan yang termasuk delapan golongan yang berhak menerima zakat.
c. Dialihkan ke negara-negara Islam manapun yang mengalami musibah kelaparan dan bencana alam.
d. Dialihkan ke kaum kerabat si pembayar zakat yang berhak menerima zakat (mustahik).

2. Mengalihkan zakat keluar wilayah pemungutan selain dalam kondisi yang disebutkan di atas tidak menghalangi sahnya pembayaran zakat tetapi makruh dengan syarat harta itu tetap disalurkan kepada orang-orang di antara delapan kelompok masyarakat yang mustahik.

3. Yang dimaksud dengan daerah pemungutan zakat ialah daerah tempat zakat itu dipungut dan negeri-negeri lain yang ada di sekitarnya yang jauhnya kurang dari jarak salat kasar (kurang lebih 82 kilometer) karena hal itu dianggap termasuk wilayah satu negeri.

4. Tindakan-tindakan yang boleh dilakukan dalam pengalihan harta zakat:
a. Mempercepat pembayaran zakat sebelum akhir haul, selama masa waktu yang dibutuhkan untuk pendistribusian zakat tersebut kepada mustahik, terhitung mulai dari haul itu sempurna jika harta itu telah memenuhi syarat wajib.
b. Menunda pembayaran selama masa waktu yang dibutuhkan untuk mengalihkan zakat tersebut.


Zakat Dan Pajak
1. Pembayaran pajak yang diwajibkan oleh pemerintah tidak bisa dijadikan sebagai pembayaran zakat karena perbedaan yang terdapat antara keduanya. Seperti perbedaan pihak yang mewajibkan, tujuan, jenis harta, volume yang wajib dibayar serta penyalurannya.

2. Pajak tidak boleh dipotong dari volume zakat yang wajib dibayar tetapi dari total jumlah harta yang terkena kewajiban zakat.

3. Pajak yang harus dibayar kepada pemerintah selama haul dan belum dibayar sebelum haul, dipotong dari harta yang harus dizakati tersebut karena termasuk kewajiban yang harus dilunasi.

4. Peraturan pajak seharusnya disesuaikan sehingga memungkinkan pengambilan volume zakat yang wajib dikeluarkan dari volume pajak untuk memudahkan mereka yang membayar zakat tanpa batas selama yang bersangkutan dapat mengajukan bukti yang kuat bahwa ia telah membayar zakat.

5. Mewajibkan pajak solidaritas sosial atas penduduk non muslim di negara Islam sebesar volume zakat sebagai sumber dana untuk menciptakan solidaritas sosial secara umum yang mencakup seluruh rakyat yang hidup di negara Islam.


Pengertian Pengauditan Zakat
Pengauditan (kalkulasi) zakat banyak berkaitan dengan penentuan dan penaksiran volume zakat, ketentuan penyalurannya kepada para mustahak serta penjelasan masing-masing point di atas sesuai dengan aturan yang berlaku dalam fikih zakat.

Tugas pengauditan zakat terdiri dari:

1. Mengumpulkan, menentukan dan menaksir nilai barang-barang zakat.
2. Mengumpulkan, menentukan dan menaksir nilai potongan-potongan dari zakat.
3. Menghitung volume zakat dan jumlah yang wajib dibayar.
4. Memberikan penjelasan tentang penyaluran zakat kepada para mustahik.
5. Membuat catatan tentang sumber dan mustahik zakat secara priodik.


Proses Pengauditan Zakat
Prosedur pengauditan zakat dapat disimpulkan dalam point-point berikut:
1. Menentukan tanggal haul, yaitu tanggal mulainya dihitung zakat. Tanggal ini berbeda-beda sesuai dengan kondisi si wajib zakat, kecuali dalam hal zakat hasil pertanian, buah-buahan, barang tambang dan barang galian serta kekayaan laut yang harus dibayar zakatnya di saat panen atau mendapatkan hasil.

2. Menentukan dan menaksir harta kekayaan si wajib zakat serta penjelasan tentang kekayaan yang kena kewajiban zakat (barang-barang zakat).

3. Menentukan dan menaksir jumlah tagihan tahun berjalan atau tagihan yang telah jatuh tempo yang akan menjadi potongan dari barang-barang zakat.

4. Menyisihkan tagihan tahun berjalan dan tagihan yang telah jatuh tempo untuk menentukan barang-barang zakat.

5. Menentukan nisab zakat sesuai dengan jenis barang-barang zakat yang ada.

6. Membandingkan antara total barang-barang yang wajib zakat dengan nisab zakat (antara point no. 4 dengan point no. 5) untuk mengetahui apakah barang-barang zakat tersebut kena kewajiban zakat atau tidak. Bila barang-barang zakat tersebut telah mencapai nisab, zakatnya ditarik.

7. Menentukan volume (rate) zakat yang akan dibayar dari barang-barang zakat. Volume ini ada kalanya :

a. 2,5% untuk zakat uang, perdagangan, eksploitasi, hasil usaha, harta perolehan demikian juga zakat hasil tambang menurut mayoritas ulama.

b. 5% untuk zakat hasil pertanian dan buah-buahan yang diairi dengan irigasi dan alat-alat yang menelan biaya.

c. 10% untuk zakat hasil pertanian dan buah-buahan yang diairi dengan air hujan yang tidak menelan biaya.

d. 20% untuk zakat barang galian.

8. Mengalkulasikan jumlah zakat yang harus dibayar dengan mengalikan volume zakat.

9. Membebankan kewajiban zakat sbb:
a. Perorangan atau perusahaan pribadi, memikul semua jumlah zakat secara pribadi.

b. Perusahaan partnership, jumlah zakat dibagi kepada semua partner sesuai dengan persentase kuota masing-masing dalam modal perusahaan. Dengan demikian akan dapat diketahui kewajiban masing-masing partner.

c. Perusahaan sero (saham), jumlah zakat dibagi-bagi sesuai dengan jumlah sero, untuk menentukan jumlah zakat yang merupakan beban masing-masing sero, kemudian dikalkulasikan dengan jumlah sero yang dimiliki masing-masing pemegang saham, untuk mengetahui jumlah zakat yang merupakan kewajiban masing-masing pesero.

10. Menyalurkan zakat kepada mustahak yang ada sesuai dengan aturan yang ditentukan dalam fikih zakat.

11. Membuat laporan tentang jumlah zakat dan cara penyalurannya yang dibuat dalam bentuk list dan laporan keuangan dengan berbagai bentuknya


Kaidah Pengauditan Dan Penyaluran Zakat
Ada beberapa prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam penentuan, penaksiran dan pembuatan laporan zakat. Prinsip-prinsip tersebut digali dari sumber-sumber hukum Islam dan dari ilmu akuntansi sehingga antara kedua sumber di atas tidak ada kontradiksi.

Di antara prinsip-prinsip tersebut adalah:

1. Prinsip haul

Fikih Islam menganggap satu tahun kamariah (hijriah) adalah tenggang waktu yang sudah cukup untuk pengembangan suatu harta. Oleh sebab itu para mukallaf wajib mengalkulasikan harta kekayaan yang dimilikinya dengan harga pasaran, bila telah cukup satu tahun kamariah. Dalam kitab Syarhus Shagir dapat dibaca sebagai berikut:
(Taksirlah harta kekayaanmu per jenis setiap tahun atas dasar harga di kala itu (harga pasaran) dengan harga yang adil dan pembelian yang baik).

Prinsip ini tidak diaplikasikan untuk zakat hasil pertanian, buah-buahan, hasil tambang dan barang galian. Dalam kaitan ini Imam Syafii mengatakan "haul adalah salah satu syarat wajib zakat, bila haul tidak cukup walaupun sebentar, harta tidak kena kewajiban zakat.

Haul ini merupakan syarat wajib zakat untuk harta kekayaan selain biji-bijian, barang tambang dan barang galian". Ulama-ulama mazhab Maliki mengatakan, "Haul merupakan salah satu syarat wajib zakat kecuali kekayaan tambang, barang galian dan tanam-tanaman."

2. Prinsip independensi tahun anggaran

Sesuai dengan prinsip haul diatas, pengauditan zakat harus berdasar pada prinsip independensi tahun anggaran. Hal ini telah dijelaskan oleh Ibnu Rusyd sbb: "Harta yang dibelanjakan sebelum cukup haul (sebentar atau lama), kemudian mengalami kerusakan, maka harta itu tidak kena kewajiban zakat, yang kena kewajiban adalah harta yang masih tertinggal jika masih memenuhi nisab dan telah cukup haul. Adapun harta yang kena kewajiban zakat yang dibelanjakan setelah haul (sebentar atau lama), masih tetap kena kewajiban zakat berikut dengan harta kekayaan yang masih tinggal."

3. Prinsip berkembang, baik real atau pun estimasi

Pengauditan zakat berdasar pada prinsip harta yang dapat berkembang baik secara real atau estimasi, baik barang tersebut dicairkan di pertengahan haul atau tidak, baik perkembangan tersebut berlaku kontinu atau terputus-putus.

Dr. Syauki Ismail Sahata menjelaskan hal ini sebagai berikut: "Laba dalam akuntansi Islam adalah perkembangan harta yang berlaku dalam haul, baik harta tersebut dicairkan menjadi uang atau masih tetap sebagai mana adanya, karena tidak terjadi transaksi jual beli. Dalam kedua kondisinya dapat dilihat adanya keuntungan, sedangkan transaksi jual beli fungsinya tidak lebih hanya sekedar pengalihan bentuk harta dari bentuk aslinya kepada bentuk lain yang dapat menampakkan realita keuntungan.

Oleh sebab itu bila sudah saatnya acara kalkulasi, tidak perlu ditunggu sampai nilai itu terjadi dalam bentuk realita, karena yang menjadi pertimbangan dalam penaksiran nilai adalah terjadinya keuntungan bukan munculnya suatu keuntungan yang ditandai dengan transaksi jual beli, karena jual beli tidak berfungsi membuat keuntungan, tetapi hanya memunculkan keuntungan."

4. Prinsip kemampuan biaya

Pengauditan zakat harus memperhatikan kemampuan biaya dari seorang wajib zakat, prinsip ini lebih dikenal dalam fikih Islam dengan istilah nisab zakat. Dalam Alquran prinsip ini banyak disebut, antara lain firman Allah yang artinya: "Kamu akan ditanya tentang harta yang akan dibelanjakan, katakanlah harta yang melebihi kebutuhan." (Q.S. Al-Baqarah:219) Hasan Basyri menafsirkan ayat di atas dengan, "Jangan bayarkan hartamu, kemudian kamu duduk meminta-minta."

Prinsip ini lebih jelas lagi dari penjelasan Rasulullah saw kepada seorang yang datang menanya, "Mulailah dari dirimu, bayarkan sedekah kepada dirimu, jika masih ada sisa belanja keluargamu, bersedekahlah kepada keluarga dekatmu, bila masih lebih, bersedekahlah kepada .. dst." (H.R. Muslim dari Abu Hurairah)

Prinsip ini diterapkan dalam fikih Islam adalah dengan target untuk tidak memaksa umat Islam di satu pihak dan menganjurkan mereka untuk selalu meningkatkan produksi di pihak lain. Ukuran kemampuan biaya dalam kalkulasi zakat mempunyai nilai unifikasi yaitu 20 Dinar atau 200 Dirham untuk kekayaan uang.

5. Prinsip zakat dipungut dari penghasilan bersih (neto) dan jumlah kotor (bruto) sesuai dengan bentuk dan jenis harta kekayaan yang ada

Sebagai implementasi dari prinsip kemampuan biaya, zakat harus berdasar pada prinsip pemotongan utang-utang yang telah jatuh tempo dan biaya-biaya lainnya dari total penghasilan atau kekayaan, sebagai upaya untuk meringankan beban ummat Islam.

Dalil hukum dari prinsip ini cukup banyak, di antaranya adalah nukilan Abu Ubaid dari ulama lain "bila hartamu telah cukup haul, lihatlah harta-harta kekayaanmu, baik uang atau barang-barang yang dapat dijual, seterusnya taksirlah harganya dengan uang. Bila kamu mempunyai piutang dari orang yang dapat diharapkan pembayarannya, hitunglah bersama dengan kekayaan itu. Bila kamu mempunyai utang, potonglah dari hartamu, seterusnya bayarlah zakat sisa kekayaanmu itu". Data ini menunjukkan bahwa utang-utang dipotong dari barang-barang zakat sebelum diadakan kalkulasi. Hal ini persis dengan nukilan dari seorang ulama klasik yang mengatakan, "Bayarlah utang-utang dan pajak-pajakmu, jika sisanya masih mencukupi 5 watsaq, bayarlah zakatnya." (Yahya bin Adam Al-Qurasyi, Kitab Al-Kharaj, hal. 59)

Di pihak lain Rasulullah saw. selalu memesankan kepada pegawai yang ditugaskan mengadakan penaksiran harta kekayaan pertanian dan buah-buahan untuk menentukan dan menaksir barang-barang yang wajib zakat, beliau mengatakan, "Bila kamu mengadakan penaksiran, ambillah dan sisakan sepertiga atau seperempat." (H.R. Ahmad)
Dari penjelasan di atas jelas bahwa kalkulasi zakat mempertimbangkan betul-betul utang-utang dan biaya-biaya yang diperlukan untuk memperoleh suatu penghasilan berikut dengan kondisi personil dan kekeluargaan si wajib zakat.

6. Prinsip penggabungan harta kekayaan

Ketika mengadakan pengumpulan dan penentuan harta-harta yang wajib zakat, harus diperhatikan semua harta kekayaan yang dimiliki oleh si wajib zakat, baik yang terdapat di dalam negeri atau di luar negeri. Dalam hal ini semua harta kekayaan harus digabungkan menjadi satu, kemudian dipotong dengan utang-utang dan biaya-biaya lain, seterusnya dibayar zakat dari barang-barang yang tersisa bila masih mencukupi nisab.

Ibnu Qayim menjelaskan prinsip ini sbb: "Barang perdagangan yang telah mencukupi haul yang terdapat di dalam negeri (tempat barang), walaupun sudah dikirimkan ke negara lain, nilainya harus ditaksir bersama-sama dengan barang barang lain ketika menaksir zakatnya walaupun jenis barang itu berbeda-beda."

7. Prinsip penaksiran harga dilakukan berdasarkan harga pasaran

Akuntansi Islam dalam menaksir barang-barang zakat di akhir tahun selalu berdasar pada prinsip penaksiran nilai barang dengan harga pasaran. Dalam sebuah nukilan dari Jabir bin Zaid, beliau mengatakan, "Taksirlah barang itu sesuai dengan harganya di saat zakat sudah wajib (akhir haul) kemudian bayarlah zakatnya." Data ini mengandung suatu arti bahwa penaksiran harga suatu barang untuk tujuan pembayaran zakat harus dilakukan berdasarkan harga di akhir haul.

Prinsip ini didukung oleh mayoritas pakar fikih. Dalam sebuah nukilan dari Maimun bin Mahran dia mengatakan: (Bila hartamu telah cukup haul, lihatlah harta-bendamu yang lain, baik uang ataupun barang yang dapat diperjual belikan, kemudian taksirlah harganya dengan uang, bila kamu mempunyai piutang atas orang yang mampu, hitunglah bersama-sama, bila kamu mempunyai utang potonglah dari harta tersebut seterusnya bayarlah zakat sisanya).


Klasifikasi Harta Dalam Fikih Islam Dan Hubungannya Dengan Pengauditan Zakat
Harta kekayaan dalam fikih Islam dapat diklasifikasikan kepada:

1. Uang, alat penukar dalam suatu transaksi yang sekaligus merupakan harga suatu barang. Uang dapat dibagi dua bagian, masing-masing:

a. Mata uang mutlak, seperti emas dan perak.
b. Mata uang terbatas, seperti uang kertas (kartal dan giral) dan uang logam.

2. Barang, yaitu harta yang dapat dimanfaatkan sesuai fungsinya. Barang ini dapat dibagi dua bagian, sbb:

a. Barang yang dipakai, yaitu barang-barang yang dimiliki untuk tujuan pemanfaatannya dalam berbagai jenis kegiatan, seperti alat-alat bangunan, binatang ternak. Barang-barang seperti ini mirip dengan barang-barang eksploitasi (barang-barang yang tidak bergerak).
b. Modal perdagangan, yaitu barang yang diperuntukkan buat diperjual belikan, yaitu barang-barang yang dapat ditransaksikan yang dibeli atau diproduksi untuk tujuan dagang. Modal perdagangan ini disebut juga dengan istilah modal aktif (modal yang sedang beroperasi).

3. Binatang ternak, yaitu unta, sapi, kambing dan semacamnya. Binatang ternak dapat dibagi tiga bagian, masing-masing:

a. Binatang perahan atau bibit.
b. Binatang pekerja, yaitu binatang yang dimiliki untuk dieksploitasi.
c. Binatang ternak dagangan.

4. Tanam-tanaman dan buah-buahan, yaitu hasil pertanian. Kekayaan ini dapat dibagi dua, masing-masing:

a. Pertanian yang diairi dengan alat irigasi bermodal
b. Pertanian yang diairi dengan air hujan, tanpa modal.
Penjelasan lebih lanjut sekitar kewajiban zakat hasil pertanian akan disampaikan kemudian.


Pengauditan Zakat Dari Aset Tidak Bergerak
Yang dimaksud dengan modal tetap adalah semua barang modal yang dipakai untuk jangka panjang, seperti areal tanah, gedung, furniture, mobil dan sebagainya yang dimiliki tanpa niat memperjual belikannya. Barang modal ini dapat dibagi ke dalam dua bagian, yaitu:
- Aset tetap yang diperuntukkan buat pemakaian dan pengoperasian.
- Modal tetap yang dipergunakan untuk menarik keuntungan.

Berikut ini disampaikan definisi dan cara menaksir nilainya dalam sistem akuntansi konvensional, kemudian sistem penaksiran nilai dan ketentuan hukum Islam tentang kewajiban zakat dari kekayaan di atas:

1. Aset tetap material yang diperuntukkan buat pemakaian dan operasi

Definisi dan cara menaksir nilainya menurut sistem akuntansi konvensional:
Aset tetap adalah semua barang yang dimiliki untuk tujuan pemakaian tidak untuk diperjualbelikan dan mencari keuntungan secara langsung. Contoh, real estate, alat-alat pertukangan, mobil, furniture, perlengkapan dsb. Cara menaksir nilainya adalah atas dasar harga beli dikurangi penurunan nilai karena pemakaian yang terus-menerus.

Cara penaksiran nilainya menurut hukum Islam:
Barang-barang seperti ini tidak dikenakan kewajiban zakat karena tidak termasuk harta yang harus dizakatkan. Demikian juga dana yang dialokasikan untuk biaya pemakaiannya tidak boleh dipotong dari barang-barang zakat.

2. Aset tetap material yang menghasilkan keuntungan
Definisi dan cara menaksir nilainya menurut sistem akuntansi konvensional:
Yang dimaksud dengan istilah ini adalah benda kekayaan yang dimiliki dengan niat untuk menghasilkan keuntungan, seperti real estate, mobil yang disewakan. Cara menaksir nilainya adalah atas dasar harga pembelian dikurangi penurunan harga karena pemakaian yang terus-menerus.

Cara penaksiran nilainya menurut hukum Islam:
Benda-benda seperti di atas tidak terkena kewajiban zakat. Yang dikenakan zakat adalah hasil bersih penyewaannya yang harus digabungkan dengan kekayaan si pembayar zakat yang lainnya. Volume zakatnya adalah 2,5% sesuai dengan pendapat yang lebih kuat yang diputuskan oleh Lembaga Fikih Islam Jeddah.

3. Aset tetap abstrak untuk dipakai dan dioperasikan
Definisi dan cara menaksir nilainya menurut sistem akuntansi konvensional:
Yang dimaksud dengan istilah ini adalah semua hak milik abstrak yang dapat dimanfaatkan dan membantu dalam operasi di berbagai bidang usaha, seperti hak cipta, hak cetak, hak merek dagang dan sebagainya.

Cara menaksir nilainya adalah dengan menaksir harga (biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh hak tersebut) ditambah dengan biaya-biaya keperluan lainnya, dikurangi dengan alokasi dana pemakaian.

Cara penaksiran nilainya menurut hukum Islam:
Modal seperti ini tidak dikenakan kewajiban zakat karena berkaitan dengan aset tetap lainnya yang ditujukan untuk membantu jalannya operasi usaha. Bila niat memilikinya untuk diperdagangkan, maka cara kalkulasinya adalah dengan menaksir harga pasarnya kemudian dizakati seperti barang-barang perdagangan.

4. Aset tetap abstrak yang menghasilkan income.
Yaitu hak-hak abstrak yang dimiliki untuk menghasilkan suatu income, seperti hak mengarang dan hak cipta yang disewakan dalam masa tertentu dengan imbalan tertentu pula.

Penaksiran dan hukum syariatnya:
Hak-hak tersebut tidak dikenakan kewajiban zakat namun hasil bersih kemasukannya digabungkan dengan harta zakat lainnya dan dizakatkan sebesar 2,5%.

Penjelasan tentang aset tetap:
1. Dana yang dialokasikan untuk biaya pemakaian aset tetap adalah merupakan penurunan harga yang terjadi akibat pemakaian dan berkurangnya masa validitas barang tersebut. Pengurangan nilai tahunan itu dihitung berdasarkan berbagai macam sistem akuntansi.

Hukumnya: Anggaran dana ini tidak termasuk dana yang boleh dipotong/diambil dari harta-harta zakat lainnya karena asetnya tidak termasuk barang yang wajib dizakatkan.

2. Suku bunga pinjaman yang dipergunakan untuk membiayai/membeli aset tetap: Sebagian para ahli akuntan berpendapat bahwa suku bunga itu disatukan dengan harga beli aset tersebut.
Adapun hukum syariatnya: Suku bunga tersebut dianggap termasuk riba yang jika telah dibayarkan maka berarti telah keluar dari harta yang harus dizakati. Tetapi jika belum dibayar maka tidak boleh dipotong dari harta yang harus dizakatkan karena suku bunga tersebut tidak termasuk utang yang harus dilunasi dalam pandangan syariat meskipun telah disepakati dan mempunyai kekuatan hukum.

3. Dana yang dialokasikan untuk perawatan dan pemeliharaan barang-barang aset tetap yang dipakai sewaktu-waktu.

Hukum syariatnya adalah tidak boleh dipotong/diambil dari harta yang harus dizakatkan karena memang kenyataannya belum dikeluarkan.


Pengauditan Zakat Dari Proyek Yang Sedang Dalam Taraf Pelaksanaan
Definisi dan cara menaksir nilainya menurut sistem akuntansi konvensional:

Yang dimaksud dengan istilah ini adalah semua proyek pembangunan yang masih dan sedang dilaksanakan dan belum selesai, seperti proyek pembangunan gedung, proyek reparasi dan lain-lain. Barang-barang tersebut bila telah selesai bisa dimasukkan dalam aset tetap atau pun aset beredar sesuai dengan tujuan proyek tersebut. Proyek itu ditaksir berdasarkan biaya pembangunannya sejak tanggal penetapan anggaran termasuk harga tanah, desain arsitekturnya, izin bangunan, bahan material dan gaji buruh. Aset itu tidak bisa dipakai kecuali setelah selesai dan mulai dipergunakan.

Cara penaksiran nilainya menurut hukum Islam:

Bila proyek itu dibuat untuk dipergunakan dalam operasi, maka tidak wajib dizakati. Namun bila diniatkan untuk dijadikan komoditas dagang, maka penaksiran nilainya dilakukan atas dasar harga pasaran tanah dan bahan bakunya saja kemudian digabungkan dengan barang-barang lain yang harus dizakatkan.


Pengauditan Zakat Dari Investasi Jangka Panjang
Yang dimaksud dengan istilah ini ialah segala kekayaan yang diinvestasikan ke dalam berbagai macam aset. Hal ini dilakukan oleh suatu perusahaan jika ia memiliki surplus anggaran untuk membiayai kegiatan pokoknya. Tujuan investasi ini adalah untuk menghasilkan income ataupun dengan tujuan niaga.

Investasi jangka panjang dapat berupa:
- Investasi surat-surat obligasi.
- Investasi real estate.
Penaksiran akuntansi dan hukum syariatnya berbeda sesuai dengan jenisnya.

Investasi saham
Definisi dan cara penghitungan akuntansi konvensional:
Saham adalah bagian dari modal suatu perusahaan di mana seorang pemegang saham itu termasuk pemilik aset perusahaan. Sebuah saham memiliki beberapa macam nilai/harga:

Harga nominal:
Yaitu harga yang ditentukan pertama kali ketika dikeluarkan.

Harga pasaran:
Yaitu harga yang ditentukan berdasarkan kondisi permintaan dan persediaan di bursa obligasi yang ditaksir atas dasar harga yang terkecil apakah produksi ataukah pasar dengan menyediakan dana penurunan harga saham jika harga pasarannya lebih rendah daripada harga belinya.

Penaksiran dan hukum syariatnya:
Saham-saham itu ditaksir dengan harga pasarannya ketika akan dizakatkan. Jika perusahaan yang mengeluarkan saham itu bergerak dalam bidang yang halal maka sahamnya boleh dimiliki namun jika bidangnya itu haram maka diharamkan pula pemilikan sahamnya.
Cara pembayaran zakatnya: Jika perusahaan yang mengeluarkan saham itu telah membayarkan zakatnya, maka tidak ada lagi kewajiban zakat atas pemilik saham. Tetapi jika belum maka si pemilik harus menzakatkannya sesuai dengan tujuan apa ia memiliki saham tersebut.

1. Investasi saham untuk tujuan menghasilkan income.
Definisi dan penaksiran akuntansi konvensionalnya:
Yaitu investasi berupa saham yang dimiliki dengan tujuan untuk mengembangkan kekayaan dan memberikan kemasukan yang dinamakan juga dengan istilah investasi jangka panjang. Investasi itu bisa masuk dalam kelompok aset tetap dan aset beredar yang ditaksir berdasarkan harga terendah di antara harga beli (harga tercatat) atau pun harga pasarannya dan harus disediakan dana penurunan harga saham bila harga pasarannya lebih rendah daripada harga tercatatnya.

Penaksiran dan hukum syariatnya:
a. Bila pemilik saham dapat mengetahui nilai setiap saham dari aset zakat perusahaan yang mengeluarkannya, maka ia harus mengeluarkan zakatnya sebesar 2,5%.

b. Jika tidak diketahui, maka ia harus menggabungkan income yang dihasilkan dari saham itu dengan kekayaan lain yang harus dizakatkan kemudian membayarkan zakatnya sebesar 2,5%.

Catatan:
Penghitungan dalam pembayaran zakat didasarkan atas harga pasarannya sehingga dana yang dialokasikan untuk penurunan harga obligasi itu tidak diambil dari aset-aset yang harus dizakatkan.

2. Investasi berupa saham untuk tujuan niaga.
Definisi dan penaksiran akuntansi konvesional:
Yaitu investasi berupa saham yang dibeli untuk tujuan diperdagangkan atau dijual kembali agar menghasilkan keuntungan. Saham yang seperti ini ditaksir berdasarkan harga terendah di antara harga tercatat atau pun harga pasarannya dengan menyediakan dana apabila harga pasarannya itu lebih rendah daripada harga tercatatnya.

Penaksiran dan hukum syariatnya:
Investasi saham yang diperdagangkan ini ditaksir dengan harga pasaran ketika telah tiba haulnya dan digabungkan dengan kekayaan lain yang harus dizakatkan.

3. Investasi dalam bentuk saham anak perusahaan (untuk menghasilkan income).
Definisi dan penaksiran akuntansi konvensionalnya:
Yang dimaksud dengan anak perusahaan ialah perusahaan yang secara langsung atau pun tidak langsung dimiliki oleh perusahaan induknya lebih dari 50% sahamnya yang mempunyai hak suara. Saham ini ditaksir berdasarkan harga terendah di antara harga beli atau pun harga pasarannya dengan menyediakan dana jika harga pasarannya lebih rendah daripada harga tercatatnya (produksinya).

Penghitungan zakat dan hukum syariatnya:
Zakat anak perusahaan itu dihitung secara terpisah kemudian ditentukan berapa besarkah jatah perusahaan induknya berdasarkan besar saham yang dimiliki. Incomenya digabungkan dengan aset lain milik perusahaan induk yang harus dizakatkan bila anak perusahaannya belum membayarkan zakatnya secara langsung.

4. Investasi berupa saham perusahaan asosiasi.
Definisi dan penghitungan akuntansi konvensional:
Perusahaan assosiasi ialah yang tidak merupakan anak perusahaan. Investasi berupa saham perusahaan seperti ini dianggap termasuk investasi jangka panjang. Investasi ini dihitung berdasarkan harga terendah di antara harga beli dan pasarannya dengan menyediakan dana bila harga pasaran lebih rendah daripada harga tercatatnya (produksi).

Penghitungan dan hukum syariatnya:
Pada investasi seperti ini diterapkan hukum yang sama dengan investasi saham dengan tujuan menghasilkan income di mana dana penurunan harganya tidak diambil dari aset yang harus dizakatkan.

5. Investasi dalam saham perusahaan yang dibeli.
Definisi dan penghitungan akuntansi konvensionalnya:
Terkadang suatu perusahaan itu diberikan wewenang untuk membeli sahamnya dari bursa obligasi dalam batas tertentu berdasarkan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh hukum. Tujuannya adalah untuk diperdagangkan bukan untuk menghasilkan income di mana saham tersebut akan dijual kembali ketika perusahaan itu membutuhkan dana likuidasi. Saham itu dihitung dengan harga pembeliannya.

Penghitungan dan hukum syariatnya:
Dihitung berdasarkan harga pasaran yang berlaku ketika haulnya tiba lalu disatukan dengan aset lain yang harus dizakatkan.

6. Investasi berupa efek.
Definisi dan penghitungan akuntansi konvensionalnya:
Efek merupakan alat keuangan yang dikeluarkan bagi pemegangnya yang menjadi hubungan utang-piutang dan mengandung suku bunga yang harus dibayarkan pada waktu tertentu. Pihak debitor (yang mengeluarkan efek) berkewajiban membayar suku bunga itu di samping jumlah asli uang yang dipinjam (harga efek) pada saat jatuh temponya. Efek itu dihitung dengan harga beli ditambah diskon ataupun dikurangi pertambahan harga. Bila efek itu beredar di pasaran maka dihitung berdasarkan harga yang terendah dengan menyediakan dana penurunan harganya bila harga pasaran lebih rendah daripada harga belinya.

Cara penghitungan dan hukum syariatnya:
Efek itu dihitung dengan harga nominalnya. Haram bertransaksi dengan efek karena mengandung suku bunga riba yang diharamkan oleh syariat Islam namun si pemilik harus membayarkan zakat dari harga belinya dan digabungkan dengan kekayaan lain yang harus dizakatkan. Sedangkan suku bunga yang dihasilkan dari efek itu harus didermakan untuk kepentingan sosial selain pembangunan mesjid dan mencetak Alquran untuk menghindari penghasilan haram.

7. Investasi dalam obligasi kas negara.
Definisi dan penghitungan akuntansi konvensional:
Sebagian pemerintah suatu negara meminjam modal dari pasar domestiknya dengan cara mengeluarkan surat obligasi berbunga yang dikenal dengan istilah obligasi kas negara. Obligasi tidak berbeda dengan obligasi yang lain yang dihitung berdasarkan harga belinya yang disesuaikan pemotongan harga sejak tanggal pembelian.

Cara penghitungan dan hukum syariatnya:
Obligasi kas negara ini dinilai dengan harga nominal ketika pertama kali dikeluarkan. Diharamkan melakukan transaksi dengan obligasi kas negara ini karena mengandung suku bunga riba dan diterapkan padanya hukum-hukum syariat yang berlaku terhadap surat obligasi lain secara umum.

8. Investasi dalam real estate dengan tujuan menghasilkan pemasukan (income).
Definisi dan cara penghitungan akuntansi konvensional:
Yang dimaksud dengan istilah di atas ialah kekayaan yang diinvestasikan dalam bentuk berbagai macam real estate seperti areal tanah dan gedung/bangunan yang dimiliki untuk tujuan menghasilkan pemasukan.
Kekayaan investasi itu dinilai berdasarkan kaedah dasar akuntansi yaitu harga yang terendah di antara harga beli atau harga pasarannya.

Cara penghitungan dan hukum syariatnya:
Investasi di atas tidak dikenakan kewajiban zakat pada bendanya tetapi pada income bersihnya yang disatukan dengan kekayaan lain yang harus dizakatkan lalu dibayarkan zakat seluruhnya sebesar 2,5%.

9. Investasi dalam real estate dengan tujuan niaga.
Definisi dan penghitungan akuntansi konvensional:
Yaitu harta kekayaan yang diinvestasikan dalam bentuk areal tanah dan bangunan/gedung atau berbagai macam real estate lainnya yang dimiliki untuk tujuan niaga.
Investasi di atas dinilai berdasarkan harga terendah di antara harga beli atau pun harga pasarannya.

Cara penghitungan dan hukum syariatnya:
Dinilai berdasarkan harga pasarannya lalu disatukan dengan kekayaan lain yang harus dizakatkan.


Pengauditan Zakat Atas Barang Bergerak
Yaitu aset yang dimiliki untuk dikelola dalam bentuk usaha jual beli sehingga menghasilkan keuntungan dan tidak digunakan untuk menghasilkan income (disewa) sebagaimana halnya dengan aset tetap.

Di antara jenis aset bergerak ialah stok barang yang masih digudangkan (barang yang telah di akhir masa temponya, piutang, kwitansi penerimaan, asuransi pada pihak lain, perjanjian dengan pihak lain, cicilan kontrak yang telah dibayarkan terlebih dahulu, pendapatan yang telah pasti, deposito dan saldo rekening berjalan yang ada di bank serta kekayaan uang yang telah ada).
Selanjutnya akan diterangkan definisi dan cara penghitungannya menurut sistem akuntansi konvensional serta hukum syariatnya dari sudut pandang zakat harta.

1. Barang-barang yang telah selesai diproduksi (barang jadi).
Definisi dan penghitungan akuntansi konvensional:
Yang dimaksud dengan istilah ini adalah barang-barang yang diperuntukkan buat jual beli yang dimiliki perusahaan di akhir tahun anggaran. Istilah populer untuk pengertian di atas adalah barang-barang jadi.
Barang-barang jadi dapat berbentuk materi dan non-materi.
Dalam sistem kalkulasinya diperlakukan sama yaitu dengan menentukan harga yang paling rendah antلra harga pasaran dan harga modal dengan membuat alokasi dana untuk penurunan harga, kedaluarsaan atau kekurang lancaran. Bila harga pasaran ternyata lebih rendah, dibuat juga alokasi dana untuk menanggulangi penurunan harga.

Cara penaksiran nilainya menurut hukum Islam:
Untuk barang-barang yang dibeli untuk dijual kembali, cara penaksiran nilainya adalah atas dasar harga pasar, bila dijual eceran, maka ditentukan menurut harga eceran, bila dijual grosiran, ditentukan menurut harga grosiran. Harga tersebut digabungkan dengan nilai barang-barang zakat lainnya sesuai dengan fatwa Simposium Masalaè Zakat Kontemporer I tahun 1409 H/ 1994 M. Untuk barang-barang ûang diproduk langsung oleh perusahaan untuk dijual, maka penaksëran nilainya dilakukan atas dasar harga pasaran bahan bakunya bçrikut dengan harga bahan tambahcn lain yang materinya kelihatan, kemudian digabungkan dengan nilai barang-barang zakat lainnya. Mengenai alokasi dana yang disهbutkan di atas, tidak dapat ditهrima dalam pengalkulasian zakat yang berdasar atas harga pasaran, namun bila dilakukan pengalkulasian atas dasar harga modal sedangkan harga pasaran ternyata lebih rendah, maka alokasi dana untuk penurunan harga dapat dipotong dari barang-barang zakat.
Barang-barang non materi mempunyai ketentuan hukum dan diperlakukan sama dengan barang-barang materi.

2. Barang-barang yang sedang dalam proses produksi.
Definisi dan cara menaksir nilainya menurut sistem akuntansi konvensional:
Yang dimaksud dengan istilah ini adalah semua barang-barang yang masih dalam proses pembuatan dan belum siap. Cara penaksiran nilainya dilakukan atas dasar biaya produksi yang terdiri dari:
harga bahan baku, biaya-biaya lain seperti upah dan gaji pegawai, pengeluaran produksi baik secara langsung ataupun tidak.

Cara penaksiran nilainya menurut hukum Islam:
Cara penaksiran nilainya dilakukan atas dasar harga pasaran bahan baku dan bahan-bahan tambahan lainnya (yang nampak dalam produksi saja) kemudian digabungkan dengan nilai barang-barang zakat lainnya.

3. Bahan baku utama.
Definisi dan cara menaksir nilainya menurut sistem akuntansi konvensional:
Bahan baku utama adalah semua bahan baku utama yang masuk ke dalam produksi. Cara penaksiran nilainya adalah atas dasar harga bahan yang terdiri dari harga pembelian bahan ditambah dengan semua pengeluaran dari pengangkutan sampai penggudangan.

Cara penaksiran nilainya menurut hukum Islam:
Bahan baku utama dapat dibagi dua bagian:
1. Bahan baku asli dan utama. Bahan ini ditaksir nilainya atas dasar harga pasaran kemudian digabungkan dengan nilai barang-barang zakat lainnya.
2. Bahan baku yang larut. Seperti bahan pencuci, pengepakan dll. Bahan ini tidak termasuk dalam barang-barang zakat, karena tidak termasuk barang-barang perdagangan.

4. Suku cadang modal tetap.
Definisi dan cara menaksir nilainya menurut sistem akuntansi konvensional:
Termasuk dalam bidang ini semua suku cadang alat-alat dan perlengkapan yang dipergunakan dalam kegiatan produksi, bukan untuk tujuan dagang. Unit-unit ini kadang-kadang dapat terlihat dalam kelompok barang-barang tetap, kadang-kadang dalam kelompok barang-barang khusus. Cara penaksiran harganya dilakukan atas dasar harga produksi setelah dikeluarkan dana alokasi untuk suku cadang yang kedaluarsa.

Cara penaksiran nilainya menurut hukum Islam:
Unit ini dianggap termasuk dalam kelompok barang-barang modal tetap, oleh sebab itu tidak dikenakan zakat.

5. Suku cadang yang diperuntukkan untuk dagang.
Definisi dan cara menaksir nilainya menurut sistem akuntansi konvensional:
Termasuk dalam unit ini semua jenis suku cadang yang masih dalam stok dengan tujuan untuk diperjual belikan, oleh sebab itu unit ini diperlakukan sebagai barang-komoditi dagang.

Cara penaksiran nilainya menurut hukum Islam:
Cara penaksiran nilainya dilakukan atas dasar harga pasaran dan digabungkan dengan nilai barang-barang zakat lainnya.

6. Barang-barang yang masih dalam perjalanan.
Definisi dan cara menaksir nilainya menurut sistem akuntansi konvensional:
Yang dimaksud dengan istilah ini adalah semua barang-barang yang telah dibeli, dibayar harganya dan sedang dalam proses pengangkutan tetapi belum sampai di gudang pembeli sampai akhir tahun anggaran. Penaksiran nilai barang-barang seperti ini adalah berdasarkan harga beli ditambah dengan biaya-biaya lain.

Cara penaksiran nilainya menurut hukum Islam:
Barang-barang seperti ini ditaksir nilainya berdasarkan harga pasaran di saat dan tempat pembelian, kemudian digabungkan dengan nilai barang-barang zakat lainnya. Bila barang-barang dibeli atas dasar dokumen kredit, maka harga yang tertera dalam dokumen kredit tersebut sebelum dibayar tunai adalah merupakan nilai barang yang kelak akan digabungkan dengan nilai barang-barang zakat lainnya.

7. Barang-barang yang dialihkan kepada pihak lain.
Definisi dan cara menaksir nilainya menurut sistem akuntansi konvensional:
Yang dimaksud dengan istilah ini adalah semua barang-barang yang telah diserahkan oleh pemilik kepada diler (agen) untuk dijual. Penaksiran nilainya dilakukan atas dasar harga modal.

Cara penaksiran nilainya menurut hukum Islam:
Barang-barang seperti ini ditaksir nilainya atas dasar harga pasaran di tempat barang, kemudian nilai tersebut digabungkan dengan nilai barang-barang zakat lainnya yang dimiliki si wajib zakat.

8. Piutang (tagihan atas pihak lain).
Definisi dan cara menaksir nilainya menurut sistem akuntansi konvensional:
Yang dimaksud dengan istilah ini adalah semua tagihan atas pihak lain, sebagi imbalan dari harga barang, transaksi, jasa atau tagihan lainnya. Cara penaksiran nilainya dilakukan atas dasar harga bersih yang dapat ditagih. Jumlah ini termasuk ke dalam kelompok alokasi piutang yang pengembaliannya diragukan.

Cara penaksiran nilainya menurut hukum Islam:
Piutang dapat dibagi tiga macam:
1. Piutang yang kemungkinan besar dapat ditagih. Piutang seperti ini digabungkan ke dalam kelompok barang-barang zakat yang nilainya ditaksir atas nilai nominal.
2. Piutang yang tidak diharap dapat ditagih. Piutang seperti ini tidak digabungkan ke dalam kelompok barang-barang zakat. Zakatnya baru dibayar ketika menerimanya dan hanya untuk tahun berjalan saja, walaupun piutang tersebut telah berlalu beberapa tahun.
3. Piutang yang dianggap gugur. Piutang seperti ini tidak diharap dapat ditagih lagi, oleh sebab itu tidak wajib dibayar zakatnya.
Mengenai alokasi piutang yang penagihannya diragukan, boleh dipotong dari barang-barang zakat, bila telah digabungkan sebelumnya, bila piutang tersebut belum digabungkan ke dalam barang-barang zakat, maka tidak perlu dipotong dari barang-barang zakat.

9. Obligasi penerimaan (surat tanda terima).
Definisi dan cara menaksir nilainya menurut sistem akuntansi konvensional:
Yang dimaksud dengan istilah ini adalah surat-surat berharga yang berlaku dalam kegiatan dagang akan tetapi waktu pencairannya belum sampai, seperti surat-surat obligasi, rekening dll. Cara penaksiran nilainya dilakukan atas dasar harga pasaran sekarang.

Cara penaksiran nilainya menurut hukum Islam:
Surat-surat seperti ini ditaksir nilainya berdasarkan nilai nominal dari surat-surat berharga tersebut, tanpa menambahkan bunga. Bila surat-surat berharga tersebut berasal dari harga barang yang telah dijual dengan pembayaran kemudian, maka selisih harga antara harga tunai dengan harga kemudian dimasukkan ke dalam harga dan diperlakukan sebagai piutang berjangka lama dan digabungkan dengan nilai barang-barang zakat lainnya.

10. Deposit yang berada di tangan pihak lain.
Definisi dan cara menaksir nilainya menurut sistem akuntansi konvensional:
Termasuk ke dalam unit ini semua uang yang ditahan oleh pihak lain sebagai deposit (jaminan) atas kelangsungan transaksi, janji-janji atau komitmen perusahaan untuk melakukan sesuatu kegiatan yang tertera dalam suatu kontrak. Cara penaksiran nilainya adalah berdasarkan nilai nominal yang tercatat dalam kontrak/ kontrak.

Cara penaksiran nilainya menurut hukum Islam:
Deposit yang merupakan jaminan suatu transaksi seperti ini dianggap sebagai hak milik bersyarat, oleh sebab itu tidak dikenakan zakat kecuali ketika penerimaannya dan hanya dibayar untuk tahun berjalan saja walaupun deposit tersebut telah berlangsung beberapa tahun. Dengan demikian, maka deposit hanya dianggap sebagai barang zakat untuk tahun penerimaannya saja.

11. Cicilan yang dibayar terlebih dahulu.
Definisi dan cara menaksir nilainya menurut sistem akuntansi konvensional:
Termasuk dalam unit ini semua dana yang dibayarkan terlebih dahulu kepada langganan, seperti pemborong, industri dan semacamnya untuk dapat melancarkan kegiatan kerjanya yang sedang dalam proses. Cara penaksiran nilainya dilakukan atas dasar nilai nominal yang tercatat dalam kontrak.

Cara penaksiran nilainya menurut hukum Islam:
Dana semacam ini dianggap telah keluar dari tangan pemilik pertama dan telah menjadi milik bersyarat sesuai dengan kontrak yang telah ditanda tangani ke dua belah pihak. Oleh sebab itu dana ini tidak termasuk dalam barang-barang zakat lagi.

12. Biaya yang dibayarkan terlebih dahulu.
Definisi dan cara menaksir nilainya menurut sistem akuntansi konvensional:
Yang dimaksud dengan istilah ini adalah dana yang dibayarkan terlebih dahulu pada tahun anggaran berjalan untuk pengeluaran tahun anggaran berikut, seperti sewa gedung dan asuransi untuk tahun berikut yang dibayar terlebih dahulu. Cara penaksiran nilainya dilakukan atas dasar harga yang tercatat dalam kontrak.

Cara penaksiran nilainya menurut hukum Islam:
Dana seperti ini tidak dikenakan zakat lagi, karena telah keluar dari tangan pemilik pertama dan menjadi dana bersyarat yang dapat dimanfaatkan kemudian hari.

13. Penghasilan yang sudah jatuh tempo.
Definisi dan cara menaksir nilainya menurut sistem akuntansi konvensional:
Yang dimaksud dengan istilah ini adalah semua penghasilan/ pemasukan yang mempunyai tempo pada tahun anggaran berjalan akan tetapi belum ditagih sampai akhir tahun, seperti penghasilan investasi dan sewa yang telah jatuh tempo. Cara penaksiran nilainya dilakukan atas dasar nilai yang tercatat dalam kontrak.

Cara penaksiran nilainya menurut hukum Islam:
Dana ini dianggap sebagai piutang, oleh sebab itu ketentuan hukumnya sama dengan ketentuan hukum tentang piutang. Bila piutang tersebut tergolong piutang yang diharap dapat ditagih, maka digabungkan dengan nilai barang-barang zakat lainnya, bila termasuk dalam piutang yang tidak diharap dapat ditagih, maka tidak dikenakan kewajiban zakat sampai diterima secara praktis.

14. Dokumen kredit untuk pembayaran barang dagang (LC).
Definisi dan cara menaksir nilainya menurut sistem akuntansi konvensional:
Termasuk dalam unit ini, semua dana yang dibayarkan kepada pihak bank sebagai pembayaran harga komoditi impor atau barang modal tetap lainnya.
Cara penaksiran nilainya dilakukan atas dasar nilai yang tercatat dalam kontrak yang benar-benar dibayar.

Cara penaksiran nilainya menurut hukum Islam:
Nilainya ditaksir atas dasar nilai yang memang betul-betul telah dibayar dari dokumen tersebut, kemudian digabungkan dengan nilai barang-barang zakat lainnya.

15. Dokumen kredit untuk pembelian barang-barang konsumsi atau sumber pencaharian.
Definisi dan cara menaksir nilainya menurut sistem akuntansi konvensional:
Yang dimaksud dengan istilah ini adalah semua dana yang dibayarkan kepada pihak bank sebagai pembayaran harga komoditi impor atau barang modal tetap lainnya.
Cara penaksiran nilainya dilakukan atas dasar nilai yang tercatat dalam kontrak yang benar-benar dibayar.

Cara penaksiran nilainya menurut hukum Islam:
Nilainya ditaksir atas dasar nilai yang memang betul-betul telah dibayar dari dokumen tersebut. Dana ini tidak dikenakan zakat.

16. Dana surat jaminan (LG).
Definisi dan cara menaksir nilainya menurut sistem akuntansi konvensional:
Yang dimaksud dengan istilah ini adalah dana yang dibayarkan kepada pihak bank untuk menutupi surat jaminan yang disampaikan kepada pihak lain, di mana pihak bank memberikan jaminannya bahwa pemilik dana akan melaksanakan transaksi atau kontrak yang telah ditanda tangani. Bila ternyata pihak pemilik dana tidak menepati kontrak atau transaksinya, maka dana yang dibayarkan tersebut akan dicairkan untuk pihak pelanggan.

Cara penaksiran nilainya menurut hukum Islam:
Nilai surat jaminan ditaksir atas dasar nilai yang memang benar-benar telah dibayarkan kepada pihak counterpart. Dana ini tidak dikanakan zakat, karena merupakan milik bersyarat yang belum terlaksana. Bila nilai surat jaminan tersebut ditarik kembali, maka dana tersebut digabungkan dengan nilai barang-barang zakat lainnya dan dibayarkan zakatnya untuk tahun berjalan saja.

17. Deposito bank.
Definisi dan cara menaksir nilainya menurut sistem akuntansi konvensional:
Yang dimaksud dengan istilah ini adalah semua dana yang didepositkan di bank, baik dalam bentuk rekening berjalan, rekening investasi atau jenis lain. Cara penaksiran nilainya dilakukan atas dasar nilai yang tercatat dalam daftar setelah dicocokkan dengan daftar rekening yang dikeluarkan oleh pihak bank.

Cara penaksiran nilainya menurut hukum Islam:
Dana ini digabungkan dengan nilai barang-barang zakat, tanpa memasukkan keuntungan yang bersifat riba, karena keuntungan riba tersebut harus didermakan kepada pihak kebajikan dan kegiatan sosial di luar pembangunan mesjid dan pencetakan Alquran. Adapun penghasilan yang tidak bersifat riba (halal), harus digabungkan dengan modal pokok dan digabungkan dengan nilai barang-barang zakat lainnya.

18. Uang kas.
Definisi dan cara menaksir nilainya menurut sistem akuntansi konvensional:
Yang dimaksud dengan istilah ini adalah semua dana yang disimpan di kas perusahaan, baik dalam bentuk emas, perak, obligasi, surat berharga ataupun dalam bentuk mata uang kertas. Cara penaksiran nilainya dilakukan atas dasar nilai uangnya di akhir tahun anggaran.

Cara penaksiran nilainya menurut hukum Islam:
Penaksirannya dilakukan atas dasar nilainya di saat tercapainya haul, kemudian nilai tersebut digabungkan dengan nilai barang-barang zakat lainnya.

19. Pembayaran terlebih dahulu biaya kegiatan yang akan menghasilkan kemudian.
Definisi dan cara menaksir nilainya menurut sistem akuntansi konvensional:
Yang dimaksud dengan istilah ini adalah dana-dana yang telah dibayarkan oleh sebuah perusahaan terlebih dahulu dan kelak akan menghasilkan pemasukan beberapa tahun kemudian, seperti biaya iklan, biaya pendirian perusahaan, biaya-biaya sebelum beroperasi yang biasanya berkisar antara 3 s/d 5 tahun. Cara penaksiran nilainya adalah atas dasar modal setelah dipotong alokasi konsumsi.

Cara penaksiran nilainya menurut hukum Islam:
Dana seperti ini tidak dikenakan zakat, karena berkaitan dengan penggunaan dan pengoperasian, begitu juga konsumsi yang telah dialokasikan tidak dipotong dari barang-barang zakat.


Pengauditan Zakat Hasil Tagihan
Yang dimaksud dengan tagihan adalah kewajiban materi yang harus dibayar oleh perusahaan kepada pihak lain, tagihan-tagihan seperti ini sering juga disebut dengan istilah potongan-potongan. Di antara jenis-jenis tagihan adalah, kredit jangka pendek, kredit jangka panjang, utang-utang, surat tanda pembayaran, rekening bank, penarikan, pembayaran yang telah jatuh tempo, pemasukan yang telah diterima terlebih dahulu, pajak-pajak tahun berjalan, deposit yang telah dibayarkan oleh pihak lain dll.

Berikut ini akan disajikan definisi dan penaksiran nilai unit-unit di atas menurut sistem akuntansi konvensional berikut cara penaksiran nilainya menurut hukum Islam apakah dipotong dari barang-barang zakat atau tidak.

1. Tagihan jangka panjang.
Definisi dan cara menaksir nilainya menurut sistem akuntansi konvensional:
Termasuk dalam unit ini semua kewajiban-kewajiban materi yang harus dibayar oleh perusahaan kepada pihak lain yang tidak dituntut pengembaliannya kecauali setelah berlalu satu tahun atau lebih dari tahun anggaran yang sedang berjalan, seperti kredit jangka panjang, rekening dan surat pembayaran jangka panjang. Cara menaksir nilainya dilakukan atas dasar nilai yang tercatat dalam kontrak termasuk penghasilannya bila belum dibayarkan secara tersendiri. Tagihan-tagihan seperti ini dapat dilihat dalam daftar hak milik atau daftar tagihan-tagihan yang sedang beroperasi (aktif).

Cara penaksiran nilainya menurut hukum Islam:
Secara umum nilainya ditaksir atas dasar nilai yang tercatat dalam kontrak. Ketentuan hukum tentang tagihan ini berbeda-beda sesuai dengan sistem pengoperasiannya:

a. Bila cicilan tahun berjalan dari tagihan jangka panjang tersebut dipergunakan untuk pendanaan barang-barang yang sedang beroperasi, maka semuanya dipotong dari barang-barang zakat, kalau perusahaan tersebut tidak memiliki kekayaan lain yang melebihi dari kebutuhan pokok yang dapat menutupi semua tagihan tahun berjalan tersebut.

b. Bila cicilan jangka panjang tersebut dipergunakan untuk pendanaan barang-barang modal tetap, maka cicilan tahun berjalan dapat dipotong dari barang-barang zakat. Bila jatuh temponya terjadi setelah berakhirnya tahun anggaran, maka tidak boleh dipotong dari barang-barang zakat.
Secara umum dapat dikatakan bahwa semua tagihan-tagihan tahun berjalan dapat dipotong dari barang-barang zakat.

2. Tagihan-tagihan bergerak.
Definisi dan cara menaksir nilainya menurut sistem akuntansi konvensional:
Yang dimaksud dengan istilah ini adalah semua kewajiban-kewajiban yang telah jatuh tempo yang harus dilunasi dalam waktu singkat, kurang dari satu tahun, seperti utang dan surat tanda pembayaran dll. Berikut ini akan disampaikan keterangan detil:

a. Utang-utang.
Definisi dan cara menaksir nilainya menurut sistem akuntansi konvensional:
Yang dimaksud dengan istilah ini adalah semua kewajiban-kewajiban yang telah jatuh tempo yang harus dilunasi dalam waktu singkat, kurang dari satu tahun. Tagihan ini timbul akibat pembelian barang dan keperluan produksi lainnya. Cara penaksiran nilainya dilakukan atas dasar aset yang tercatat dalam kontrak di akhir tahun anggaran.

Cara penaksiran nilainya menurut hukum Islam:
Nilai utang-utang ditaksir berdasarkan nilai yang tercatat dalam kontrak. Utang-utang ini dianggap merupakan tagihan tahun berjalan yang boleh dipotong dari barang-barang zakat.

b. Surat-surat tanda pembayaran (giral pembayaran).
Definisi dan cara menaksir nilainya menurut sistem akuntansi konvensional:
Surat-surat pembayaran dibuat sesuai dengan obligasi atau rekening yang ada. Surat pembayaran ini merupakan hak suplier barang atau jasa dari sebuah perusahaan. Surat pembayaran ini biasanya harus dapat dicairkan dalam tempo yang singkat, kurang dari satu tahun. Cara penaksiran nilainya adalah berdasarkan aset yang tercatat di dalam daftar di akhir tahun anggaran.

Cara penaksiran nilainya menurut hukum Islam:
Nilai surat pembayaran ditaksir atas dasar nilai yang tercatat di dalam daftar. Surat pembayaran ini dianggap sebagai tagihan tahun berjalan yang dapat dipotong dari barang-barang zakat. Bila tagihan tersebut mempunyai keuntungan karena penundaan, maka tidak dapat dipotongkan, karena keuntungan tersebut tidak diakui dalam hukum.

3. Kredit bank.
Definisi dan cara menaksir nilainya menurut sistem akuntansi konvensional:
Yang dimaksud dengan istilah ini adalah sejumlah dana yang dipinjam oleh perusahaan dari bank yang harus dikembalikan dalam tempo yang singkat, tidak melebihi dari satu tahun. Cara penaksiran nilai kredit bank ini dilakukan atas dasar aset yang tercatat dalam daftar pada akhir tahun anggaran.

Cara penaksiran nilainya menurut hukum Islam:
Tagihan tahun berjalan ditaksir atas dasar nilai yang tercatat dalam kontrak dan dapat dipotong dari barang-barang zakat. Bila kredit tersebut mempunyai keuntungan, maka tidak boleh dipotongkan dari barang-barang zakat, karena keuntungan tersebut tidak diakui dalam agama.

4. Pembayaran di muka
Definisi dan cara menaksir nilainya menurut sistem akuntansi konvensional:
Yang dimaksud dengan istilah ini adalah semua pengeluaran yang dikeluarkan pada tahun berjalan sedangkan penagihannya baru dapat dilakukan pada tahun anggaran mendatang. Cara penaksiran nilainya dilakukan atas dasar aset yang tercatat dalam kontrak di akhir tahun anggaran.

Cara penaksiran nilainya menurut hukum Islam:
Pembayaran di muka ditaksir nilainya atas dasar nilai yang tercatat dalam kontrak dan dapat dipotong dari barang-barang zakat, karena dianggap tagihan tahun berjalan.

5. Penghasilan yang telah diterima terlebih dahulu (penerimaan di muka).
Definisi dan cara menaksir nilainya menurut sistem akuntansi konvensional:
Yang dimaksud dengan istilah ini adalah semua dana yang telah diterima secara praktis pada tahun anggaran berjalan pada hal dana tersebut berhubungan dengan transaksi tahun mendatang. Cara penaksiran nilainya dilakukan atas dasar nilai yang tercatat dalam kontrak, karena dana tersebut dianggap sebagai kewajiban perusahaan terhadap pihak lain sebagai imbalan dari kontrak transaksi barang produksi atau jasa yang akan dipersembahkan.

Cara penaksiran nilainya menurut hukum Islam:
Nilainya ditaksir atas dasar nilai yang tercatat dalam kontrak, tanpa ditambah atau dikurangi. Adapun ketentuan hukumnya, terdapat perbedaan sesuai dengan tempo yang diberlakukan sbb:
a. Bila penghasilan yang telah diterima tersebut adalah imbalan dari harga barang yang belum diserahkan (barang tersebut tidak termasuk dalam barang-barang zakat), maka tidak boleh dipotong dari barang-barang zakat, akan tetapi bila barang tersebut sudah termasuk dalam daftar barang-barang yang dizakati, maka boleh dipotong dari barang-barang zakat.
b. Bila penghasilan yang telah diterima tersebut termasuk cicilan pertama dari jasa yang belum dilakukan, maka cicilan tersebut dianggap utang kepada orang lain, oleh sebab itu dapat dipotong dari barang-barang zakat, karena cicilan tersebut tidak terdapat pemiliknya yang pasti dimana ada kemungkinan kontrak tersebut dibatalkan kemudian hari.

6. Hak-hak orang lain.
Definisi dan cara menaksir nilainya menurut sistem akuntansi konvensional:
Yang dimaksud dengan istilah ini adalah semua hak-hak yang wajib dibayarkan kepada pihak lain, seperti tagihan pajak, asuransi sosial dll. Hak-hak seperti ini dianggap sebagai kewajiban yang harus dibayarkan oleh perusahaan. Cara penaksiran nilainya dilakukan atas dasar nilainya yang tercatat dalam kontrak yang dalam banyak hal dapat bertambah dengan keuntungan atau berkurang akibat denda keterlambatan pembayaran.

Cara penaksiran nilainya menurut hukum Islam:
Nilainya ditaksir atas dasar nilai yang tercatat dalam kontrak, tanpa penambahan dan pengurangan. Hak-hak orang lain seperti ini dianggap sebagai tagihan tahun berjalan yang dapat dipotong dari barang-barang zakat.

7. Keuntungan yang telah direncanakan pendistribusiannya.
Definisi dan cara menaksir nilainya menurut sistem akuntansi konvensional:
Yang dimaksud dengan istilah ini adalah usul pendistribusian materi yang telah diumumkan oleh Dewan Direksi sebuah perusahaan, akan tetapi usul tersebut belum mendapat persetujuan dari sidang umum pemegang saham, sehingga kegiatan pendistribusian belum dapat dilakukan secara praktis. Cara penaksiran nilainya dilakukan atas dasar jumlah yang disebutkan dalam usul Dewan Direksi yang dapat dilihat dalam anggaran keuangan pada point keuntungan yang telah diusulkan pendistribusiannya.

Cara penaksiran nilainya menurut hukum Islam:
Nilainya ditaksir sesuai dengan nilai yang tercatat dalam kontrak yang dapat dilihat dalam kalkulasi pembagian keuntungan. Dana ini tidak dapat dipotong dari barang-barang zakat, karena belum mendapat persetujuan dari sidang umum pemegang saham, sehingga belum dapat dianggap hak dari para pemegang saham.

8. Keuntungan transaksi spekulasi.
Definisi dan cara menaksir nilainya menurut sistem akuntansi konvensional Yang dimaksud dengan istilah ini adalah keuntungan bersih yang diperoleh perusahaan dari transaksi spekulasi sampai akhir tahun anggaran. Keuntungan ini dibagi antara pemilik modal dan pelaksana sesuai dengan kesepakatan yang telah disetujui sebelumnya.

Cara penaksiran nilainya menurut hukum Islam:
Zakat usaha spekulasi wajib dibayar oleh pemilik harta, sedangkan bagian pelaksana (pekerja) dianggap sebagai tagihan tahun berjalan yang boleh dipotong dari barang-barang zakat.

9. Deposit.
Definisi dan cara menaksir nilainya menurut sistem akuntansi konvensional:
Yang dimaksud dengan istilah ini adalah kewajiban yang wajib dibayar kepada pihak lain sebagai jaminan atau perjanjian untuk melaksanakan sebuah kegiatan tertentu. Penaksiran nilainya dilakukan atas dasar nilai yang tercatat dalam kontrak.

Cara penaksiran nilainya menurut hukum Islam:
Nilainya ditaksir atas dasar nilai yang tercantum dalam daftar. Dana ini dianggap sebagai tagihan tahun berjalan yang dapat dipotong dari barang-barang zakat. Bila tagihan tersebut tidak diharuskan pembayarannya pada tahun berjalan, maka tidak boleh dipotong dari barang-barang zakat tahun berjalan, akan tetapi akan dipotong pada saat jatuh tempo.


Pengauditan Zakat Dari Alokasi
Alokasi biaya tak terduga adalah sejumlah dana yang disisihkan dari pendapatan di akhir tahun anggaran. Dana tersebut diperuntukkan buat menutupi penyusutan barang-barang modal atau untuk pembayaran tagihan dari perusahaan lain yang belum dapat ditentukan sebelumnya.

Ada beberapa macam alokasi untuk biaya tak terduga, di antaranya:

1. Alokasi biaya penyusutan atau kerusakan barang-barang modal.
Definisi dan cara menaksir nilainya menurut sistem akuntansi konvensional:

Yang dimaksud dengan istilah ini adalah sejumlah biaya yang disisihkan dari pendapatan setiap tahun anggaran untuk menutupi penyusutan barang-barang modal guna kelangsungan pemakaiannya, kelangsungan pekerjaan, meraih keuntungan dan untuk membantu penggantian atau perbaikannya.
Cara menaksir nilainya dilakukan dengan berbagai teknis akuntansi yang sesuai dengan keadaan dan kondisi barang itu.

Penaksiran dan hukum syariatnya:
Dalam hukum Islam, alokasi ini tidak termasuk kebutuhan yang perlu dipotong dari barang-barang zakat, karena barang-barang modal tersebut tidak termasuk barang yang dizakati.

2. Alokasi biaya sarana usaha yang sedang beroperasi.
Definisi dan cara menaksir nilainya menurut sistem akuntansi konvensional:

Yang dimaksud dengan istilah ini adalah sejumlah biaya yang disisihkan dari pendapatan untuk menutupi perbedaan antara harga registrasi dan harga sekarang. Hal ini dilakukan sebagai aplikasi dari kaidah kehati-hatian.

Penaksiran harga dilakukan atas dasar biaya terendah antara pemakaian standar biaya atau standar harga pasar. Di antara contoh alokasi seperti ini adalah :
- Alokasi biaya untuk menutupi penurunan harga mata uang.
- Alokasi biaya untuk menutupi penurunan harga barang tak bergerak yang dibuat sebagai modal dagang.
- Alokasi biaya untuk menutupi utang-utang yang diragukan kebenarannya.

Penaksiran dan hukum syariatnya:
Mengingat bahwa cara menentukan nilai barang-barang modal yang sedang beroperasi (aktif) untuk tujuan zakat dilakukan atas dasar harga pasaran, maka potongan semacam ini tidak termasuk kebutuhan yang harus dipotong dari barang-barang zakat.
Namun bila harga barang-barang yang sedang beroperasi tersebut ditaksir (karena satu dan lain hal) atas dasar harga registrasi dan ternyata lebih besar dari harga pasaran, maka alokasi semacam ini dapat dikeluarkan (dipotong) dari barang-barang zakat.

3. Alokasi biaya untuk menutupi ikatan dengan pihak lain yang belum ditentukan sebelumnya.
Definisi dan cara menaksir nilainya menurut sistem akuntansi konvensional:
Yang dimaksud dengan istilah ini adalah keterikatan perusahaan dengan pihak lain yang belum ditentukan secara pasti sebelumnya. Contohnya; alokasi biaya mengakhiri masa kerja pegawai (pensiun dan PHK), alokasi biaya liburan, alokasi pembayaran pajak, alokasi pembayaran denda-denda dll.
Nilai alokasi biaya ini ditaksir oleh tenaga ahli sesuai dengan volume kewajiban keuangan, kontrak, aturan-aturan dan ketentuan yang dilakukan dengan pihak lain. Nilai alokasi ini dianggap sebagai beban yang harus dipikul perusahaan dan selalu muncul dalam kalkulasi untung rugi.

Penaksiran dan hukum syariatnya:
Kewajiban-kewajiban keuangan seperti ini harus diperhitungkan nilainya dengan teliti dan detil tanpa berlebih-lebihan, sehingga tidak beralih menjadi anggaran persediaan (cadangan) rahasia. Nilai ini dianggap sebagai utang yang telah jatuh tempo yang dapat dipotong dari barang-barang zakat. Bila ternyata terdapat penaksiran yang berlebihan, maka perbedaan perhitungan tersebut harus ditarik kembali. Bila dalam kalkulasi tersebut terdapat bunga (denda keterlambatan) atas pembayaran tagihan yang sudah diperhitungkan sebelumnya, maka bunga tersebut tidak termasuk utang yang wajib dibayar, oleh sebab itu tidak dapat dipotong dari penghasilan barang-barang zakat tetapi yang dapat dipotong hanyalah tagihan-tagihan yang telah jatuh tempo (mesti dibayar).


Pengauditan Zakat Hak Milik
Definisi dan cara menaksir nilainya menurut sistem akuntansi konvensional:
Yang dimaksud dengan hak milik adalah hak milik bersih pemegang saham (pemilik perusahaan) yaitu perbedaan antara total nilai barang-barang modal dikurangi dengan total tagihan-tagihan dan potongan-potongan. Ini dapat digambarkan dalam persamaan berikut:
Hak milik = barang-barang modal - (tagihan dan potongan).

Hak milik dapat mencakup point-point berikut:
1. Modal
2. Biaya-biaya persediaan (cadangan)
3. Keuntungan yang belum dibagi-bagikan

Definisinya menurut hukum Islam:
Hak milik disebut juga dengan tanggungan keuangan bersih. Materi ini telah dibicarakan oleh pakar fikih secara panjang lebar dalam buku-buku fikih, bab modal.
Point-point hak milik di atas akan dijelaskan berikut, baik dari segi definisi, cara kalkulasinya menurut sistem akuntansi konvensional berikut cara penaksiran nilainya menurut hukum Islam dari kaca mata pengauditan zakat.

1. Pengauditan zakat saham (modal)
Definisi dan cara menaksir nilainya menurut sistem akuntansi konvensional:
Yang dimaksud dengan istilah ini adalah sejumlah dana yang diinvestasikan oleh pemegang saham dalam suatu perusahaan modal yang terdiri dari banyak saham. Setiap saham dianggap sebagai satu kuota dari modal perusahaan secara keseluruhan. Saham tersebut adalah berbentuk nilai nominal yang harus dibayar.

Cara penaksiran nilainya menurut hukum Islam:
Modal yang harus dibayar adalah merupakan hak milik pemegang saham yang terlihat dalam bentuk nilai nominal yang harus dibayar masing-masing. Modal ini adalah merupakan sumber pendanaan perusahaan untuk jangka panjang yang secara hukum tidak dianggap sebagai utang atas perusahaan, oleh sebab itu tidak dapat dipotong dari barang-barang zakat.

2. Pengauditan zakat biaya-biaya cadangan
Definisi dan cara menaksir nilainya menurut sistem akuntansi konvensional:
Yang dimaksud dengan istilah ini adalah sejumlah dana yang disisihkan dari penghasilan bersih yang dapat didistribusikan untuk menunjang kondisi perusahaan atau untuk pendanaan kegiatannya di masa mendatang ataupun untuk mengimplementasikan peraturan pemerintah. Di antara contoh cadangan tersebut adalah sbb:
- Cadangan untuk suatu peraturan yang bersifat mengikat
- Cadangan untuk peraturan yang bersifat opsional
- Cadangan untuk penggantian barang-barang modal
- Cadangan untuk modal dasar.
Dalam pelaksanaan biaya-biaya cadangan ini harus diperhatikan aturan-aturan pelaksanaan dan kaidah-kaidah akuntansi yang berlaku umum. Biaya-biaya ini akan nampak dalam daftar keuangan pusat pada point hak milik.

Cara penaksiran nilainya menurut hukum Islam:
Biaya-biaya cadangan ini dianggap sebagai hak milik para pemegang saham, karena bersumber dari keuntungan yang sudah merupakan hak mereka, sesuai dengan jumlah aset yang tertulis dalam daftar. Biaya-biya cadangan ini tidak dapat dipotong dari barang-barang zakat, karena termasuk keuntungan yang disisihkan untuk para pemegang saham, pemilik perusahaan atau untuk perusahaan itu sendiri, oleh sebab itu tidak termasuk dalam ikatan-ikatan yang harus dibayar.

3. Pengauditan zakat modal tambahan
Definisi dan cara menaksir nilainya menurut sistem akuntansi konvensional:
Yang dimaksud dengan istilah ini adalah sejumlah dana yang dibayar oleh para pemegang saham sebagai penambahan saham baru. Jumlah ini dapat terlihat dari perbedaan antara nilai saham nominal dengan nilai saham sewaktu pencatatan. Dana ini diperlakukan sebagai dana cadangan modal dan kadang-kadang dianggap sebagai hak milik.

Cara penaksiran nilainya menurut hukum Islam:
Dana ini dianggap sebagai dana cadangan, oleh sebab itu tidak dapat dipotong dari barang-barang zakat.

4. Pengauditan zakat keuntungan yang belum didistribusikan
Definisi dan cara menaksir nilainya menurut sistem akuntansi konvensional:
Yang dimaksud dengan istilah ini adalah sejumlah dana yang dihasilkan oleh perusahaan pada tahun-tahun yang lalu, karena satu dan lain hal belum didistribusikan kepada pemegang saham. Pengauditannya dilakukan setelah dewan umum menyetujui pelaksanaan kegiatan pembagian keuntungan yang dibuat sepengetahuan ketua dewan direksi perusahaan modal tersebut.

Cara penaksiran nilainya menurut hukum Islam:
Dana yang belum didistribusikan dianggap sebagai hak milik para pemegang saham yang tidak bisa dipotong dari barang-barang zakat, karena dari segi pemilikan tidak berbeda dari dana cadangan.

5. Pengauditan zakat kerugian yang belum didistribusikan
Definisi dan cara menaksir nilainya menurut sistem akuntansi konvensional:
Yang dimaksud dengan istilah ini adalah kerugian yang terjadi dalam priode anggaran tahun berjalan atau tahun-tahun sebelumnya, karena satu dan lain hal belum didistribusikan kepada para pemegang saham.

Cara penaksiran nilainya menurut hukum Islam:
Kerugian yang belum didistribusikan dianggap pengurangan terhadap hak milik. Kerugian ini tidak mempengaruhi barang-barang zakat dalam point-point daftar pendapatan (kalkulasi untung rugi).



Pengauditan Zakat Berbagai Jenis Pendapatan (Kalkulasi Untung Rugi)
Definisi dan cara menaksir nilainya menurut sistem akuntansi konvensional:
Daftar pendapatan adalah salah satu daftar keuangan yang dibuat oleh akuntan di akhir setiap priode atau secara umum pada akhir tahun anggaran. Daftar ini disebut dengan kalkulasi untung rugi. Daftar ini mencakup semua pemasukan dan pengeluaran yang terjadi pada priode tahun anggaran. Dengan daftar ini dapat diproyeksikan jumlah keuntungan atau kerugian yang akan dialami perusahaan.

Cara penaksiran nilainya menurut hukum Islam:
Semua pemasukan harus ditaksir harganya dengan benar sesuai dengan aturan kegiatan yang dibenarkan hukum Islam. Di antara hal yang perlu diperhatikan adalah halal haramnya pemasukan tersebut. Bila pemasukan mencakup harta yang haram atau kotor, maka wajib disisihkan terlebih dahulu. Demikian juga dengan perbelanjaan harus ditaksir dengan baik dan benar sesuai dengan aturan yang dibolehkan dalam hukum Islam. Di antara hal-hal yang perlu diperhatikan adalah perbelanjaan yang tidak mubazir, tidak mewah dan tidak berlebih-lebihan. Zakat tidak terpengaruh secara langsung dengan point-point daftar pendapatan tetapi barang-barang zakat akan terpengaruh akibat tagihan-tagihan yang harus dipotong dari pendapatan. Hal ini akan lebih jelas pada penjelasan berikut.

1. Pengauditan zakat pendapatan.
Definisi dan cara menaksir nilainya menurut sistem akuntansi konvensional:
Pemasukan adalah gelombang dana yang masuk kepada perusahaan dalam tahun anggaran tertentu yang berpengaruh besar terhadap barang-barang modal. Di antara point-point pemasukan adalah; hasil penjualan, hasil penyewaan barang tak bergerak, penghasilan investasi dan komisi. Semua ini diatur menurut kaidah hak milik dalam konsep akuntansi konvensional.

Cara penaksiran nilainya menurut hukum Islam:
Pemasukan dalam barang-barang zakat termasuk penambahan agen dan debitor atau penambahan jumlah uang di bank atau di kas. Dana ini tidak digabungkan dengan barang-barang zakat, sehingga tidak kena zakat dua kali.

2. Pengauditan zakat perbelanjaan (umum).
Definisi dan cara menaksir nilainya menurut sistem akuntansi konvensional:
Yang dimaksud dengan perbelanjaan adalah semua jenis biaya yang dibayarkan untuk memperlancar jalannya kegiatan perusahaan, seperti gaji, sewa, transportasi, pengangkutan dll. Perbelanjaan dapat dibagi kepada:
- Perbelanjaan langsung, seperti biaya-biaya produksi
- Perbelanjaan tidak langsung, seperti biaya pemasaran dan biaya administratif.

Cara penaksiran nilainya menurut hukum Islam:
Perbelanjaan ini tergolong biaya jasa, tidak ada hubungan sama sekali dengan benda barang produksi, oleh sebab itu tidak termasuk dalam barang-barang zakat. Hal ini sesuai dengan penjelasan dalam kalkulasi zakat atas kegiatan yang sedang dalam penyelesaian atau barang yang masih dalam proses produksi. Di segi lain, sewaktu membayar biaya-biaya ini terkadang mengalami pemotongan dari barang-barang zakat, oleh sebab itu tidak dapat dipotong lagi dari barang zakat, sehingga tidak terjadi dua kali pemotongan yang mengakibatkan penurunan volume zakat yang dibayar.

3. Pengauditan zakat keuntungan yang telah diterima.
Definisi dan cara menaksir nilainya menurut sistem akuntansi konvensional:
Hasil yang diperoleh dari deposito, tabungan investasi dan sebagainya dianggap pemasukan yang dapat dilihat dalam daftar pemasukan atau dalam kalkulasi untung rugi. Dalam sistem akuntansi konvensional tidak dibedakan antara pemasukan yang halal dan pemasukan yang haram, oleh sebab itu semuanya digabungkan dalam satu paket.

Cara penaksiran nilainya menurut hukum Islam:
Islam menganggap bahwa penghasilan yang diperoleh dari deposito dan rekening investasi adalah riba yang diharamkan oleh Alquran dan hadis. Penghasilan seperti ini dianggap hasil usaha kotor yang harus disingkirkan dan harus segera didermakan kepada kegiatan kebajikan, kecuali untuk pencetakan Alquran dan pembangunan mesjid. Harta ini tidak boleh dimasukkan ke dalam hak milik si wajib zakat. Paling boleh dibayarkan sejumlah zakatnya saja, malah sebagian besar ulama berpendapat tidak boleh dizakati sama sekali, karena Allah bersih, tidak menerima yang kotor-kotor. Bila harta seperti ini masuk ke dalam barang-barang zakat, harus segera disingkirkan dengan mendermakannya kepada kegiatan-kegiatan kebajikan sosial, sedangkan yang tersisa dibayarkan zakatnya.


Penentuan Mustahik Zakat
Allah swt. telah menentukan orang-orang yang berhak menerima zakat sebagai berikut:
1. Fakir
2. Miskin
3. Amil zakat
4. Mualaf
5. Budak
6. Orang yang berutang
7. Orang yang berjuang fisabilillah
8. Ibnu sabil


Kaidah Pengauditan Zakat
Pemerintah atau pihak yang mendapat wewenang dari Pemerintah untuk mengumpulkan dan mendistribusikan zakat dapat mempergunakan kaidah-kaidah berikut:

Kaidah pokok penyaluran zakat harta.

Allah swt telah menentukan mustahik zakat lewat firman-Nya dalam surat At-Taubah ayat 60 yang berarti, "(Zakat hanya disalurkan kepada fakir, miskin, amil, muallaf, memerdekaan budak, orang yang berutang, fi sabilillah dan ibn sabil. Hal tersebut merupakan kewajiban dari Allah swt, sesungguhnya Allah maha tahu lagi maha bijaksana)." Atas dasar ini, pemerintah tidak diperkenankan menyalurkan hasil pemungutan zakat kepada pihak lain di luar mustahik yang delapan di atas. Di sini terdapat sebuah kaidah umum, bahwa pemerintah dalam melakukan pengalokasian harus mempertimbangkan kemaslahatan umat Islam semampunya. Dalam kaitan ini pemerintah menghadapi beberapa masalah yang perlu dijelaskan, yaitu;
Bagaimana mendistribusikan zakat kepada mustahik yang delapan?
Dalam hal ini, para pakar fikih telah membuat beberapa kaidah yang dapat membantu Pemerintah dalam menyalurkan zakat, di antaranya adalah sbb:

A. Alokasi atas dasar kecukupan dan keperluan.

Sebagian ulama fikih berpendapat bahwa pengalokasian zakat kepada mustahik yang delapan haruslah berdasarkan tingkat kecukupan dan keperluannya masing-masing. Dengan menerapkan kaidah ini maka akan terdapat surplus pada harta zakat seperti yang terjadi pada masa pemerintahan Umar bin Khatthab, Usman bin Affan dan Umar bin Abdul Aziz. Jika hal itu terjadi maka didistribusikan kembali sehingga dapat mewujudkan kemaslahan kaum muslimin seluruhnya. Atau mungkin juga akan mengalami defisit (kekurangan) di mana pada saat itu pemerintah boleh menarik pungutan tambahan dari orang-orang yang kaya dengan syarat tertentu sebagai berikut:
1. Kebutuhan yang sangat mendesak di samping tidak adanya sumber lain.
2. Mendistribusikan pungutan tambahan tersebut dengan cara yang adil.
3. Harus disalurkan demi kemaslahan umat Islam.
4. Mendapat restu dari tokoh-tokoh masyarakat Islam.

B. Berdasarkan harta zakat yang terkumpul.

Sebagian ulama fikih berpendapat harta zakat yang terkumpul itu dialokasikan kepada mustahik yang delapan sesuai dengan kondisi masing-masing. Kaidah ini akan mengakibatkan masing-masing mustahik tidak menerima zakat yang dapat mencukupi kebutuhannya dan menjadi wewenang pemerintah dalam mempertimbangkan mustahik mana saja yang lebih berhak daripada yang lain. Setiap kaidah yang disimpulkan dari sumber syariat Islam ini dapat diterapkan tergantung pada pendapatan zakat dan kondisi yang stabil.


Penentuan Volume Yang Diterima Mustahik
Dalam masalah ini terdapat beberapa pendapat ulama fikih sebagai berikut:

1. Untuk masing-masing golongan mustahik zakat dialokasikan sebesar seperdelapan (1/8 atau 12,5%) dari total harta zakat yang terkumpul. Jika dana yang telah dialokasikan bagi suatu golongan itu tidak mencukupi, maka dapat diambil dari sisa dana yang dialokasikan untuk golongan mustahik lain. Bila tidak ada juga maka diambil dari sumber lain kas negara atau dengan cara mewajibkan pajak baru untuk menutupi kekurangan itu atas mereka yang kaya sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan dalam syariat Islam.

2. Bagi setiap golongan mustahik zakat dialokasikan dana sesuai dengan kebutuhannya tanpa terikat dengan seperdelapannya. Bila harta zakat yang terkumpul itu tidak mencukupi maka diambil dari sumber lain kas negara atau dengan cara mewajibkan pungutan baru atas harta orang-orang yang kaya untuk menutupi kekurang itu dengan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh syariat Islam.


Pertanyaan Yang Sering Ditanyakan Seputar Masalah Zakat.
1. Seorang pegawai menyisihkan sebagian gaji bulanannya untuk ditabung. Bagaimana cara membayar zakatnya, mengingat sebagian dari uang yang ditabung itu belum mencapai haul?

Siapa yang mempunyai harta sejumlah nisab pada awal haul kemudian harta itu berkembang, baik karena keuntungan atau sebab lain seperti warisan, hibah, gaji atau bonus, maka semuanya harus disatukan dengan harta yang telah mencapai nisab tadi kemudian dibayar zakat keseluruhannya ketika telah cukup haul walaupun sebagian harta yang diperoleh di tengah-tengah haul belum cukup haulnya.

2. Apakah perhiasan wanita kena kewajiban zakat?

Perhiasan wanita untuk kegunaan pribadi, tidak kena kewajiban zakat selama tidak melebihi batas kewajaran perhiasan wanita yang berada dalam status sosial yang sama. Perhiasan yang melebihi batas kewajaran, harus dizakati karena telah masuk ke dalam pengertian penimbunan harta yang diharamkan. Demikian juga perhiasan yang sudah tidak dipakai lagi karena telah lama atau sebab lain.

Kedua jenis perhiasan itu dihitung zakatnya berdasarkan berat emas dan perak murni yang dikandungnya tanpa mengindahkan tinggi rendah harganya akibat desain, batu permata atau bahan tambahan lain yang menghiasinya.

3. Bagaimana cara mengeluarkan zakat perhiasan yang telah memenuhi syarat wajib zakat?

Seperti diketahui bahwa perhiasan wajib dibayar zakatnya berdasarkan berat emas murni, yaitu emas batangan (999) 24 karat. Adapun emas tidak murni harus dikurangi sesuai dengan berat campurannya dan volume zakat yang harus dibayar sesuai rumusan berikut:
Berat emas x karat x harga per gram x 2,5%
Yang dimaksud dengan harga per gram adalah harga yang berlaku pada saat tibanya kewajiban zakat.

4. Bagaimana cara membayar zakat harta perdagangan?

Bila telah tiba waktu pembayaran zakat, maka pedagang muslim atau pun perusahaan dagang harus melakukan inventarisasi dan menghitung harga komoditas dagangnya kemudian menggabungkannya dengan kekayaan uang lain serta piutang yang diharapkan dapat dilunasi lalu dikurangi dengan utang yang menjadi tanggungan terhadap orang atau pihak lain dan menzakati sisanya sebesar 2,5%. Hal ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
Volume zakat = harga komoditas + likuidasi uang + piutang yang akan dibayar - utang x 2,5%

5. Berdasarkan harga apakah seorang pedagang membayar zakat komoditas dagangnya, apakah berdasarkan harga beli atau harga jual?

Seorang pedagang menghitung kekayaan komoditas dagangnya berdasarkan harga yang berlaku pada waktu zakat wajib dibayar dan barang yang dijual dengan harga grosir atau pun eceran semua dihitung berdasarkan harga grosirnya. Inilah pendapat yang dipilih oleh badan syariat.
Hal ini berdasarkan fatwa dan rekomendasi yang dibuat dalam Seminar Masalah Zakat Kontemporer I.

6. Bolehkah seorang pedagang membayar zakat komoditas dagangnya dalam bentuk barang ataukah harus berbentuk uang?

Pada prinsipnya zakat komoditas dagang dibayar dalam bentuk uang berdasarkan harga yang berlaku pada waktu zakat wajib dibayar, bukan dalam bentuk barang dagangan. Pendapat ini diambil dari sebuah riwayat dari Umar bin Khatthab bahwa Nabi saw. bersabda kepada Hammas, "Bayarkanlah zakat hartamu!" Ia menjawab, "Saya hanya memiliki beberapa kantong kulit." Beliau bersabda lagi, "Hitunglah harganya lalu bayarkan zakatnya." Namun demikian boleh membayar zakat dalam bentuk barang dagang sebagai keringanan.

7. Bagaimana seorang pedagang menyikapi utang-utang perdagangannya padahal transaksi jual beli itu terkadang berlangsung dengan pembayaran tunai atau bertempo?

Jawabannya adalah sebagai berikut:
Pertama: Piutang pedagang
Para ulama fikih mengklasifikasikan piutang dalam dua macam:

a. Piutang yang diharapkan dibayar:
Yaitu piutang yang ada pada orang yang mengakui dirinya menanggung utang dan mampu melunasinya atau pun pada orang yang mengingkarinya namun terdapat bukti-bukti yang jika perkara itu diadukan ke pengadilan, pedagang tadi pasti akan menang. Piutang seperti ini disebut sebagai piutang baik yang harus dibayar zakatnya oleh pedagang atau perusahaan setiap tahun.

b. Piutang yang tidak dibayar:
Yaitu yang ada pada seorang yang mengingkari utangnya dan tidak terdapat suatu bukti pun atau pada seorang yang mengakui utang itu namun selalu menunda-nunda atau dalam keadaan kesulitan finansial sehingga tidak mampu melunasi. Piutang seperti ini disebut dengan piutang yang meragukan yang tidak wajib dizakati kecuali setelah benar-benar diterima. Ketika itulah wajib dibayar zakatnya untuk tahun bejalan saja walaupun telah sekian tahun berada di tangan si peminjam.

Kedua: Utang pedagang
Pedagang atau perusahaan dagang boleh memotong utangnya terhadap orang lain dari hartanya yang wajib dizakatkan kemudian orang lain itu harus menzakatkannya ketentuan yang telah dijelaskan sebelumnya.

8. Apakah hukum transaksi dengan saham?

Hukum suatu saham itu tergantung pada jenis kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh perusahaan persahaman. Haram menanam atau memiliki saham dari perusahaan yang menjalankan kegiatan ekonomi yang diharamkan seperti riba, pembuatan dan penjualan minuman alkohol (khamar) atau yang melakukan kontrak dengan cara yang diharamkan, seperti jual beli yang mengandung penipuan.

9. Bagaimana cara membayar zakat saham yang dibenarkan oleh syariat?

Jika pemilik menjadikan sahamnya untuk diperjualbelikan kembali, maka zakat yang wajib dibayar adalah sebesar 2,5% dihitung berdasarkan harga pasaran pada waktu zakat wajib dibayarkan, seperti zakat komoditas dagang.
Jika saham itu hanya untuk diambil keuntungan tahunan saja, maka pembayaran zakatnya adalah sebagai berikut:

a. Jika si pemegang saham dapat mengetahui baik dari data perusahaan atau lainnya tentang nilai setiap saham terhadap aset zakat perusahaan, maka ia harus membayar zakatnya sebesar 2,5%.

b. Jika dia tidak dapat mengetahuinya, maka ia harus menggabungkan keuntungan saham itu dengan kekayaan yang lain dalam penghitungan haul dan nisabnya kemudian dia bayar zakatnya sebesar 2,5%. Dengan demikian maka kewajiban zakatnya telah ditunaikan.

10. Apakah hukum zakat fitrah dan apakah seorang bapak berkewajiban membayar zakat fitrah anak-anak dan pembantunya?

Zakat fitrah wajib atas setiap orang muslim dalam semua usia baik laki-laki atau pun perempuan berdasarkan riwayat Abdullah bin Umar r.a., "(Rasulullah saw. mewajibkan zakat fitrah pada bulan Ramadan sebanyak satu sha` kurma atau gandum atas orang muslim yang budak atau pun merdeka, laki-laki atau pun perempuan, anak-anak atau pun orang tua."

Seorang bapak wajib membayar zakat fitrah untuk dirinya, istri, anak atau pun kedua orang tuanya jika ia berkewajiban menanggung kebutuhan mereka dan tidak berkewajiban menanggung zakat fitrah pembantunya. Tetapi boleh jika ingin membayar zakat fitrahnya atau zakat fitrah orang lain yang bekerja padanya setelah mendapat persetujuan dari yang bersangkutan. Tidak diwajibkan membayar zakat fitrah janin anaknya yang belum lahir sebelum matahari terbenam pada akhir bulan Ramadan.

11. Berapakah volume zakat fitrah yang wajib dibayar?

Volume zakat fitrah yang wajib dikeluarkan adalah sebanyak satu sha` nabawi beras dan lain sebagainya yang dijadikan makanan pokok, seperti gandum, kurma, jagung, terigu, keju, susu bubuk, daging. dll

Satu sha` adalah takaran yang kira-kira sama dengan 2,5 kilogram beras. Takaran ini berbeda dengan makanan pokok lain selain beras. Namun karena intinya adalah takaran, maka harus diperhatikan kebernasannya.

12. Bolehkah membayar zakat fitrah dengan uang? Jika boleh berapa besarnya?

Boleh membayar zakat fitrah dengan uang sebesar harga bahan makanan pokoknya. Saat ini ditaksir sebesar 1 dinar yang dipungut dari setiap individu sebagaimana diberlakukan oleh badan syariat (resmi) untuk memudahkan para pembayar zakat dan kaum fakir. Namun penetapan sebesar satu dinar itu tidak tetap dan dapat berubah dari tahun ke tahun, atau dari tempat ke tempat lain sesuai dengan murah atau mahalnya harga bahan makanan pokok.

13. Kapan zakat fitrah wajib dibayar dan apakah boleh mendahulukan pembayarannya pada awal Ramadan?

Zakat fitrah itu wajib dibayarkan setelah matahari terbenam pada akhir bulan Ramadan karena kewajiban itu ditetapkan sebagai pensucian bagi diri orang yang berpuasa sedangkan puasa itu sendiri baru berakhir dengan terbenamnya matahari.
Disunahkan membayarnya pada hari idul fitri sebelum salat Id berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar r.a., "(Rasulullah saw. memerintahkan membayar zakat fitrah sebelum orang berangkat salat)." (H.R. Jamaah)

Boleh didahulukan pembayarannya sejak awal bulan Ramadan apalagi jika akan diserahkan kepada suatu yayasan sosial sehingga terdapat cukup waktu untuk mendistribusikannya kepada para mustahik pada waktu yang disyariatkan.

14. Jika seorang muslim lupa membayar zakat fitrahnya kemudian baru ingat setelah salat id, bagaimana hukumnya?

Mengakhirkan pembayaran zakat fitrah hingga selesai salat id adalah makruh karena tujuan utamanya untuk mencukupkan kebutuhan kaum fakir pada hari raya. Jika diakhirkan berarti sebagian hari itu terlewat tanpa terpenuhi kebutuhan tersebut. Pendapat ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas r.a., "(Rasulullah saw. mewajibkan pembayaran zakat fitrah sebagai pembersih bagi diri orang yang berpuasa dari kesia-siaan dan sebagai salah satu jenis sedekah.)"

Bila ditunda hingga setelah salat id pada hari itu juga, maka ia tidak berdosa, tetapi akan berdosa jika tetap tidak dibayarkan sampai matahari terbenam dan kewajiban itu tetap menjadi tanggungannya sebagai utang terhadap Allah yang harus dikada.

15. Bolehkah mengalihkan zakat fitrah ke luar tempat tinggal orang yang membayarnya?

Dibolehkan mengalihkan zakat fitrah ke luar tempat tinggal orang yang mengeluarkannya bila di negeri itu terdapat orang yang lebih membutuhkan dan jika hal tersebut dapat mewujudkan maslahat yang lebih besar bagi kaum muslimin, atau jika lebih dari kebutuhan kaum fakir yang ada di negerinya. Seandainya tidak ada satu pun di antara sebab yang telah disebutkan itu, maka tidak boleh mengalihkan zakat ke negeri lain karena Nabi saw. telah bersabda, "(Zakat itu diambil dari orang kaya di kalangan mereka dan dikembalikan (dibayarkan) kepada kaum fakirnya)".

16. Bagaimana cara seorang muslim membayar zakat gaji, penghasilan profesi, hibah atau pendapatan lainnya?

Dalam Muktamar Zakat I yang diselenggarakan di Kuwait dikeluarkan fatwa tentang masalah di atas sebagai berikut:
Kekayaan seperti itu dianggap sebagai penghasilan dari potensi manusia yang dipergunakan untuk suatu pekerjaan yang bermanfaat, seperti upah buruh, gaji pegawai, pendapatan dokter, insinyur dan sebagainya. Sama juga dengan penghasilan lain yang diperoleh dari bonus-bonus kerja yang tidak berasal dari pengeksplotasian barang tertentu.

Mayoritas peserta muktamar berpendapat bahwa harta tidak wajib dizakati ketika diterima akan tetapi harus terlebih dahulu disatukan dengan kekayaan lain yang wajib dizakati dalam penghitungan nisab dan haulnya kemudian baru dibayar zakat keseluruhannya berikut pendapatan lain yang diperoleh di tengah-tengah haul.


Penjelasan Tambahan


Zakat Mata Uang
1. Harta yang kena kewajiban zakat adalah harta yang melebih dari kebutuhan primer pemiliknya.

2. Nisab zakat uang logam dan uang kertas (banknote) adalah seharga 85 gram emas murni yang berlaku di negeri itu sendiri pada waktu zakat itu wajib dibayar.

3. Uang logam dan kertas yang belum mencapai nisab harus digabungkan dengan kekayaan emas, perak dan lainnya, lalu nisabnya dihitung berdasarkan harganya menurut mazhab Hanafiah. Bila masing-masing jenis kekayaan itu mencukupi nisab, maka zakatnya harus dibayar secara terpisah.

4. Suatu harta yang telah dibayar zakatnya kemudian berubah menjadi jenis kekayaan lain yang berbeda, seperti hasil tanaman yang telah dizakati lalu dijual, maka harga yang diperoleh dari penjualan itu tidak dizakati lagi ketika pembayaran zakat harta pada haul yang sama. Hal itu untuk menghindari terjadinya zakat ganda dalam satu haul dari harta yang sama. Hal ini sesuai dengan hadis yang berarti, "Tidak ada penggandaan dalam pembayaran zakat. Tetapi harta itu harus dizakati pada haul berikutnya."

5. Utang-piutang yang ada harus dimasukkan ke dalam bab utang-piutang.


Zakat Emas (Uang)
1. Kekayaan emas yang belum mencapai nisab harus disatukan dengan kekayaan uang lainnya, lalu dihitung harganya menurut mazhab Hanafiah. Namun bila masing-masing jenis kekayaan itu mencukupi nisab, maka zakatnya harus dibayar secara terpisah.

2. Utang-piutang yang ada harus dimasukkan ke dalam bab utang-piutang.


Zakat Perak
1. Kekayaan perak yang belum mencapai nisab harus disatukan dengan kekayaan uang, emas dan lainnya lalu nisabnya dihitung berdasarkan harganya. Hal ini sesuai dengan mazhab Hanafiah. Bila masing-masing jenis kekayaan logam itu telah mencukupi nisab, maka zakatnya harus dibayar secara terpisah.

2. Utang-piutang yang ada harus dimasukkan ke dalam bab utang-piutang.


Zakat Perhiasan
1. Perhiasan wanita yang diperuntukkan untuk pakaian pribadi tidak kena kewajiban zakat, selama tidak melebihi batas kewajaran wanita yang berada dalam status sosial yang sama dengan pemilik. Bila lebih dari batas kewajaran, maka kelebihan itu wajib dizakati karena telah masuk dalam pengertian penimbunan harta yang diharamkan.

2. Seorang wanita harus membayar zakat perhiasannya yang sudah tidak dipakai lagi karena telah ketinggalan model atau sebab lain.

3. Perhiasan emas yang haram dipakai, harus dibayar zakatnya. Seperti yang dipakai oleh kaum lelaki, yaitu gelang emas, jam tangan emas dan sebagainya. Perhiasan itu harus dizakati apabila telah mencukupi nisab dengan atau digabungkan dengan emas lain.

4. Cincin perak yang dipakai kaum lelaki tidak dikenakan kewajiban zakat karena dihalalkan.

5. Perhiasan perak yang haram dipakai harus dikeluarkan zakatnya, seperti sendok makan dan perabotan lain yang terbuat dari perak. Perhiasan itu harus dibayar zakatnya bila telah mencukupi nisab atau setelah digabungkan dengan kekayaan perak yang lain.

6. Utang-piutang yang ada harus dimasukkan ke dalam bab utang-piutang.


Zakat Piutang

1. Zakat diwajibkan atas piutang yang dapat dilunasi. Dalam penghitungan zakat, piutang yang baru disatukan dengan kekayaan uang lain.

2.Utang pembayar zakat kepada orang lain, dipotong dari harta yang akan dizakatinya, jika utang itu telah ada sebelum datang waktu wajib pembayaran zakat. Bila yang bersangkutan tidak memiliki selain harta zakat yang melebihi kebutuhan primer, maka ia melunasi utangnya dari harta itu.

3. Utang kredit perumahan dan utang lainnya dipotong dari harta zakat sebesar cicilan tahun berjalan yang harus dibayar, kemudian sisanya dizakati bila masih mencukupi nisab atau lebih.

4. Seluruh utang yang dipakai untuk membiayai suatu usaha perdagangan dipotong dari aset yang dikenakan zakat bila yang bersangkutan tidak memiliki aset tetap lain yang melebihi kebutuhan primernya.

Zakat Hasil Eksploitasi
1. Benda eksploitasi tidak dikenakan zakat, karena termasuk kekayaan hak milik (aset tetap) yang tidak diperuntukkan untuk perdagangan, zakat dikenakan pada sisa pendapatan ketika datang haul.

2. Pendapatan yang diperoleh dari barang eksploitasi itu digabungkan dengan kekayaan uang dan komoditas dagang lain dalam penghitungan nisab dan haulnya, kemudian dizakati sebesar 2,5%. Pendapat ini merupakan konsensus para ulama fikih dan diadopsi oleh Komisi Fatwa dan Pengawasan Syariat yang berada di bawah Lembaga Zakat Kuwait.

3. Utang-piutang yang ada harus dimasukkan ke dalam bab utang-piutang.


Zakat Binatang Ternak
1. Hewan ternak yang diperuntukkan buat dagang, hukumnya sama seperti komoditas dagang di mana zakatnya dihitung berdasarkan harga, bukan berdasarkan jumlah ekor yang dimiliki. Dengan demikian, maka tidak disyaratkan nisab volume (bilangan) tetapi dikenakan kewajiban zakat bila nilai (harga) nya telah mencapai nisab zakat uang kemudian disatukan dengan komoditas dagang yang lain.

2. Hewan ternak itu tidak disyaratkan harus mengkonsumsi rumput mubah sepanjang tahun, zakat diwajibkan atas hewan ternak secara mutlak, baik yang mengkonsumsi rumput mubah atau pun makanan ternak yang dibeli. Pendapat ini sesuai dengan pendapat mazhab Imam Malik dan Imam Laits, hal ini diadopsi mengingat bahwa sebagian hadis tentang zakat ternak tidak menyebutkan "saum" (memakan rumput mubah) sementara hadis lain yang menyebutkan syarat "saum" hanya untuk menunjukkan mayoritas keadaan hewan ternak. Pendapat inilah yang diambil oleh Lembaga Zakat Kuwait.

3. Ternak campuran yang dimiliki oleh beberapa orang dapat mempengaruhi nisab dan volume yang wajib dizakati, karena hewan ternak yang tempat gembala, minum dan kandangnya bersatu, dalam penghitungan nisabnya dianggap seperti milik satu orang, walaupun sebenarnya dimiliki oleh beberapa orang.

4. Dalam zakat ternak, unta mencakup bukhati, sapi mencakup kerbau sedangkan kambing mencakup domba dan kambing kacang.

5. Anak-anak ternak disatukan dan mengikuti nisab induknya. Jadi bila terdapat 27 ekor sapi dengan 3 ekor anaknya sebelum datang haul maka ketiga anak sapi itu melengkapi nisab zakat menjadi 30 ekor, oleh karena itu telah dikenakan kewajiban zakat.

6. Unta dan sapi yang dipergunakan pemiliknya untuk membajak atau mengairi tanah pertanian, atau untuk alat pengangkut dan lain-lain tidak dikenakan kewajiban zakat, sesuai hadis Rasulullah saw. yang artinya, "Tidak ada kewajiban zakat atas hewan ternak yang dipekerjakan."

7. Jika hewan ternak tersebut dijual di tengah-tengah haul, kemudian dibeli lagi atau diperoleh lagi dengan cara lain yang sah, tidak dengan niat untuk menghindari kewajiban zakat, maka ternak itu memulai haul baru lagi karena haul yang pertama telah terputus dengan penjualan sehingga ternak itu menjadi hak miliknya yang baru dengan haul baru pula. Hal ini sesuai dengan hadis Rasulullah saw., "Tidak ada kewajiban zakat atas suatu harta sampai berlalunya haul."

8. Sah juga membayar zakat hewan ternak dari jenis hewan yang dimiliki atau dengan harganya berdasarkan mazhab Hanafiah.


Komoditas Dagang
1. Aset tetap seperti mesin, gedung, mobil, peralatan dan aset tetap lain tidak kena kewajiban zakat dan tidak termasuk harta yang harus dizakati.

2. Yang menentukan suatu barang termasuk komoditas dagang ialah niatnya ketika membeli. Bila seorang membeli sebuah mobil dengan niat untuk pemakaian pribadi, namun dalam niat itu terdapat pula maksud jika dijual akan mendapat keuntungan, maka mobil itu akan dijual, maka mobil itu tidak termasuk komoditas dagang yang harus dizakati. Sebaliknya jika ia membeli beberapa unit mobil dengan niat untuk diperdagangkan dan mendapatkan keuntungan lalu salah satu dipakai, maka mobil yang dipakai itu termasuk komoditas dagang yang harus dibayar zakatnya.

3. Harta komoditas dagang itu dinilai berdasarkan harga grosiran walaupun pada hakikatnya dijual dengan cara grosir dan eceran. Ini adalah pendapat yang diadopsi oleh Lembaga Fikih di Mekah.

4. Pedagang harus menghitung kekayaan komoditas dagangnya berdasarkan harga pasaran yang berlaku, walaupun harga itu lebih rendah dari harga beli ataupun lebih tinggi karena yang menjadi standar adalah harga pasaran yang berlaku. Yang dimaksud dengan harga pasaran yang berlaku ialah harga jual komoditas itu yang berlaku pada waktu zakat wajib dibayar.

5. Jika seorang memiliki saham yang telah dibayar zakatnya oleh perusahaan yang mengeluarkan saham itu, maka orang itu tidak lagi berkewajiban membayar zakat saham tersebut untuk menghindari terjadinya zakat ganda. Tetapi bila perusahaan itu belum membayar zakatnya, maka pemilik saham harus membayar zakatnya sebesar 2,5% dari harga pasaran saham seandainya saham itu untuk diperdagangkan. Bila saham itu hanya untuk diambil laba tahunannya saja, maka zakatnya harus dibayar sebesar 2,5% dari laba tahunan, bukan dari harga saham itu sendiri.

6. Diharamkan berjual beli obligasi karena mengandung suku bunga yang diharamkan, namun pemiliknya tetap berkewajiban membayar zakatnya dari modal obligasi tersebut, yaitu harga nominalnya, setiap tahun dan disatukan dengan kekayaan yang lain dalam penghitungan nisab dan haulnya, kemudian dizakati seluruhnya sebesar 2,5% tanpa suku bunga yang diperoleh.

7. Utang-piutang yang ada harus dimasukkan ke dalam bab utang-piutang.


Zakat Hasil Pertanian
1. Zakat diwajibkan atas semua hasil tanaman dan buah-buahan yang ditanam dengan tujuan untuk mengembangkan dan menginventasikan tanah (menurut mazhab Abu Hanifah dan ulama fikih lain). Tetapi tidak diwajibkan atas tanaman liar yang tumbuh dengan sendirinya, seperti rumput, pohon kayu bakar, bambu dan lain-lain kecuali jika diperdagangkan, dalam hal ini harus dizakati seperti zakat komoditas dagang.

2. Dalam zakat tanaman tidak disyaratkan haul tetapi diwajibkan setiap musim panen, sesuai dengan firman Allah swt., "Dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya." (Q.S. Al-An`am: 141) Oleh karena itu seandainya tanah pertanian dapat menghasilkan panen lebih dari sekali dalam setahun, maka wajib dikeluarkan zakatnya setiap panen. Karena haul disyaratkan untuk menjamin pertumbuhan harta, dalam hal ini pertumbuhan telah terjadi sekaligus.

3. Zakat tidak diwajibkan atas sesuatu yang dihasilkan dari pohon (getah karet) kecuali jika diperdagangkan, maka harus dizakati bagaikan zakat komoditas dagang.

4. Kalau pengairan tanaman dilakukan dengan gabungan dua cara antara yang memakan dan tidak memakan biaya tinggi, maka dikenakan ketentuan berdasarkan yang lebih dominan. Kalau perbandingannya sama, maka volume zakat yang harus dibayar adalah sebesar 7,5%, jika tidak diketahui perbandingannya maka sebesar 10%.

5. Hasil panen dipotong dengan biaya yang dikeluarkan selama proses penanaman selain biaya irigasi, seperti benih, seleksi, biaya panen dan lain-lain menurut mazhab Ibnu Abbas. Tetapi disyaratkan biaya itu tidak lebih dari sepertiga hasil panen, sesuai dengan keputusan Seminar Fikih Ekonomi ke-6, Dallah & Barakah.

6. Jika tanaman atau buah-buahan itu dihasilkan dari tanah sewaan, maka zakatnya wajib dibayar oleh pemilik tanah tersebut bukan oleh si penyewa. Kemudian si pemilik menggabungkan hasil bersih sewanya dengan kekayaan uang yang lain, lalu membayar zakatnya sebesar 2,5% ketika haul.

7. Jika tanaman dan buah-buahan itu dihasilkan dari kontrak muzara`ah atau musaqat (yaitu kerjasama antara pemilik tanah dengan petani yang akan menanam dan mengurusinya dengan persetujuan bagi hasil), maka zakatnya diwajibkan atas kedua belah pihak sesuai dengan persentasi hasil masing-masing, bila mencapai nisab.

8. Tanaman yang masih termasuk satu jenis, disatukan satu sama lain seperti biji-bijian atau buah-buahan. Namun di antara jenis itu tidak boleh disatukan seperti antara buah-buahan dan sayur-sayuran.

9. Pada dasarnya si petani membayar zakat dari hasil panennya, namun sebagian ulama fikih membolehkan membayarnya dengan harganya.


Zakat Hasil Tambang
1. Hasil tambang tidak disyaratkan haul, zakatnya wajib dibayar ketika barang itu telah digali. Hal ini mengingat bahwa haul disyaratkan untuk menjamin perkembangan harta, sedang dalam hal ini perkembangan tersebut telah terjadi sekaligus, seperti dalam zakat tanaman.

2. Barang tambang yang digali sekaligus harus memenuhi nisab begitu juga yang digali secara kontinu, tidak terputus karena dibengkalaikan. Semua hasil tambang yang digali secara kontinu harus digabung untuk memenuhi nisab. Jika penggalian itu terputus karena suatu hal yang timbul dengan tiba-tiba, seperti reparasi peralatan atau berhentinya tenaga kerja, maka semua itu tidak mempengaruhi keharusan menggabungkan semua hasil galian. Bila galian itu terputus karena beralih profesi, karena pertambangan sudah tidak mengandung barang tambang yang cukup atau sebab lain, maka hal ini mempengaruhi penggabungan yang satu dengan yang lain. Dalam hal ini harus diperhatikan nisab ketika dimulai kembali penggalian baru.

3. Termasuk dalam barang tambang semua hasil yang digali dari daratan atau pun dari dasar laut, sementara yang dikeluarkan dari laut itu sendiri, seperti mutiara, ambar dan marjan, harus dizakati bagaikan zakat komoditas dagang.


Zakat Barang Galian (rikaz)
Barang galian atau rikaz ialah harta karun yang dipendam di bawah tanah yang dalam kewajiban zakatnya tidak disyaratkan haul dan nisab.

Volume zakat rikaz yang wajib dikeluarkan adalah sebesar 15% sesuai dengan konsensus para ulama fikih yang didasari atas sabda Rasulullah saw., " ‏وفي الركاز الخمس‏ " Artinya, Dalam harta rikaz -dikenakan zakat- sebesar seperlima.


Fatwa-fatwa Seputar Masalah Zakat

Fatwa Komite Fikih Islam, Organisasi Konperensi Islam, Jeddah
1. Zakat Utang (Keputusan No. 1 Tahun 2)

Setelah memperhatikan dan mendiskusikan masalah zakat utang dari berbagai seginya, Komite menyatakan sbb :

Pertama. Tidak ada teks dalam Alquran atau hadis Nabi saw. yang menjelaskan masalah zakat utang.

Kedua. Banyak dijumpai info klasik dari para sahabat dan tabiin r.a. yang menjelaskan tentang cara pembayaran zakat utang

Ketiga. Persepsi tentang zakat utang terdapat perbedaan di kalangan mazhab-mazhab keislaman.

Keempat. Perbedaan tersebut barang kali didasari oleh perbedaan persepsi tentang kaidah penyebutan istilah "pendapatan" terhadap sejumlah uang yang mungkin diperoleh sebagai pembayaran utang.

Pertama. Bila debitor berkecukupan dan selalu membayar utang tepat waktu, maka zakat utang wajib dibayar oleh pemberi piutang setiap tahun.

Kedua. Bila debitor tergolong orang susah atau suka menunda-nunda pembayaran utang, maka zakat utang wajib dibayar oleh pemberi piutang setelah memenuhi kurun waktu satu tahun (haul) dari saat penerimaan bayaran,.

2. Zakat Barang Tidak Bergerak Dan Tanah (non-pertanian) Sewaan (keputusan No.2 Tahun 2)

Setelah membaca kajian yang dibuat tentang (zakat barang tidak bergerak dan tanah non-pertanian sewaan),
dan setelah mendiskisukan permasalah secara detil, Komite memutuskan sbb:

Petama. Tidak diperoleh teks yang jelas yang mewajibkan pembayaran zakat atas barang tidak bergerak dan tanah sewaan.

Kedua. Demikian juga tidak diperoleh teks yang jelas yang mewajibkan pembayaran segera zakat hasil barang tidak bergerak dan sewa tanah non-pertanian. Oleh sebab itu, Komite memutuskan :

Pertama. Zakat tidak diwajibkan atas modal barang tidak bergerak dan tanah sewaan

Kedua. Zakat hanya diwajibkan atas penghasilannya sebesar 2,5 % setelah cukup haul terhitung dari saat penerimaannya dengan mempertimbangkan syarat-syarat dan penghalang lainnya.

3. Zakat Aset Perusahaan (Keputusan No. 3 Tahun 3)

Setelah memperhatikan kajaian tentang zakat modal perusahaan, Komite memutuskan sbb :

Pertama. Saham perusahaan wajib dizakati oleh pemilik saham. Perusahaan dapat bertindak sebagai wakil pemilik saham untuk menyalurkan zakatnya atas nama mereka.

Kedua. Dewan manejerial dapat menyalurkan zakat saham perusahaan bagaikan subjek hukum konkrit membayar zakatnya, dengan artian bahwa semua saham yang terdapat dalam perusahaan tertentu dianggap bagaikan sebuah harta milik seorang. Dengan demikian wajib dibayar zakatnya sesuai dengan jenis harta, nisab, volume zakatnya dan ketentuan lain dalam zakat harta pribadi. Hal ini diputuskan atas kaidah "harta campuran" yang menurut sebagian ulama boleh digeneralisasikan terhadap semua jenis harta.
Saham yang tidak dikenakan zakat, harus dipotong, termasuk saham tabungan umum, wakaf, badan kebajikan dan saham non-muslim.

Ketiga. Bila perusahaan tidak membayar zakat sahamnya, maka para pemegang saham wajib membayar zakat sahamnya masing-masing. Bila pemilik saham memperoleh keterangan tentang pembayaran zakat sahamnya pada perusahaan tersebut, maka berarti kewajiban zakatnya telah selesai, sesuai dengan prosedur yang seharusnya.

Bila pemegang saham tidak mendapatkan keterangan tersebut, maka dilihat niat pemegang saham tersebut, kalau niatnya sewaktu mendepositkan saham hanya untuk memperoleh penghasilan tahunan dari deposit tersebut, maka dia membayar zakatnya atas dasar zakat eksploitasi, yaitu sebesar 2,5 % dari keuntungan (di luar modal) dengan mempertimbangkan haul terhitung dari saat penerimaan keuntungan tersebut dan syarat serta penghalang lainnya. Hal ini sesuai dengan keputusan Komite Fikih Islam pada sidang tahun kedua tentang zakat barang tidak bergerak dan tanah non-pertanian sewaan.

Bila pemilik saham mendepositkan modalnya dengan maksud dagang, maka ia wajib membayar zakatnya atas dasar modal perdagangan, ia wajib membayar sebesar 2,5 % dari modal dan keuntungan setelah cukup haul yang nilainya dihitung atas dasar harga pasaran sedang berjalan atau penentuan seorang ahli.

Keempat. Bila seorang pemilik saham menjual sahamnya di tengah-tengah haul, dia diharuskan menggabungkan harga saham tersebut dengan harta kekayaannya yang lain, seterusnya membayar zakatnya sekalian, bila haulnya sempurna. Pembeli diharuskan membayar zakat saham yang baru di beli tersebut sesuai ketentuan di atas.

4. Penyaluran Zakat

Penginvestasian zakat dalam proyek-proyek yang menguntungkan
Setelah membaca dan mendengarkan pendapat peserta dan tenaga ahli tentang kajian yang dibuat seputar penginvestasian zakat dalam proyek-proyek yang menguntungkan bukan atas nama pribadi mustahik, Komite memutuskan sbb:

Secara prinsip dobolehkan menginvestasikan zakat dalam proyek-proyek investasi yang menguntungkan bukan atas nama mustahak zakat atau atas nama pihak resmi yang bertugas mengumpulkan dan menyalurkan zakat dengan catatan : proyek ini dilakukan setelah memenuhi semua kebutuhan pokok para mustahak dan terdapat jaminan yang cukup bonafid untuk menghindari terjadinya kemungkinan kerugian.

5. Mustahik Zakat

Penyaluran zakat kepada Dana Solidaritas Islam.
Setelah membaca nota penjelasan tentang Dana Solidaritas Islam dan aktifitasnya yang disampaikan pada Seminar Dewan Zakat III serta kajian yang dibuat seputar penyaluran zakat kepada Dana Solidaritas Islam, Komite menghimbau :

Dalam upaya membantu Dana Solidaritas Islam merealisir targetnya (sesuai dengan AD) dan memperhatikan keputusan Pertemuan Puncak Islam II yang menyebutkan pendirian Dana ini dengan pembiayaannya dari sumbangan negara-negara anggota, mengingat bahwa sebagian anggota tidak mengirimkan sumbangannya secara rutin, maka Komite menghimbau seluruh negara-negara anggota dan yayasan-yayasan keislaman lainnya untuk memberikan bantuan dana kepada yayasan di atas guna dapat merealisir target mulianya dalam melayani kepentingan ummat Islam. Memutuskan :

Pertama. Tidak diperkenankan menyalurkan uang zakat untuk membantu aktifitas Dana Solidaritas Islam, karena hal tersebut akan menghambat mustahak zakat lainnya yang tertera dalam Alquran mendapatkan hak mereka.

Kedua. Dana Solidaritas Islam seharusnya meminta keagenan baik dari pribadi-pribadi, instansi-instansi untuk menyalurkan zakat harta mereka kepada mustahak yang legal dengan syarat-syarat sbb :

a. Masing-masing wakil dan pemberi wakil memenuhi kriteria resmi

b. Dana Solidaritas memasukkan masalah ini ke dalam AD & ART dan tujuan organisasinya serta mengadakan revisi seperlunya agar dapat melakukan kegiatan seperti dimaksud.

c. Dana Solidaritas membuat kotak khusus penampungan zakat sehingga tidak bercampur dengan dana lain yang dapat dipergunakan di luar mustahak zakat seperti kepentingan umum dll.

d. Dana Solidaritas tidak diperkenankan menggunakan dana zakat untuk keperluan administrasi, gaji pegawai dan pengeluaran lainnya yang tidak termasuk dalam mustahak zakat yang delapan.

e. Dalam menyalurkan zakat, Dana Solidaritas harus memperhatikan syarat-syarat yang ditentukan untuk mustahak zakat yang delapan.

f. Dana Solidaritas harus konsekwen menyalurkan zakat tersebut secepat mungkin, paling lama satu tahun, agar mustahak dapat mempergunakannya.


Keputusan Komite Fikih Islam, Rabithah Alam Islami, Mekah
Keputusan No. 1 Tahun 11.
Tentang, Zakat sewa barang tidak bergerak

Segala puji bagi Allah, salawat beriring salam buat Nabi terakhir, Muhammad saw dan kepada keluarga dan sahabat-sahabatnya.

Seterusnya,
Komite Fikih Islam, Rabithah Alam Islamy dalam sidang tahunannya yang kesebelas yang diselenggarakan di Mekah dari hari Minggu tanggal 13 Rajab 1409 H bertepatan dengan 19 Pebruari 1989 M. sampai hari Minggu tanggal 20 Rajab 1409 H bertepatan dengan 26 Pebruari 1989 M, telah memperhatikan kajian yang bertopik zakat sewa barang tidak bergerak. Setelah mendiskusikan dan tukar menukar pendapat, Komite memutuskan dengan suara terbanyak sbb :

Pertama : Barang tidak bergerak yang diperuntukkan buat pemukiman adalah dianggap harta konsumsi yang tidak dikenakan kewajiban zakat, baik barangnya atau nilai sewanya.

Kedua : Barang tidak bergerak yang diperuntukkan buat dagang dianggap modal perdagangan yang wajib dibayar zakat (modal) nya dengan menghitung nilainya di saat mencapai haul.

Ketiga : Barang tidak bergerak yang diperuntukkan buat sewaan, wajib dibayar zakat sewanya saja (bukan barangnya).

Keempat : Mengingat bahwa sewa dibayar oleh penyewa kepada yang menyewakan di saat penanda tanganan kontrak, maka wajib dibayarkan zakatnya di saat mencapai haul terhitung dari saat menerima sewa (penanda tanganan kontrak) tersebut.

Kelima : Rate (volume) zakat barang tidak bergerak atau ukuran zakat penghasilannya bila diperuntukkan untuk sewaan adalah 2,5 %, disamakan dengan emas perak.
Semoga Allah melimpahkan salawat dan salam yang sebesar-besarnya kepada Nabi Muhammad saw. Segala puji hanya untuk Allah pemelihara seluruh jagat raya.

Keputusan No. 4 tahun 8.
Tentang, Pengumpulan Dan Penyaluran Zakat Serta Usyuriah di Fakistan

Segala puji bagi Allah, pemelihara seluruh jagat raya, salawat beriring salam semoga dilimpahkan kepada junjungan Nabi Muhammad saw dan keluarga serta seluruh sahabat-sahabatnya.

Kemudian dari pada itu,
Komite Fikih Islam dalam sidang tahunannya yang ke delapan yang diselenggarakan di Mekah dari tanggal 27 Rabiulakhir 1505 H sampai 8 Jumadilawal 1405 H. atas surat No. 4/Diplomat 36/38/ tertanggal 27 Juni 1983 M yang dikirimkan oleh Kedutaan Besar Fakistan, Jeddah kepada Ketua Komite, Syekh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz yang disertakan dengan hasil angket sekitar topik Pengumpulan dan penyaluran zakat dan usyuriah di Fakistan yang kemudian dialihkan kepada Komite Fikih Islam dengan surat No. 3601/3 tertanggal 16 Zulkaidah 1403 H.

Setelah membaca terjemahan anket yang memintakan pendapat tentang mustahak zakat yang delapan yang tertera dalam Alquran yaitu (Fi sabilillah) apakah pengertiannya hanya terbatas pada pejuang dalam peperangan membela Agama Islam atau untuk pembela kebenaran dan kebaikan secara umum, dalam bentuk kepentingan umum seperti pembangunan mesjid, benteng, dermaga, pendidikan, dakwah dst.

Setelah mengkaji, mendiskusikan dan bertukar pendapat sekitar topik di atas, ternyata terdapat dua pendapat, masing-masing

Pertama : Membatasi pengertian Fi Sabilillah dalam ayat Alquran terhadap pejuang di medan tempur. Pendapat ini sesuai dengan pendapat kebanyakan ulama yang membatasi kuota fi sabillah dalam zakat buat pejuang-pejuang di medan tempur saja.

Kedua : Fi Sabilillah adalah lafal umum yang mencakup semua pembela dan pelaku usaha kebaikan serta kepentingan umum ummat, seperti pembangunan dan pemeliharaan mesjid, pembangunan sekolah-sekolah, pembuatan jalan raya, pembangunan jembatan, persediaan perbekalan perang, dakwah dll. Pendapat ini dianut oleh kelompok kecil dari ulama klasik tetapi diikuti mayoritas ulama kontemporer.
Setelah mendiskusikan dan adu argumentasi, Komite memutuskan dengan suara terbanyak sbb :

1. Mengingat bahwa pendapat kedua didukung oleh sekelompok ulama Muslimin dan mempunyai kecocokan dengan ayat Alquran yang berarti, "Orang-orang yang membelanjakan harta mereka fi sabilillah (kepentingan membela agama Allah) dan pemberian tersebut tidak dibangkit-bangkit dan tidak diikuti dengan tindakan menyakitkan hati.." demikian juga terdapat kecocokan dengan beberapa buah hadis di antaranya hadis yang terdapat dalam Sunan Abu Daud bahwa seorang mendermakan untanya fi sabilillah tetapi istrinya bermaksud menunaikan ibadah haji, Rasulullah saw bersabda, "Naikilah unta itu karena haji juga fi sabilillah"

2. Mengingat bahwa tujuan akhir dari berjuang di medan tempur adalah untuk menjunjung tinggi ajaran agama. Menjunjung tinggi ajaran agama tersebut bisa terlaksana dengan berjuang di medan tempur dan bisa juga dengan cara dakwah, mempersiapkan tenaga dakwah dan membiayainya. Dengan demikian fi sabilillah bisa dengan berbagai cara, hal ini sesuai dengan hadis yang diriwayatkan Imam Ahmad dan Nasai dari Anas yang disahihkan oleh Hakim, di mana Rasulullah saw. bersabda, "Berjihadlah menantang kaum musyrikin dengan harta, jiwa dan lidah kamu".

3. Mengingat bahwa agama Islam selalu diserang oleh kaum ateis, Yahudi, Keristen dan musuh-musuh Islam lainnya lewat perang kultural dan akidah, di mana mereka mendapat suntikan dana dan moril, maka seharusnya kaum Muslimin dapat menghadapi mereka dengan senjata yang sama atau lebih ampuh.

4. Mengingat bahwa bidang pertahanan di negara-negara Islam mempunyai kementerian khusus yang mempunyai anggaran belanja tersendiri, akan tetapi bidang dakwah pada umumnya tidak mempunyai kementerian dan tidak punya anggaran, oleh sebab itu.
Komite memutuskan dengan suara mayoritas bahwa bidang-bidang dakwah memperjuangkan agama Islam termasuk dalam pengertian fi sabilillah dalam ayat-ayat Alquran.

Demikianlah, semoga Allah melimpahkan salawat beserta salam ke haribaan junjungan Nabi Muhammad saw., keluarga dan sahabat-sahabatnya


Fatwa Dewan Penelitian Keislaman (Islamic Research Assembly), Universitas Al-Azhar, Cairo
Seminar Dewan Penelitian Keislaman II Tentang zakat

a. Penetapan pajak untuk kepentingan negara tidak dapat menggantikan pembayaran zakat wajib.

b. Penaksiran nisab zakat uang logam, uang kartal, uang giral, modal perdagangan dihitung berdasarkan nilai emas. Bila mencapai nilai 20 mitsqal emas, maka wajib dizakati. Hal tersebut adalah karena mengingat harga emas lebih stabil dari uang lainnya. Untuk mengetahui nilai satu mitsqal emas diharuskan merujuk kepada tenaga ahli.

c. Barang-barang yang dapat berkembang, yang tidak terdapat teks atau pendapat ulama tentang hukumnya sbb :

1. Tidak diwajibkan membayar zakat gedung yang disewakan, pabrik, kapal, pesawat dan sebagainya akan tetapi yang dikenakan zakat adalah penghasilan bersihnya bila telah mencapai nisab dan haul.

2. Bila penghasilan bersih belum mencapai satu nisab, sedangkan pemiliknya mempunyai kekayaan lain, maka digabungkan satu sama lainnya dan dibayar zakatnya secara keseluruhan bila telah mencapai haul.

3. Rate (volume) yang wajib dibayar adalah sebesar 2,5 % dari penghasilan bersih yang dibayarkan di akhir haul

4. Dalam perusahaan yang menampung banyak pemilik saham, yang diperhatikan bukan hasil total perusahaan secara umum, akan tetapi hasil masing-masing pemilik saham.

d. Orang mukallaf diwajibkan membayar zakat dari hartanya, sedangkan harta non-mukallaf diwajibkan zakat yang dibayarkan oleh pengampunya.

e. Zakat adalah sarana integrasi sosial di negara-negara Islam secara keseluruhan dan merupakan sumber pendapatan untuk kegiatan dakwah, penyebaran agama Islam dan bantuan untuk para mujahidin dalam membela negara-negara Islam.

f. Cara pengumpulan dan penyaluran zakat diserahkan kepada warga daerah itu sendiri.
Mengenai sedekah sunah, Dewan menjelaskan sbb:

a. Islam mengajak mendermakan harta demi agama dan melarang kikir dan berat tangan untuk kepentingan yang baik.

b. Islam melarang meminta-minta dan menerima sedekah kecuali dalam keadaan mendesak.

c. Islam juga mengajak berbuat baik terhadap warga non-muslim, sebagai implementasi dari azas persamaan sesama warga negara antara mereka dengan warga muslim serta melindungi person-person semua warga masyarakat Islam.


Fatwa Seminar Zakat I yang diselenggarakan di Kuwait tanggal 29 Rajab 1404 H bertepatan dengan tanggal 3/4/1984.
Pertama : Zakat kekayaan dan aset perusahaan.

Zakat kekayaan perusahaan :

1. Zakat dibebankan atas perusahaan penanaman modal karena merupakan badan hukum abstrak. Hal ini bisa terjadi dalam hal-hal berikut :
a. Ada teks hukum yang menuntut pembayran zakat harta-hartanya.
b. Bila AD & ART nya menyebutkan hal tersebut.
c. Ada keputusan dewan direksi tentang hal tersebut
d. Kerelaan para deposan terhadap hal tersebut.

Dasar pendapat ini adalah kaidah harta campuran yang tersebut dalam hadis Nabi sekitar zakat binatang ternak, yang menurut sebagian mazhab yang terpercaya dapat digeneralisasikan pada bidang lain. Cara yang paling tepat untuk menghindari perbedaan pendapat adalah, perusahaan yang bertindak membayarkan zakatnya, bila tidak, maka dewan zakat menghimbau perusahaan untuk membuat audit zakat terhadap semua kekayaan dan di laporan akhir tahun diberikan catatan tentang zakat masing-masing modal yang telah dibayar.

Zakat Saham

2. Bila perusahaan membayar zakat kekayaannya, maka pemilik saham tidak diwajibkan lagi membayar zakat sahamnya, untuk menghindari terjadinya zakat ganda.

Bila perusahaan tidak membayar zakatnya, maka setiap pemilik saham diwajibkan membayar zakat sahamnya masing-masing sesuai dengan point di atas.

Cara Penghitungan Zakat Perusahaan dan Saham

3. Bila perusahaan bermaksud membayarkan zakat kekayaannya, maka perusahaan tersebut dianggap sebagai subjek hukum normal yang bertindak membayar zakat hartanya sejumlah yang telah ditetapkan oleh hukum Islam sesuai jenis dan kondisi harta tersebut.

Bila perusahaan tidak membayar zakat kekayaannya, maka pemilik saham diharuskan membayar zakat saham masing-masing, menurut salah satu dua kondisi berikut :

4. (Kondisi pertama) Pemilik saham yang mendepositkan sahamnya dengan niat dagang, dalam hal ini yang bersangkutan wajib membayar zakat sebesar 2,5 % dari harga pasaran pada hari wajibnya zakat, seperti halnya modal perdagangan lainnya.
(Kondisi kedua) Pemilik saham yang mendepositkan sahamnya dengan niat hanya sekedar mendapatkan keuntungan tahunan, dalam hal ini yang bersangkutan wajib membayar sbb :

a. Bila memungkinkan, yang bersangkutan mencari data lewat perusahaan tentang jumlah sahamnya yang kena kewajiban zakat dan membayar zakatnya sebesar 2,5 %
b. Bila yang bersangkutan tidak dapat mengetahuinya, maka dalam hal ini terdapat beberapa pendapat sbb :

- Mayoritas berpendapat pemilik saham menggabungkan sahamnya dengan hak miliknya yang lain dengan pertimbangan nisab dan haul dan membayar sebesar 2,5 %.
- Sebagian yang lain berpendapat membayarkan 10 % dari keuntungan segera setelah keuntungan itu diterima. Hal ini dianalogikan dengan penghasilan pertanian.

Kedua : Zakat Eksploitasi.

5. Yang dimaksud dengan eksploitasi adalah pabrik-pabrik perindustrian, areal tanah, mobil, alat-alat pertukangan dan semacamnya yang diperuntukkan buat sewa, tidak untuk diperdagangkan. Secara aklamasi Seminar berpendapat bahwa barang-barang eksploitasi ini tidak wajib dizakati, yang dizakati adalah hasil yang diperoleh dari penyewaan barang-barang tersebut. Mengenai cara pembayaran zakat barang-barang eksploitasi ini terdapat beberapa pendapat.

Mayoritas berpendapat bahwa penghasilannya digabungkan dengan hak milik pemilik barang-barang eksploitasi tersebut (uang atau modal dagang) dengan mempertimbangkan nisab dan haulnya, kemudian membayar zakatnya sebesar 2,5 %.

Pihak kedua berpendapat bahwa zakat hanya dikenakan terhadap penghasilan bersih yang melebihi keperluan biaya pribadi dan keluarga pemilik setelah mengeluarkan berbagai biaya-biaya yang diperlukan kemudian membayar zakatnya sebesar 10 %. Hal ini dianalogikan dengan zakat hasil pertanian.

Ketiga : Zakat Gaji, Upah, Profesi dan Jasa.

6. Harta semacam ini adalah merupakan hasil tenaga kerja manusia yang dieksploitasikan dalam bidang-bidang yang menguntungkan kemanusiaan, seperti upah buruh, gaji pegawai, jasa dokter, arsitektur dll serta pendapatan lain berupa komisi, santunan dll yang diperoleh dari sumber tidak tetap.

Mayoritas ulama berpendapat bahwa penghasilan semacam ini tidak wajib zakat di saat menerima penghasilan tetapi penghasilan tersebut digabungkan dengan hak milik yang lain dengan memperhatikan nisab dan haulnya. Setelah nisab dan haul lengkap, pemilik membayar zakatnya secara keseluruhan. Penghasilan yang diperoleh ditengah-tengah haul dibayar juga zakatnya bersama-sama walaupun kelompok ini belum memenuhi haul.

Penghasilan yang diperoleh sebelum mencukupi nisab, penghitungan haulnya dimulai di saat cukupnya satu nisab yang kelak akan dibayar zakatnya setelah lengkap satu tahun. Persentasi zakat yang harus dibayar adalah sebesar 2,5 % pertahun. Sebagian peserta berpendapat bahwa penghasilan yang diperoleh tersebut langsung dibayar zakatnya sebesar 2,5 % di saat penerimaannya bila penghasilan tersebut memenuhi satu nisab, melebihi dari kebutuhan keluarga pemilik dan bebas dari utang.

Bila yang bersangkutan telah membayar sejumlah ini, dia tidak diharuskan lagi mengkalkulasikan zakat semua hartanya di akhir tahun. Si wajib zakat dapat juga mengkalkulasi zakat yang wajib dia bayar, walaupun baru akan di bayar kemudian bersama dengan barang-barang lain yang cukup haul.

Keempat : Rekening, deposito berbunga dan penghasilan tidak legal lainnya.

7. Rekening dan deposito berbunga wajib dibayar zakat modanya saja sebagai zakat uang sebesar 2,5 %. Adapun bunganya (riba) secara hukum tidak wajib dizakati karena dianggap harta kotor. Seorang muslim tidak diperkenankan menggunakannya, satu-satunya cara untuk mengatasinya adalah mendermakannya kepada kegiatan-kegiatan sosial yang baik atau kepentingan umum, di luar pembangunan mesjid dan pencetakan mushaf Alquran. Ketentuan semacam ini juga diberlakukan terhadap jenis-jenis harta yang subhat lainnya.

Adapun harta yang diperoleh dengan cara tidak legal, seperti hasil curian atau tipuan, maka pemegangnya tidak wajib membayar zakatnya, karena harta itu bukan miliknya, yang bersangkutan diharuskan mengembalikan harta tersebut kepada pemilik aslinya.

Kelima : Haul (kurun waktu satu tahun kamariah).

8. Secara prinsip perhitungan haul didasarkan atas tahun kamariah. Hal ini berlaku terhadap semua harta yang kewajiban zakatnya disyaratkan haul. Dari sini, Seminar menghimbau semua pribadi, perusahaan, yayasan keuangan agar mempertimbangkan tahun kamariah sebagai dasar penghitungan anggaran, paling tidak anggaran yang berhubungan dengan zakat diperhitungkan atas dasar tahun kamariah.

Bila ternyata terdapat kesulitan merubah tahun anggaran tersebut dari tahun syamsiah ke tahun kamariah, maka Seminar berpendapat dibolehkan tetap menggunakan tahun anggaran syamsiah dengan penambahan volume zakat sesuai dengan selisih hari antara tahun syamsiah dengan tahun kamariah menjadi 2, 575 %.

Keenam : Utang Investasi dan Zakat.

9. Utang yang dipergunakan sebagai modal dagang, akan dipotong dari harta yang wajib dizakati sebelum menghitung zakatnya. Adapun utang yang digunakan sebagai modal dalam sarana eksploitasi, seperti pembangunan gedung-gedung, pabrik-pabrik dsb, mengingat hal tersebut akan membebaskan berbagai usaha eksploitasi baik milik pribadi, perusahaan ataupun yayasan yang mendapatkan keuntungan besar dari kewajiban membayar zakat.

Oleh sebab itu, Seminar melihat perlu meninjau lebih lanjut dan mempokuskan kajian mengenai hal ini.. Untuk sementara, Seminar mengadopsi pendapat yang mengatakan bila utang tersebut berjangka lama, tidak menghalangi kewajiban zakat. .
Inilah pendapat yang diadopsi oleh Panitia, namun di akui bahwa beberapa masalah ini, masih memerlukan pengecekan lebih serius dan detil agar dapat selaras dengan kondisi kontemporer.

Di samping itu, Seminar menyarankan agar dalam seminar berikut pengkajian terhadap masalah-masalah lain yang tidak sempat diselesaikan dalam seminar kali ini dapat diteruskan.
Akhirnya Seminar juga menyarankan agar meningkatkan usaha penyadaran sosial terhadap kewajiban zakat dan berbagai kondisinya yang dituntut dalam aplikasi kegiatan ekonomi dan sosial.


Fatwa Seminar Bank Islam III (yang diselenggarakan di Dubai pada tanggal 9 Safar 1406 H bertepatan dengan 23/10/1985 M.
Secara hukum tidak dibenarkan mendepositkan dan menyimpan uang zakat di bank-bank konvensional, untuk itu diharuskan membuat sebuah kotak khusus untuk zakat, baik sebagai tempat pengumpulan ataupun penyalurannya.

Semua uang zakat dapat disimpan dan didepositkan di bank-bank Islam, yang segera akan disalurkan kepada mustahaknya setelah diterima. Tidak ada pihak yang berhak menginvestasikan dan mengeksploitasi uang zakat tersebut tanpa perwakilan dari fakir miskin yang merupakan mustahaknya baik sektor swasta ataupun sektor Pemerintah.


Fatwa Simposium Yayasan Fikih Zakat Internasional I. Tentang Zakat Kontemporer yang diselenggarakan di Cairo pada tanggal 14 Rabiulawal 1409 H bertepatan 25/10/1988 M.
Fatwa dan Himbauan

1. Volume Zakat Perdagangan Yang Wajib Dibayar

Tidak ada perbedaan antara zakat uang dan modal perdagangan, baik nisab maupun volume zakat yang wajib dibayar. Pendapat ini sudah dianggap merupakan konsensus. Tidak bisa dipertanggung jawabkan pendapat yang mengatakan bahwa penyamaan ini berat sebelah, karena dianggap meringankan deposan dan memberatkan investor, karena akan menghilangkan semangat investasi. Seperti diketahui bahwa investasi bertujuan mengembangkan modal investasi, oleh sebab itu tidak ada halangan untuk mengambil zakat dari penghasilan yang diperoleh.
Adapun orang yang tidak mempunyai kesempatan menginvestasikan modalnya, maka harus membayar zakat dari modal itu. Oleh sebab itu para pengampu anak yatim dihimbau untuk memperdagangkan harta anak yatim tersebut sehingga tidak habis ditelan zakat.

Dari segi lain, tidak semua pemilik uang yang telah cukup haulnya dikatakan menimbun harta, sebagaimana juga investor dibebaskan dari membayar zakat modal uangnya yang telah beralih menjadi modal tetap investasi, karena pada umumnya uang adalah merupakan modal dalam proyek-proyek investasi.

2. Proyek-Proyek Industri.

Setelah membaca fatwa yang dikeluarkan Seminar Zakat I (point 6) sekitar topik ini, dapat diambil kejelasan bahwa proyek-proyek industri dapat dianalogikan dengan areal pertanian, di mana kedua-duanya sama-sama modal tetap yang dapat menghasilkan keuntungan secara kontinu bila digarap dan dirawat dengan baik. Oleh sebab itu dikenakan zakat sebesar 5 % dari hasil produksi.

Di pihak lain modal industri yang sedang beroperasi dapat dianggap sebagai modal perdagangan yang dikenakan zakat sebesar 2,5 % dari modal dan penghasilan, tanpa mengikut sertakan modal tetap dalam pengauditan zakat.
Hal ini masih memerlukan pengkajian lebih serius dan detil dalam simposium berikut.

3. Penyaluran Zakat Ke Luar Daerah Pengumpulannya.

Memperhatikan point (5-e) dari keputusan Seminar Dewan Penelitian Keislaman II yang menetapkan bahwa zakat dianggap merupakan sarana integrasi sosial dikalangan ummat Islam dunia, namun pada dasarnya yang terdapat dalam hadis dan praktek para khalifah sepeninggal Nabi saw. menyalurkan zakat kepada warga daerah pengumpulan zakat tersebut.

Bila masih terdapat kelebihan baru ditransfer ke wilayah dan daerah lain, kecuali di saat terjadi bencana dan paceklik, maka zakat dapat disalurkan kepada warga daerah yang kebutuhannya lebih mendesak. Hal ini berlaku dalam skop pribadi ataupun kelompok, dalam skop pribadi boleh mentransfer zakat harta pribadi kepada keluarganya di luar tempat domisilinya sendiri.

4. Pembebasan Utang Dari Mustahik Zakat Dan Kalkulasinya

Bila kreditor membebaskan piutangnya dari seorang debitor yang mengalami kesulitan membayar utang, tidak dianggap zakat walaupun debitor itu berhak menerima zakat. Demikian pendapat mayoritas ulama.

Di antara bentuk-bentuk cabang dari masalah ini dapat disebutkan sbb :

a. Bila seorang wajib zakat membayar zakat kepada debitornya, kemudian setelah diterima, debitor mengembalikannya kepada kreditor sebagai cicilan hutangnya tanpa ada persetujuan atau persekongkolan sebelumnya, maka zakat dianggap sah dan hutang terpenuhi.

b. Bila kreditor membayar zakat hartanya kepada debitor dengan syarat harus dikembalikan kepadanya sebagai cicilan utang atau terdapat persekongkolan untuk pengembalian uang tersebut, zakat dinyatakan tidak sah dan utang tidak terbayar, sesuai pendapat mayoritas ulama.

c. Bila debitor mengatakan kepada kreditor, bayarkan saja zakat hartamu kepadaku biar saya dapat membayar cicilan utang saya kepadamu, kemudian dilaksanakan, maka zakat tersebut dikatakan sah, harta menjadi milik debitor, dia tidak diharuskan membayarkannya kepada kreditor sebagai cicilan utang.

d. Bila pemilik harta mengatakan kepada debitor, bayarlah cicilan utangmu kepadaku, nanti saya akan kembalikan kepadamu dalam bentuk zakat harta, kemudian dilaksanakan, maka hutang dianggap terbayar dan kreditor tidak diharuskan mengembalikannya kepada debitor dalam bentuk zakat.

5. Pembayaran zakat atas dasar estimasi sudah wajib membayarnya, dianggap zakat awal.

Harta yang dibayarkan karena menganggap sudah memenuhi syarat zakat dapat dianggap zakat awal, bila syarat-syaratnya terpenuhi antara lain; wajib zakat sudah memiliki satu nisab, uang yang dibayarkan itu adalah hak milik yang sah dan si wajib zakat memang betul-betul berkewajiban.

Pendapat ini sesuai dengan pendapat mayoritas ulama kecuali Malikiah. Bila salah satu syarat di atas tidak terpenuhi, maka uang yang dibayarkan tersebut dianggap sebagai derma biasa, tidak boleh diminta kembali setelah serah terima, kecuali bila yang menerima tersebut adalah Pemerintah atau Badan Zakat, maka tidak ada salahnya ditarik kembali sebelum disalurkan kepada mustahik.

6. Penerapan Dan Penetapan Zakat Dari Pemerintah.

a. Menghimbau Pemerintah di seluruh negara-negara Islam agar bekerja dengan serius guna dapat mengaplikasikan hukum Islam dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk di antaranya membuat institusi khusus yang bertugas mengumpulkan, mengelola dan menyalurkan zakat kepada mustahik resmi. Akan sangat baik bila institusi ini mempunyai anggaran tersendiri dari belanja negara. Adapun di negara-negara non-Islam, sebagai gantinya perlu dibentuk yayasan kerja sama yang mengurusi zakat.

b. Menghimbau Pemerintah di seluruh negara-negara Islam agar dapat mengeluarkan peraturan yang dapat membolehkan pendirian yayasan zakat yang berada di bawah pengawasan para pakar agama dan teknisi yang cukup kompeten.

c. Menghimbau Pemerintah negara-negara Islam agar mencantumkan dalam undang-undang yang berlaku di negaranya tentang keharusan membayar zakat, batapapun jumlah pajak yang dipikulnya.

d. Menghimbau Pemerintah negara-negara Islam yang telah mempraktekkan hukum zakat agar mengadopsi pendapat ulama kontemporer tentang kewajiban mengambil pajak integrasi sosial sebesar volume zakat dari warga non-Islam. Uang ini harus betul-betul diperuntukkan buat integrasi sosial seluruh warga negara yang berada di dalam negara Islam.

7. Mustahik (fi sabilillah)

Mustahik fi sabilillah menurut pendapat ulama mencakup seluruh kegiatan memperjuangkan agama secara umum, yang bertujuan memelihara agama dan menjunjung tinggi agama, seperti maju ke medan tempur, dakwah, membela hukum Islam, menantang berbagai jenis serangan terhadap ajaran Islam dsb.

Dari sini jelas bahwa fi sabilillah tidak hanya berarti kegiatan militer, termasuk kegiatan lain, seperti :

a. Pendanaan kegiatan kemiliteran yang berusaha menaikkan martabat Islam, menantang sembarang serangan terhadap Islam dan kaum muslimin di berbagai tempat, seperti di Palestina, Afganistan dan Pilipina.

b. Membantu kegiatan, baik pribadi ataupun kelompok yang bertujuan mengembalikan kekuasaan kepada pihak Islam, melaksanakan hukum Islam di negara-negara Islam, menantang semua gerak langkah musuh-musuh Islam yang bertujuan mengikis akidah Islam dan menyingkirkan hukum Islam dari percaturan kenegaraan.

c. Memberikan suntikan dana kepada pusat-pusat dakwah Islam yang dikelola oleh tenaga-tenaga sukarelawan yang jujur di negara-negara non-Islam guna menyiarkan agama Islam dengan berbagai cara yang legal yang sesuai dengan zaman. Hal ini juga berlaku terhadap pembangunan mesjid-mesjid di negara-negara non-Islam sebagai pusat kegiatan dakwah.

d. Memberikan suntikan dana terhadap kegiatan-kegiatan yang bekerja serius untuk melanggengkan Islam di kalangan minoritas muslim di negara-negara yang kaum muslimin mendapat tekanan dari warga non-mislim yang bertujuan membersihkan negara mereka dari kaum muslimin yang masih tertinggal.

8. Zakat Dan Pemenuhan Kebutuhan Pokok.

a. Persepsi tentang kebutuhan pokok yang mendapat perhatian dari zakat berkaitan erat dengan situasi dan kondisi baik waktu dan tempat serta perwujudan integrasi sosial di kalangan kaum muslimin.

b. Ukuran kebutuhan pokok fakir miskin dan keluarganya yang mendapat perhatian dari zakat adalah kecukupan terhadap sandang, pangan, papan dan kebutuhan yang harus ada, sesuai dengan kelayakan tanpa berlebihan.

c. Khusus buat pihak-pihak yang bertanggung jawab menyalurkan zakat, hendaklah selektif dalam menentukan mustahik tersebut dengan menggunakan cara-cara terhormat yang tidak menyakitkan hati tetapi pasti. Tindakan yang berlebihan seperti harus angkat sumpah dan mengemukakan bukti-bukti, tidaklah diharuskan, kecuali dalam hal-hal yang betul-betul meragukan tentang kemustahikannya.

9. Zakat Pinjaman Untuk Proyek Perumahan dan Investasi.

Setelah memperhatikan point No 10, hasil Seminar Zakat I tentang utang investasi dan zakat serta pendapat sementara dari Seminar terhadap masalah tersebut yang mengadopsi pendapat yang mengatakan bahwa selama utang tersebut mempunyai jangka lama, maka tidak menghalangi kewajiban zakat.

Untuk itu Simposium berpendapat sbb :
Utang-utang proyek perumahan dan proyek lainnya yang memerlukan modal tetap (tidak bergerak) tidak kena zakat, utang tersebut dicicil dalam jangka lama. Bila wajib zakat tidak mempunyai kekayaan lain dari penghasilan proyek tersebut, maka dalam penghitungan zakatnya yang dipotong dari penghasilan hanya sejumlah tagihan pada tahun berjalan saja.

Adapun pinjaman-pinjaman yang merupakan sumber dana dari modal bergerak, maka semuanya dipotong dari penghasilan ketika menghitung zakat. Namun demikian masalah ini masih memerlukan kajian lebih serius dan detil.

10. Pengauditan Zakat Perusahaan dan Jenis-Jenisnya

Simposium telah mendiskusikan masalah ini lewat dua makalah teknis. Berikut ini adalah kesimpulan yang diambil :

a. Himbauan untuk membentuk komite khusus sepengetahuan Yayasan Hukum Zakat Internasional di Kuwait yang bertugas meneliti topik pengauditan zakat perusahaan dengan berbagai jenisnya dengan anggota sbb :

- Para akuntan yang mempunyai pengalaman kerja sebagai akuntan ditambah dengan alumni akademi yang mempunyai spesialisasi dalam ilmu dan teknis akuntan.
- Para pakar fikih dan peneliti yang mempunyai spesialisasi tentang zakat dan ekonomi Islam.

Panitia cabang ini mempunyai tugas mengkaji masalah-masalah praktis yang berhubungan dengan barang-barang yang wajib dizakati, mengkaji dasar-dasar, kaidah-kaidah dan tradisi akuntansi yang biasa berlaku dalam pembuatan laporan keuangan perusahaan dengan berbagai jenis dan bentuknya serta membuat kajian-kajian seperlunya untuk dikaji dalam simposium yang akan diselenggarakan kemudian.

b. Sehubungan dengan haul, Simposium menekankan bahwa tahun anggaran dalam zakat adalah tahun kamariah, bukan tahun syamsiah. Untuk itu dalam mengaudit zakat perusahaan dan pembuatan laporan keuangan berdasarkan tahun syamsiah, masalah ini harus dipertimbangkan, sesuai dengan keputusan Seminar Zakat I (point 9).

11. Zakat Aset Perdagangan

Pada dasarnya zakat perdagangan dibayar dalam bentuk uang setelah ditaksir nilainya dan dihitung volume zakat yang wajib dibayar, karena hal itu lebih menguntungkan fakir miskin di mana mereka dapat memenuhi berbagai macam ragam kebutuhan mereka. Namun demikian diperkenankan juga membayar zakat perdagangan dalam bentuk barang yang diperjual belikan, bila hal itu dapat mengatasi kesulitan yang dihadapi si wajib zakat, seperti pada saat-saat kelesuan dan ketidak lancaran pasar dan menguntungkan para fakir miskin di mana mereka dapat memanfaatkan barang tersebut secara langsung.
Inilah pendapat yang diadopsi dalam Simposium dari berbagai ijtihad-ijtihad fikih dan kondisi yang ada.

Penaksiran modal perdagangan dilakukan berdasarkan harga pasaran disaat zakat diwajibkan atas perusahaan itu, seterusnya menaksir harga semua barang yang telah terjual secara grosiran atau eceran.


Fatwa Simposim Yayasan Zakat Internasional II, Tentang Zakat Kontemporer yang diselenggarakan di Kuwait pada tanggal 11 Zulkaidah 1409 H. bertepatan dengan 4/6/1989 M.
1. Pembayaran Diyat Dari Zakat (mustahik orang yang berhutang)

Orang yang berhutang untuk pembayaran diyat (denda) pembunuhan tidak sengaja dapat dibantu dari zakat, bila ternyata bahwa keluarga pembunuh dan kas negara tidak mampu membayar denda tersebut. Denda ini dapat dibayarkan dari uang zakat langsung kepada keluaga terbunuh. Adapun denda pembunuhan sengaja, maka tidak diperkenankan dibayar dari uang zakat.

2. Zakat Harta Yang Tidak Legal

Setelah membaca kajian yang disajikan seputar topik ini, Simposium melihat adanya beberapa informasi dan penjabaran yang seharusnya mendapat perhatian lebih serius, oleh sebab itu Simposium menunda pengambilan keputusan sampai kajian tersebut selesai.

3. Zakat Pinjaman Investasi Dan Pembangunan Perumahan.

Dalam rangka pengaplikasian himbauan (saran) No. 10 dari keputusan Seminar Zakat I dan himbauan No. 9 dari keputusan Simposium Masalah Zakat Kontemporer I di mana dikatakan mengeluarkan (memotong) pinjaman modal bergerak sebaliknya tidak mengeluarkan (tidak memotong) modal tetap (tidak bergerak) dalam pinjaman investasi dan pembangunan perumahan kecuali hanya cicilan satu tahun berjalan saja. Dalam penutupnya dikatakan masih perlu mengadakan kajian lanjutan yang lebih serius dan detil tentang berbagai bidang masalah ini. Atas dasar itu, Simposium memutuskan sbb :

Petama : Semua jenis hutang yang merupakan modal perdagangan dipotong dari barang-barang zakat, bila peminjam tidak mempunyai modal tetap (tidak bergerak) yang dapat memenuhi kebutuhannya sehari-hari.

Kedua : Utang-uutang investasi yang merupakan modal proyek industri (eksploitasi) dipotong dari barang-barang zakat, bila peminjam tidak mempunyai modal tetap (tidak bergerak) yang dapat memenuhi kebutuhannya sehari-hari yang bisa menutupi pinjaman tersebut. Bila pinjaman investasi itu berjangka lama, maka yang dipotong dari barang-barang zakat hanyalah cicilan tahun berjalan saja, namun kalau peminjam mempunyai modal tidak bergerak yang dapat menutupi cicilan ini, maka tidak dipotong. Bila nilainya tidak mencukupi, maka yang dipotong hanyalah sisa yang tidak tertutupi barang tidak bergerak itu saja.

Ketiga : Pinjaman pembangunan perumahan berjangka yang biasanya dapat dicicil dalam waktu lama, peminjam diharuskan membayar zakat uang tunai yang berada ditangannya, bila masih mencukupi nisab setelah dipotong cicilan tahun berjalan.

4. Mustahik, Memerdekakan Budak.

Mengingat karena mustahik ini sudah tidak ada lagi pada masa sekarang, maka kuota mereka dipindahkan saja kepada mustahik lain.

5. Penyaluran Zakat Ke Luar Daerah Pemungutan Serta Syarat-Syaratnya

Setelah membaca himbauan (saran) No. 3 dari keputusan Simposium Masalah Zakat Kontemporer I, di mana pada dasarnya penyaluran zakat dilakukan kepada mustahik di tempat pemungutannya sendiri, kemudian baru ditransfer ke luar daerah pemungutan bila masih terdapat kelebihan, kecuali dalam masa-masa paceklik dan bencana yang dapat ditransfer sesuai urutan prioritas yang paling membutuhkan, Simposium memutuskan hal-hal sbb :

Pertama : Pada dasarnya zakat disalurkan kepada mustahik di tempat pemungutannya sendiri, bukan di tempat domisili si wajib zakat, namun boleh mentransfer zakat ke tempat lain bila ternyata ada kepentingan legal yang lebih utama.
Di antara kondisi yang membolehkan mentransfer tersebut adalah :
a. Mentransfernya ke medan perang sabilillah
b. Mentransfernya ke yayasan dakwah, pendidikan, kesehatan yang merupakan salah satu mustahik yang delapan.
c. Mentransfernya ke daerah-daerah kaum muslimin yang terlanda bahaya kelaparan dan bencana alam.
d. Mentransfernya kepada keluarga si wajib zakat.

Kedua : Mentransfer zakat ke luar tempat pemungutannya di luar kondisi di atas, bukan berarti zakatnya tidak sah, akan tetapi makruh selama diberikan kepada salah satu mustahik yang delapan.

Ketiga : Yang dimaksud dengan tempat pemungutan zakat adalah kampung pemungutannya termasuk kampung yang terdapat di sekelilingnya, distrik dan wilayah yang kurang dari 75 Km (jarak boleh mengkasar salat) karena dianggap masih satu daerah.

Keempat : Tempat pemungutan zakat fitrah adalah tempat si wajib zakat, karena zakat fitrah adalah zakat badan.

Kelima : Di antara kegiatan yang bisa ditolerir dalam mentransfer zakat :
a. Membayar zakat harta beberapa waktu sebelum akhir haul di mana diperhitungkan harta tersebut akan sampai kepada mustahik sebelum akhir haul, namun demikian zakat firtah tidak boleh dibayarkan sebelum bulan Ramadan.
b. Keterlambatan pembayaran zakat karena transportasi


Fatwa Simposium Yayasan Zakat Internasional III, Tentang Zakat Kontemporer yang diselenggarakan di Kuwait pada tanggal 8 Jumadilakhir 1413 H. bertepatan dengan 2/12/1992 M.
Pertama : Penginvestasian uang zakat

Uang zakat dapat diinvestasikan dengan catatan sbb:

a. Tidak terdapat alasan yang menuntut penyaluran zakat secara segera.

b. Penginvestasian dilakukan dalam bidang-bidang yang legal.

c. Melakukan semua usaha yang dapat menjamin wujud modal investasi tersebut termasuk hasilnya tetap sebagai uang zakat.

d. Segera melakukan pencairan uang untuk menyalurkan zakat kepada mustahiknya bila kondisi menuntut pembayaran.

e. Melakukan tindakan seserius mungkin yang meyakinkan bahwa investasi uang zakat itu betul-betul menghasilkan, terjamin dan dapat dicairkan sembarang waktu diperlukan.

f. Membuat keputusan yang membatasi bahwa pihak yang boleh menginvestasikan zakat tersebut hanya pihak-pihak yang mempunyai wewenang resmi dari Pemerintah untuk mengumpulkan dan menyalurkannya, untuk menjaga prinsip perwakilan resmi serta menyerahkan tugas pengawasannya kepada orang-orang yang ahli, mampu dan jujur.

Kedua : Pemilikan, maslahat dan keuntungannya

1. Pemilikan untuk empat mustahik pertama dari mustahik yang disebut dalam ayat zakat adalah merupakan syarat sah zakat. Yang dimaksud dengan pemilikan disini adalah pembayaran sejumlah uang, atau pembelian seperangkat sarana produksi seperti alat-alat profesi dan alat-alat industri untuk dimiliki oleh mustahik yang mampu mempergunakannya.

2. Diperkenankan mendirikan sebuah proyek produksi dari uang zakat di mana saham-sahamnya dicatat sebagai milik mustahik zakat dengan artian bahwa perusahaan tersebut milik bersama para mustahik, mereka mengatur, menjalankan dan membagi keuntungannya

3. Diperkenankan membangun proyek jasa dari uang zakat, seperti pembangunan sekolah, rumah sakit, rumah penampungan, perpustakaan dll dengan syarat-syarat berikut :

a. Pihak yang mendapatkan pelayanan jasa tersebut adalah para mustahik zakat saja, sedangkan orang lain tidak diperkenankan mendapatkannya kecuali dengan pembayaran yang dibayarkan kepada pihak mustahik tersebut.

b. Modal tersebut tetap atas nama mustahik, walapun yang mengelolanya Pemerintah atau pihak yang ditentukan oleh Pemerintah.

c. Bila proyek tersebut dijual atau dilikuidasi, maka hasilnya tetap berstatus uang zakat.

Ketiga : Mustahik (muallaf)

Pertama : Muallaf termasuk mustahik zakat yang delapan yang legalitasnya masih tetap berlaku sampai sekarang, belum dinasakh seperti persepsi sebagian besar orang.

Kedua : Di antara bidang-bidang yang mendapat kuota muallaf adalah :

a. Menjinakkan hati pihak-pihak yang diharap dapat diajak masuk Islam, terutama orang-orang yang mempunyai posisi penting dalam merealisir kemaslahatan kaum muslimin.

b. Mengajak aktor-aktor penting baik Pemrintah maupun pimpinan masyarakat untuk bekerja sama mewujudkan kesejahteraan warga dan minoritas muslim dan membantu menyelesaikan persoalan mereka.

c. Menjinakkan hati para pemikir keislaman untuk memperoleh dukungan dan pembelaan terhadap masalah yang menimpa kaum muslimin.

d. Membentuk yayasan ilmiah dan sosial untuk mengurusi orang-orang yang baru memeluk agama Islam dan menguatkan hati mereka untuk tetap memeluk agama Islam serta menyediakan semua sarana yang dapat membuat mereka tenang memeluk agama baru itu, baik dari segi pikiran ataupun dari segi materi.

Ketiga : Dalam menyalurkan kuota muallaf, harus diperhatikan ketentuan berikut :

a. Dalam menyalurkan dana kuota ini harus diperhatikan tujuan dan orientasi kebijaksanaan hukum, di mana pada akhirnya harus mendukung tujuan kebijaksanaan hukum syariat.

b. Penyaluran untuk kuota ini harus tidak mengganggu kuota lain dan tidak dikembangkan pengertiannya kecuali dalam kondisi yang sangat menuntut.

c. Ditekankan agar dalam menyalurkan kuota ini dilakukan dengan penuh kehati-hatian guna menghindari efek sampingan yang tidak diinginkan atau reaksi negatif yang terjadi di hati para muallaf tersebut sehingga mengakibatkan kerusakan yang tidak diinginkan terhadap kaum muslimin.

Keempat : Disarankan agar menggunakan sarana-sarana dan teknik-teknik yang canggih dan proyek yang menarik perhatian dengan menyeleksi yang terbaik dan lebih efektif dalam mencapai tujuan hukum dari penyaluran zakat ini

Fatwa Simposium Yayasan Zakat Internasional IV, Tentang Zakat Kontemporer yang diselenggarakan di Bahrain pada tanggal 17 Syawal 1414 H. bertepatan dengan tanggal 29/3/1994 M.
Pertama : Mustahik Petugas Zakat (amil)

1. Amil zakat adalah mereka yang membantu Pemerintah di Negara-negara Islam atau yang mendapat izin atau yang dipilih oleh yayasan yang diakui oleh pihak Pemerintah atau masyarakat Islam untuk mengumpulkan dan menyalurkan zakat serta urusan lain yang berhubungan dengan itu, seperti penyadaran masyarakat tentang hukum membayar zakat, mencari mustahik, mengumpulkan, mentransportasikan, menggudangkan, menyimpan, menginvestasikan zakat sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam himbauan No. 1 dari Simposium Masalah Zakat Kontemporer III.
Yayasan-yayasan dan Panitia-panitia zakat yang dibentuk pada akhir-akhir ini adalah bagaikan Instansi Zakat yang disebut dalam tata hukum Islam, oleh sebab itu, maka petugas zakat harus benar-benar memenuhi ketentuan.

2. Tugas-tugas yang dipercayakan kepada petugas zakat ada yang bersifat pemberian kuasa (karena berhubungan dengan tugas pokok dan kepemimpinan).

Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang petugas zakat adalah : Islam, laki-laki, jujur, mengetahui hukum zakat.
Tanggung jawab lain dari petugas zakat yang bersifat pendukung dapat dipercayakan kepada orang-orang yang tidak memenuhi kriteria di atas.

3. Para petugas zakat berhak mendapat bagian dari zakat dari kuota Amil yang diberikan oleh pihak yang mengangkat mereka dengan catatan bagian tersebut tidak melebihi dari upah sekadarnya dan bahwa kuota tersebut tidak melebihi dari seperdelapan zakat (12,5 %).

Perlu diperhatikan, tidak diperkenankan mengangkat pegawai lebih dari keperluan. Sebaiknya gaji para petugas ditetapkan dan diambil dari anggaran Pemerintah, sehingga uang zakat dapat disalurkan kepada mustahik lain.
Seorang petugas zakat tidak diperkenankan menerima sogokan, hadiah atau hibah baik dalam bentuk uang ataupun barang.

4. Memperlengkapi gedung dan administrasi Yayasan Zakat dengan sarana yang diperlukan. Bila sarana ini tidak dapat terpenuhi dari anggaran belanja negara atau dari dermawan, maka dapat diambil dari kuota Amil sekedarnya dengan suatu catatan bahwa sarana tersebut harus berhubungan erat dengan pengumpulan, penyimpanan dan penyaluran zakat atau berhubungan dengan peningkatan jumlah zakat.

5. Instansi yang mengangkat dan membentuk yayasan zakat ini, diharuskan mengadakan inspeksi dan menindak lanjuti kegiatan Yayasan zakat, sesuai dengan cara Nabi saw. dalam mengaudit zakat.

Seorang petugas zakat harus jujur dan bertanggung jawab terhadap uang yang ada di tangannya dan bertanggung jawab mengganti kerusakan yang terjadi akibat kecerobohan dan kurang perhatiannya.

6. Para petugas zakat seharusnya mempunyai etiket keislaman secara umum, seperti penyantun dan ramah kepada para wajib zakat dan selalu mendoakan mereka begitu juga terhadap para mustahik, dapat menjelaskan permasalahan zakat dan urgensinya dalam masyarakat Islam, menyalurkan zakat sesegera mungkin.

Kedua: Zakat Harta Tidak Legal (haram)

1. Harta yang haram adalah semua jenis harta yang secara hukum dilarang memiliki dan menggunakannya, baik haram karena mengandung zat yang merusak atau kotor seperti khamar, maupun haram dikarenakan adanya ketidak beresan sewaktu mendapatkannya, seperti mencuri atau karena mengambilnya secara tidak legal walaupun pemiliknya rela, seperti transaksi riba dan sogokan.

a. Pemegang harta haram yang mendapat harta dengan cara yang tidak beres, tidak dianggap pemilik barang tersebut selama-lamanya. Dia diwajibkan mengembalikannya kepada pemilik aslinya atau kepada ahli warisnya jika diketahui. Jika tidak diketahui lagi, dia diwajibkan mendermakan harta tersebut kepada kepentingan-kepentingan sosial dengan meniatkan bahwa derma tersebut adalah atas nama pemilik aslinya.

b. Pemilik harta yang memperolehnya dari upah pekerjaan yang tidak legal, diwajibkan mendermakan harta tersebut kepada kepentingan-kepentingan sosial, tidak diperkenankan mengembalikannya kepada pemilik semula.

c. Harta haram tidak dikembalikan kepada pemilik semula, selama dia masih tetap melakukan transaksi yang tidak legal tersebut, seperti harta yang diperoleh dari transaksi riba, akan tetapi diharuskan mendermakannya kepada kepentingan-kepentingan sosial.

d. Bila terdapat kesulitan dalam mengembalikan harta, pemegangnya diwajibkan mengembalikan nilainya kepada pemilik semula jika diketahui, bila tidak, maka nilai tersebut didermakan kepada kepentingan-kepentingan sosial dengan meniatkan derma tersebut atas nama pemilik semuala.

2. Harta yang haram karena zatnya sendiri, tidak wajib dibayar zakatnya, karena menurut hukum tidak dianggap harta yang berharga. Untuk menyelesaikannya harus dilalui cara-cara yang dibenarkan dalam agama.

3. Pemegang harta yang haram karena terdapat ketidak beresan dalam cara mendapatkannya tidak wajib membayar zakatnya, karena tidak memenuhi kriteria "dimiliki dengan sempurna" yang merupakan syarat wajib zakat. Bila sudah kembali kepada pemiliknya semula, yang bersangkutan wajib membayar zakatnya untuk satu tahun yang telah lalu, walaupun hilangnya sudah beberapa tahun. Hal ini sesuai dengan pendapat yang lebih kuat. ‏

4. Pemegang harta haram yang tidak mengembalikannya kepada pemilik aslinya, kemudian membayarkan sejumlah zakat dari harta tersebut, masih tetap berdosa menyimpan dan menggunakan sisa harta tersebut dan tetap diwajbkan mengembalikan keseluruhannya kepada pemiliknya selama diketahui, bila tidak, maka dia diwajibkan mendermakan sisanya. Adapun harta yang dibayarkan itu tidak dinamakan zakat.

Ketiga : Zakat Dan Pajak

1. Simposium menghimbau Pemerintah negara-negara Islam untuk mengeluarkan undang-undang yang jelas tentang aplikasi zakat baik pengumpulan ataupun penyaluran sebagai kewajiban, seterusnya membentuk institusi zakat khusus yang mempunyai sumber dan perbelanjaan khusus pula.
Juga dihimbau untuk meninjau kembali sistem keuangan lainnya dan mengarahkannya agar sesuai dengan ajaran agama Islam.

2. a. Pada dasarnya pembiayaan anggaran belanja negara bersumber dari sumber-sumber pendapatan umum. Namun bila tidak mencukupi, Pemerintah berhak menetapkan pajak dengan adil untuk menutupi perbelanjaan negara yang tidak boleh dibayarkan dari uang zakat dan juga untuk menutupi kekurangan pendapatan zakat dalam memenuhi kebutuhan pokok para mustahik.

b. Mengingat bahwa alasan pemungutan pajak adalah karena kepentingan, maka harus diperhatikan betul-betul jenis-jenis kepentingan yang dibolehkan dalam sistem keuangan Islam, sesuai dengan dasar dan tujuan hukum Islam sewaktu melegitimasi pajak tersebut.

c. Dalam melegitimasi pajak disyaratkan bahwa kepentingan tersbut betul-betul realita.

d. Dalam legitimasi pajak wajib diperhatikan nilai-nilai keadilan sesuai dengan penilaian hukum Islam dan harus tunduk di bawah pengawasan pihak inspeksi yang spesialis.

3. a. Pembayaran pajak kepada Pemerintah, tidak menutupi kewajiban membayar zakat, karena perbedaan sumber legitimasi dan tujuannya, dari segi barang-barang, ukuran dan mustahiknya. Demikian juga pajak tersebut tidak dipotong dari barang zakat.

b. Jumlah pajak yang tidak dibayar pada tahun tertentu sampai berakhirnya haul, jumlah tersebut dipotong dari barang-barang yang wajib dizakati, karena dianggap sebagai hak yang wajib dibayar.

4. Simposium menghimbau Pemerintah negara-negara Islam untuk merevisi undang-undang perpajakan yang berlaku di negara masing-masing sehingga volume zakat dapat dipotong dari jumlah pajak, agar para wajib zakat mendapat keringanan.







Fatwa Simposium Dallah & Barkah Group VI, yang diselenggarakan di Aljazair pada tanggal 5 Syakban 1410 H.
Pertama : Zakat Pertanian

Pertanyaan
Barkah Group banyak melaksanakan proyek investasi pertanian yang menelan biaya besar dalam bentuk reklamasi tanah, mempersiapkannya untuk dapat ditanami dan perbaikan produksi. Sejauh manakah biaya-biaya ini dapat dipotong dari kewajiban zakat ? Apakah proyek-proyek ini dibayar zakatnya atas dasar hukum asal yaitu 10 % atau 5 % sesuai sistem irigasinya ?

Fatwa :
Setelah mendiskusikan masalah di atas ternyata terdapat tiga pendapat :

Pertama : Berpendapat semua biaya-biaya dipotong dari barang zakat, kemudian zakat sisanya dibayar sebesar 10 % atau 5 %.

Kedua : Biaya-biaya tersebut tidak dipotong. Areal yang pengairannya dengan air hujam zakatnya dibayar 10 %, yang pengairannya dengan irigasi dibayar 5 %.

Ketiga : Memotong sepertiga hasil, kemudian membayar zakat sisanya sesuai dengan sistem irigasinya.

Para peserta simposium telah memilih pendapat yang mengatakan pemotongan semua biaya-biaya sebelum pengauditan zakat, dengan catatan potongan tersebut tidak melebihi dari sepertiga, kemudian zakatnya dibayar 10 % bila diairi dengan air hujan atau 5 % jika diairi dengan irigasi.

Kedua,. Zakat Binatang Ternak

Pertanyaan
Bagaimana cara membayar zakat binatang ternak dengan berbagai niat memilikinya ?

Fatwa:
Para peserta simposium telah mendiskusikan masalah zakat binatang ternak dengan berbagai niat memilikinya dengan tetap memperhatikan mazhab mayoritas ulama yang mengatakan bahwa binatang ternak yang makanannya disediakan, tidak wajib dizakati. Binatang ternak dapat dibagi kepada dua bagian sbb :

Pertama : Binatang ternak yang dimiliki dengan niat dagang. Dalam hal ini para peserta simposium secara aklamasi berpendapat dizakati sebagai barang dagangan.

Kedua : Binatang ternak yang dimiliki dengan niat untuk memperoleh susunya untuk diolah dan direproduksi. Dalam hal ini terdapat tiga pendapat sbb :

a. Menaksir harga bahan baku serta bahan pelengkap lainnya, seperti sarana pengepakan, kemudian membayar zakatnya sebesar 2,5 % tanpa harus membayar zakat modal dasarnya.

b. Menaksir harga bahan baku yang dibeli untuk tujuan dagang setelah direproduksi, seterusnya membayar zakat dari bahan bakunya saja, tanpa menghitung bahan pelengkap yang tidak kelihatan bentuknya demikian juga penambahan yang terjadi setelah diproduksi, karena usaha dan profesi tidak dizakati.

c. Membayar sebesar 10 % dari hasil produksi setelah memotong biaya-biaya, atau membayar sebesar 5 % tanpa memotong biaya-biaya. Hal ini dianalogikan dengan zakat pertanian.

Ketiga, Zakat Deposito Bank

Pertanyaan
Bagaimana cara membayar zakat deposito di bank ?

Fatwa:
Peserta simposium menghimbau penanggung jawab bank-bank Islam untuk memberikan informasi seperlunya untuk menyadarkan para deposan mencari data tentang zakat deposito mereka secara pasti dan memberikan pengertian kepada mereka bahwa yang dizakati adalah modal bersama keuntungan.

Bank-bank Islam seharusnya juga menjelaskan jenis-jenis harta zakat yang dihasilkan oleh deposito mereka, seperti barang-barang pertanian, industri, perdagangan, berikutnya memberikan penjelasan persentase masing-masing jenis, sehingga para deposan dapat mengetahui seberapa zakat yang harus mereka bayar secara tepat dari pada membayar zakatnya secara global dengan persentase zakat perdagangan.

Keempat, Zakat Proyek Yang Masih Dalam Pengurusan.

Pertanyaan
Bagaimana cara membayar zakat proyek yang masih dalam pengurusan ?

Fatwa :
Peserta simposium telah mendiskusikan masalah di atas dan berkesimpulan bahwa tidak diwajibkan zakat terhadap proyek yang belum selesai. Bila proyek tersebut proyek eksploitasi harus terlebih dahulu menerima hasilnya, setelah itu baru dibayar zakatnya berikut dengan semua harta kekayaan lain. Bila proyek tersebut dimaksudkan untuk dijual belikan, maka tidak wajib dibayar zakatnya sebelum selesai.

Adapun bagian-bagian yang sudah siap dijual, maka wajib dizakati sesuai dengan nilainya. Secara umum uang yang diperuntukkan buat perbelanjaan dalam suatu proyek dan ternyata belum dibelanjakan, wajib dibayar zakatnya. Bila proyek tersebut terhenti dan terpaksa dijual dengan kondisi seadanya, maka harus ditaksir harganya, kemudian dibayar zakatnya atas dasar zakat perdagangan.

Kelima, Zakat Sewaan Yang Berakhir Dengan Pemilikan.

Pertanyaan:
Bagaimana cara membayar zakat barang sewaan yang berakhir dengan pemilikan ?

Fatwa :
Peserta simposium telah mendiskusikan masalah di atas dan berkesimpulan bahwa zakatnya adalah berdasarkan zakat barang perdagangan yang digabungkan dengan harta kekayaan lainnya. Adapun barang yang disewakan tersebut, maka tidak wajib dizakati, karena dari semula tidak ada niat untuk memperdagangkannya.

Mengenai perobahan niat belakangan, tidak merobah statusnya menjadi barang perdagangan, karena terjadi di akhir masa penyewaan.